Alan masuk kedalam rumahnya dengan tergesa-gesa, ia tidak sabar ingin mengutarakan ketidaksetujuannya.
"Mam, yang benar aja masa aku harus menikah dengan anak kecil." protes Alan begitu ia dan kedua orang tuanya sudah didalam rumah. Ia masih berdiri menahan kekesalannya, belum lagi tingkah Marsha yang menurutnya aneh dan kekanakan membuat Alan tidak habis pikir bisa-bisanya ia dinikahkan dengan anak yang masih berstatus pelajar.
"Keluarganya tidak ada masalah, kenapa kamu yang keberatan." ucap Damar sambil berjalan memasuki ruang keluarga.
"Pap, come on. Dia masih sekolah, umurnya juga belum cukup dua puluh tahun."
"Al, minggu depan umurnya delapan belas tahun, menurut undang-undang usia delapan belas tahun bukan usia anak dibawah umur lagi. Sehari setelah itu kalian menikah." Sania duduk di sofa diruang keluarga dan menepuk pelan sofa sebelahnya untuk meminta Damar duduk disampingnya.
"Jadi tadi kalian ngobrolin apa aja?" tanya Sania ingin tahu.
Alan mengernyit mengingat waktunya yang dihabiskan bersama Marsha hanya dengan diam dan tatapan sinis tidak jelas dari Marsha.
"Apa yang mau di obrolkan Mam, aku itu beda generasi sama dia jelas nggak akan nyambung." keluhnya kemudian.
Damar menghela napas berat dan panjang, ia menatap Alan dengan lelah. "Al, sebenarnya kamu ingin memegang perusahaan atau tidak? Ini adalah tahun terakhir kamu dan kamu harus menikah. Nggak ada waktu lagi untuk cari-cari yang lain, jalankan sesuai wasiat kakekmu. Menikah, selesai." Damar kembali mengingatkan tujuan pernikahannya.
"Jangan kamu pikir Mami asal menikahkan kamu ya, Al. Mami belajar dari pengalaman. Sudah lama sekali Mami mencari sesuai bibit, bebet dan bobot. Mereka keluarga baik dan terpandang, kebetulan perusahaannya sedang bermasalah butuh suntikan dana dan memiliki anak perempuan yang siap menikah, kenapa enggak. Perusahaan kita bekerja sama dengan mereka juga tidak akan rugi, Al."
Damar dan Sania tidak menceritakan tentang Maya kepada Alan. Sebenarnya mereka juga kaget kenapa tiba-tiba keluarga Zlatan malah menggantikan Maya dengan Marsha. Namun kejujuran keluarga Zlatan tentang kaburnya Maya tidak membuat mereka mengurungkan perjodohan dan kerjasama bisnis mereka. Justru mereka merasa dihargai atas kejujurannya itu dan juga karena mereka tidak memiliki waktu lagi untuk mencari yang lain.
Toh Marsha pun dari keluarga yang sama, walaupun usianya terpaut jauh dengan Alan tidak ada aturan hukum yang akan mereka langgar, apalagi Marsha hanya butuh satu tahun ajaran lagi untuk meluluskan tingkat SMA-nya. Dan setelah Sania bertemu langsung dengan Marsha membuat ia tidak menyesali keputusannya dan semakin yakin dengan pilihannya.
"Marsha gadis yang cantik, Al. Dia juga berprestasi, dan Mami juga sudah lihat beberapa lukisannya yang menakjubkan. Keinginan Mami mempunyai anak perempuan bisa terwujud deh lewat Marsha. Kamu harus menikahinya." Sania berdiri dan beranjak dari ruang keluarga, ia rasa sudah cukup informasi yang perlu Alan ketahui.
Alan bergeming, memang syarat wasiat dari mendiang kakeknya adalah ia sudah harus menikah sebelum berumur 28 tahun. Jika tidak ia tidak akan mendapatkan warisan apapun, tidak boleh turut mengelola perusahaan manapun. Terdengar kejam, tapi begitulah isi surat wasiatnya demi sebuah keturunan agar harta warisannya bisa ada yang mengelolanya kelak.
"Oh ya Al, karena kamu baru balik, Papi sudah urus untuk masa percobaan kamu bisa menjadi guru disekolah kita." Alan mengernyit, ia lulusan bisnis dan sudah bergelar doktor kenapa harus terjun ke dunia pendidikan.
"Yah isi waktu kosong aja dulu, sambil kamu pantau sekolah peninggalan nenek. Anggap aja belajar bersosialisasi sebelum kamu benar-benar ambil alih perusahaan."
~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments