" Ughhh kemana lagi harus nyari kerja. Buset deh, dah ngelamar kesana kemari tapi nggak ada yang nyantol barang satu aja. Semua bawaan sih, yang kagak punya koneksi macem gue mana bisa dapet kerja cepet. Haaah sueeee lah."
Seorang wanita muda tampak frustasi di depan laptop miliknya. Sudah sejak 3 bulan dia lulus dari akademi keperawatan, namun belum juga mendapatkan pekerjaan.
Puluhan surat lamaran sudah ia kirim ke berbagai tempat, namun tidak ada satu pun yang memanggilnya. Sekedar wawancara pun tidak. Padahal dia sangat membutuhkan pekerjaan.
Gistara Heera Adawiyah, gadis berusia 24 tahun itu hanya hidup berdua dengan sang ibu. Ayahnya sudah meninggal sejak 2 tahun yang lalu karena kecelakaan. Dan sekarang ibunya juga tengah sakit. Gista atau Gigis biasa dia dipanggil itu berharap untuk segera mendapat kerja demi pengobatan sang ibu.
Danti Nafisah, dia menderita penyakit bronkitis yang lumayan parah. Memang benar untuk pengobatan mereka mendapat bantuan dari jaminan kesehatan sosial, tapi untuk perawatan dan hidup sehari-hari, Gista membutuhkan biaya juga.
Saat ini Gista berada di sebuah apotek milik keluarga temannya. Bukannya tidak bersyukur, tapi Gista memang membutuhkan pekerjaan yang memberinya gaji lebih besar.
" Woiii balik, udah waktunya balik."
" Kampret ngagetin gue aja sih Lo. Eh udah balik gawe Lo ya."
Seorang pemuda menepuk bahu Gista dengan keras. Dari cara mereka berbicara, agaknya keduanya sudah saling mengenal dengan akrab.
" Victor, gimana kerja di rumah sakit?"
Gista menutup laptopnya. Hari sedang hujan jadi apotek yang ia jaga juga sepi dari pembeli. Maka dari itu Gista bisa santai membuka portal lowongan pekerjaan yang ada di laman pencarian maupun di media sosial.
" Nothing special, ya namanya kerja yang pasti capek. Lo tahu kan perawat macam kita tuh selalu wira-wiri. Apalagi gue sekarang ada di UGD, beuuuh kayak kagak ada berhentinya tahu nggak Gis."
Meskipun Victor bercerita dengan penuh rasa lelah, Gista tetap iri dengan temannya itu. Karena dia juga ingin merasakan apa yang Victor rasakan.
Victor dan Gista adalah teman sepermainan dari kecil. Dan mereka kebetulan juga menempuh pendidikan yang sama. Hanya saja Victor lebih beruntung, dia langsung diterima bekerja. Tapi Victor ini tidak ada orang dalam yang membantunya masuk. Dia murni bisa masuk dengan usahanya sendiri. Mungkin ini lah yang dinamakan rezeki.
" Dah Lo buruan balik, nanti nyokap Lo nunggu lagi. Bentar lagi juga ini mau gue tutup. Semangat Gis, gue yakin Lo bakalan dapet kerjaan seperti yang Lo mau."
Gista tersenyum, persahabatannya dengan Victor memang sudah melewati universe kalau kata anak-anak jaman sekarang. Pasalnya tak jarang mereka saling mencaci tapi pada akhirnya mereka kembali baik.
Dan, baik Victor maupun Gista benar-benar bisa berteman tanpa melibatkan hati. Mungkin beberapa orang tidak akan percaya bahwa adanya persahabatan antara pria dan wanita, tapi tidak dengan mereka berdua. Victor dan Gista tidak pernah memiliki perasaan spesial satu sama lain. Malahan Victor sudah menganggap Gista sebagai adiknya sendiri.
" Thanks ya Vic, Gue harap Lo betah juga kerjanya."
Gista memasukkan laptopnya ke dalam tas. Tidak lupa dia juga mengenakan jas hujan, meskipun sudah tidak deras tapi tetap saja kalau mengendarai motor tanpa memakai jas hujan akan membuat tubuhnya basah. Lagipula Gista tidak ingin ibunya khawatir jika melihat dirinya basah kuyup.
Bruuum
Gista mencengkeram gas motornya, sebelum ia meninggalkan apotek, dirinya masih sempat melambaikan tangannya ke arah Victor. Victor pun membalasnya dengan senyuman yang lebar juga.
Hembusan nafas keluar dari mulut pemuda itu. Sebenarnya dia cukup merasa iba dengan kondisi Gista. Diusianya yang masih muda, dia sudah jadi tulang punggung keluarganya. Tapi beruntung Gista masih bisa menyelesaikan pendidikannya. Semua itu tidak lepas dari peran baik keluarga Victor.
Mereka berteman sedari kecil jadi kedua orang tua Victor juga mengenal orang tua Gista, dan di saat terpuruk Gista juga Danti, orang tua Victor lah yang membantu mereka.
Tapi bagi Gista semua itu adalah sebuah pinjaman yang harus dikembalikannya suatu hari nanti. Meskipun Victor dan kedua orang tuanya berkata bahwa mereka tidak mengharapkan itu, tapi Gista tetap kukuh akan mengembalikannya meski dengan waktu yang lama.
" Lho Gista udah balik kah Vic? Padahal Mami mau ngasih dia ini. Tadi Mami masak banyak."
" Diiih lagian Mami, kalau mau ngasih tuh dari tadi lah disiapin lalu dikasihin. Udah pulang tuh anaknya, dah taruh aja di situ biar aku anterin nanti."
Frisca adalah nama maminya Victor, mereka masih keturunan Tionghoa dan Frisca juga begitu menyayangi Gista bak anaknya sendiri.
Drtzzz
Ponsel Victor berbunyi. Itu merupakan sebuah notifikasi dari grup para perawat yang ada dirinya di dalamnya. Sebenarnya ia enggan sekali mengikuti grup semacam itu, tapi mau tidak mau dia harus ikut karena banyak informasi penting di sana.
< Eh ada info nih. Siapa yang butuh loker, Dokter Sai nyari perawat buat anaknya? FYI gajinya mayan gede lho guys>
< T-tapi tapi, kalau gue mah ogah ya. Lo pada tau kan kalau yang bakalan di rawat tuh Dokter Haneul. Buseeet deh ngeri kali, dia udah nggak ramah kayak dulu>
< Bener cuy, malahan ya kata temen gue yang pernah kerja di sana, Dokter Haneul jadi tempramen abis. Udah habis 7 perawat kalau nggak salah. Setiap orangnya cuma bertahan seminggu, paling lama 2-3 minggu, gila nggak tuh>
Victor membaca sambil mengerutkan keningnya. Ia awalnya tidak tertarik tapi karena di situ menyebutkan sebuah lowongan kerja, maka ia pun membaca setiap pesan demi pesan yang masuk.
Selama 2 bulan bekerja di rumah sakit, dia hanya pernah mendengar bahwa ada dokter hebat yang tiba-tiba vakum dari keprofesiannya karena sebuah kecelakaan. Namun tidak ada yang tahu pasti bagaimana kondisi jelasnya.
" Apa aku ngasih tahu ini ke Gigis aja kali ya, tapi bukannya katanya orang yang bakalan di rawat itu punya kepribadian yang buruk ya? Hmmm enaknya gimana ini kasih tahu ke tuh anak apa nggak. Yang jelas kalau dikasih tahu pasti tuh anak bakalan nyoba meskipun gue bilang bahaya sekalipun. Kita pikirin nanti aja lah, mandi dulu."
Victor meletakkan ponselnya. Menutup chat di grup para perawat yang sebenarnya masih ramai membicarakan Dokter yang bernama Haneul. Bagi orang baru seperti Victor, mungkin nama itu masih asing, tapi tidak dengan perawat yang sudah bekerja lama di sana.
Semua cerita di grup pesan itu sangat berkembang, dari sebelum kecelakaan hingga setelah kecelakaan yang terjadi pada Haneul. Bukabn hanya itu teori-teori konspirasi pun muncul. Dari kira-kira bagaimana kecelakaan tersebut terjadi hingga dugaan bahwa kecelakaan itu disengaja.
Sayangnya Victor tidak membaca semua itu. Yang jadi fokus Victor hanya tentang loker yang disebutkan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Nanik Kusno
Sabar Hanuel.... harus ikhlas menerima semua cobaan... ujian yang akan membawamu pada hal yang lebih bagus...☺️☺️☺️
2025-01-14
0
Dewi Kasinji
pingin banget punya sahabat sprt itu... yg bener2 murni sahabat . mau cewek ato cowok , tapi aku gak pernah punya
2024-12-13
0
Rahma Inayah
fix gigis yg bakal.jd perawat hanuel dan nnt nya istri masa dpn nya nnt
2024-11-22
0