'Stop! Enyah dari hadapanku!' pekik Ansara di dalam hati, rasanya dia juga ingin sekali mendorong Adrian agar menjauh dari tubuhnya.
Namun sungguh, Ansara tidak memiliki keberanian sebanyak itu untuk melakukannya. Telebih saat ini posisinya hanyalah sebagai bawahan.
Mereka bukan lagi teman SMA seperti dulu, tapi sekarang Adrian sudah jadi bosnya.
"Terima kasih, Tuan. Ayo kita pergi sekarang," jawab Ansara, mengalihkan pembicaraan tentang wajahnya yang berubah jadi merah.
Bagaimana darahnya tidak terasa mendidih, jarak mereka terasa begitu dekat. Mungkin bagi Andrian ini semua biasa saja karena pria itu sedikitpun Tidak memiliki perasaan padanya, tapi bagi Ansara ini semua terlalu berlebihan.
Tak bagus untuk jantung dan hatinya.
"Apa kamu sakit?" tanya Adrian lagi, malah cemas sendiri.
"Tidak Tuan, saya baik-baik saja."
"Minumlah air putih ini dulu," balas Adrian, di mobil ada satu botol air mineral berukuran kecil yang belum dibuka.
Adrian lantas membuka botol air mineral tersebut dan menyerahkannya pada Ansara.
Tak ingin urusan ini jadi panjang lebar, Ansara segera meminum air tersebut. Meneguknya beberapa kali dan kembali menyerahkan botolnya pada Adrian.
Saat itu Adrian juga sedikit merasa haus, jadi tanpa pikir panjang dia langsung minum dari botol yang sama.
Glek! Glek Glek!
Dan Ansara makin mendelik melihat pemandangan itu. Bagaimana bisa mereka saling bertukar botol minum seperti ini. Seolah bibir mereka saling menyatu secara tidak langsung.
ARGH!!! rasanya Ansara ingin sekali berteriak.
Tapi yang mampu dia tunjukkan hanyalah diam. Kesal sekali dengan keadaan ini.
Hati Ansara yang awalnya ingin melupakan semua perasaannya kini justru berfikir bahwa Adrian memperlakukannya dengan spesial. Sebuah pemikiran gila yang membuat Ansara makin frustasi.
Bagaimana bisa dia menyukai suami orang?
Ansara mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, benci pada diri sendiri, benci pada keadaan. Sementara pria yang membuatnya galau seolah tidak tahu apa-apa.
"Kita pergi sekarang," ucap Adrian dengan entengnya, lalu menyalakan mesin mobil dan mulai melaju keluar basement meninggalkan area kantor.
Siang ini mereka menuju sebuah lapangan bermain, karena masih siang jadi keadaan di sana sangat sepi, tidak ada satupun anak yang sedang bermain.
"Ayo pindah posisi, nanti aku ajari pelan-pelan," ucap Adrian, dia juga langsung turun lebih dulu.
Sebenarnya Ansara merasa sangat takut, tapi dia harus memberanikan diri agar bisa secepatnya mengemudi mobil.
Kini Ansara telah duduk di kursi kemudi, sementara Adrian di sampingnya. "Tempat duduknya nyaman atau tidak? Jika tidak ubah saja ukurannya," kata Adrian.
"Iya, Tuan," balas Ansara.
Belum sempat Ansara bergerak mengatur posisi kursi, Adrian sudah lebih dulu mengubahnya untuk Ansara.
"Saya bisa sendiri, Tuan," ucap Ansara dengan cepat.
"Lihat di kakimu, yang paling kiri adalah kopling, di tengah pedal rem dan pedal gas berada di sebelah kanan."
Ansara terdiam, mulai berkonsentrasi.
Adrian terus memberi instruksi sampai akhirnya Ansara berhasil melajukan mobil itu hanya dengan menggunakan gigi 1. Mobil sebenarnya melaju dengan perlahan, tapi bagi Ansara ini sudah ngebut sakali.
"Bagaimana ini Tuan? Apa saya harus tekan rem?" tanya Ansara gelagapan deg-degan. Ternyata lebih deg-degan belajar mobil daripada terpesona oleh ketampanan Adrian.
"Tenang, terus saja melaju dan cobalah untuk berbelok di depan sana."
"Saya takut."
"Kenapa takut? Ada aku di samping mu."
Ansara tak menjawab, kedua matanya fokus menatap ke depan.
"Tangan mu jangan kaku," ucap Adrian lagi, dia menyentuh tangan Ansara dan memindahkannya di posisi yang benar.
Ansara yang tengah fokus tak terpengaruh dengan sentuhan tersebut, malah nyaman karena Adrian benar-benar mendampinginya.
"Sekarang coba naikkan giginya jadi 2," titah Adrian.
"Tidak bisa."
Adrian mengambil tangan Ansara dan mereka merubah gigi mobil bersama-sama.
Entah berapa jam mereka mengelilingi lapangan tersebut, sampai Ansara lebih lancar saat mengoper gigi dan menentukan arah laju mobil.
Yang awalnya begitu gugup, kini jadi sangat antusias. Tanpa sadar Ansara bahkan tersenyum lebar, melupakan statusnya yang jadi karyawan Adrian.
"Bisa kan, besok kita belajar di jalan yang sepi," ucap Adrian saat mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat.
Mobil berhenti di pinggir lapangan tersebut.
Ansara antusias sekali, "Terima kasih Adrian," ucap Ansara keceplosan, memanggil tanpa embel-embel Tuan.
Satu panggilan yang ternyata juga Adrian rindukan, hingga membuat keduanya saling tatap dengan intens.
"Maaf Tuan, aku tidak bermaksud lancang," ucap Ansara.
"Tidak apa-apa, kamu boleh memanggilku Adrian saat kita hanya berdua."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Alistalita
Panggil Sayang boleh gak🤭
Sabar ya Sara, Emang tuanmu itu kang modus Buat seporrr jantung mulu.
Jangan2 itu lapangan dah disewa sama Adrian lagi biar bebas berduaan gak ada yang ganggu.
Mencintai suami orang boleh kok Ra, syaratnya jangan dibilang2 sama siapa2 cukup doakan semoga dia bahagia bersama istrinya🤣🤣 tapi tenang Adrian masih singgle, belum saatnya kamu tahu tapi nanti setelah kamu bertemu dengan Naura.
pasti ada rasa ingin jadi pl4kor😂
aduhh kasihan Ansara sudah membatin mulu, Eh masih nyangka Adrian dah menikah punya anak..
2025-01-09
39
Niͷg_Nσͷg
cie..cie...uhuk uhukk crit crit crut crutt..auhh readers ikutan senyum2, guling2, nemplok tembok 🤣🤣
hehhh ngapain belajar di tempat sepi? pasti kamu mau modusin ansara kan ad? jangan modus teruss..kalau suka cepat sat set gitu 🤭 selalu cari kesempatan saja wkwkwk
Adrian sudah kebelett...tapi nggak berani tampil? padahal maunya tium bibil ansara, tapi takut kena tabokk..akhirnya hanya berani tium botolll bekas bibil ansara 🤣🤣 waduhhh aku pingin Jadi BOTOL minumnya saja oeyyy wkwkwk
2025-01-09
14
Niͷg_Nσͷg
nahhh lohhh...nih authornya juga ikutan deg2gan, pasti nulisnya sambil senyum2 sendiri 🤭 nulis lancar sampai lanjar...untung bukan lanjaran kacang 🤣🤣✌️
2025-01-09
4