Tidak ada perpisahan yang terasa manis

Ting...

Delvia baru saja merebahkan tubuhnya di kasur saat ponselnya menerima notifikasi pesan masuk. Delvia mengeluarkan gawai pintarnya, gadis itu tersenyum mendapati pesan yang di kirimkan oleh Dikta.

“Kamu sudah sampai?” Tanya Dikta di dalam pesan.

Delvia bergegas membalas karena tidak ingin Dikta mengkhawatirkannya. “Sudah, baru saja mas. Mas Dikta sudah pulang?”

“Aku masih di rumah sakit. Istirahatlah, jangan lupa minum obatmu dan mandilah dengan air hangat. Sampai jumpa besok siang Delvia.”

Kedua bibir Delvia terapit, dia sedang menjilat ludahnya sendiri karena sebelumnya dia berjanji untuk tidak terpikat oleh Dikta, nyatanya sekarang dia tidak bisa menahan senyumnya gara-gara mendapat pesan dari Dikta. Mungkinkah Delvia sedang kasmaran?

Berendam di air hangat sudah, makan dan minum obat juga sudah, sekarang saatnya Delvia untuk tidur, mengistirahatkan tubuhnya sebelum esok kembali ke Jakarta. Namun sepertinya Delvia harus menunda istirahatnya karena ponselnya kembali berdering, dia mendapat panggilan telefon dari Sari. “Hallo Sari?” sapa Delvia membuka percakapan.

“Hallo Del, kamu sudah sampai hotel?”

“Sudah dari tadi Sar.”

“Syukurlah. Gimana kondisi kakimu?” Dari suaranya, Sari masih terdengar khawatir.

“Sudah membaik. Kamu sudah di rumah Sar?”

“Sudah!”

Saat sedang berbincang dengan Sari, tiba-tiba Delvia teringat akan sesuatu. “Mm Sar, boleh tanya sesuatu nggak?”

“Apa?”

“Tadi kan mas Dikta yang bayarin biaya perawatan aku, terus mau aku ganti mas Diktanya nggak mau, kira-kira aku harus belikan apa yang buat mas Dikta sebagai ucapan terima kasih?”

Sari terkekeh di seberang sana, tak menyangka si cuek Dikta memiliki siasat yang sangat cerdik. “Mas Dikta kan dokter, belikan saja jam tangan. Jadi nanti setiap liat jam dia teringat kamu!”

Benar saja, setelah istirahat di hotel, malamnya Delvia pergi ke pusat perbelanjaan, rencananya dia akan membeli jam tangan sesuai saran dari Sari. Meski kakinya masih belum pulih, namun Delvia merasa sangat bersemangat. Cukup lama memilih, akhirnya Delvia menemukan jam yang menurutnya cocok untuk Dikta. Delvia segera membungkusnya dan tak sabar untuk memberikannya kepada Dikta besok siang.

Saat kembali ke hotel, Delvia begitu terkejut melihat sosok yang tak asing sedang berdiri di lobby hotel. “Mas Dikta,” panggilnya seraya mendekat sosok tersebut.

Sang pemilik nama menoleh, pria itu segera tersenyum setelah mendapati Delvia berdiri di hadapannya. “Hay Del,” sapa Dikta dengan ekspresi yang sukar di jelaskan. Antara kaget dan terpesona saat melihat penampilan Delvia yang begitu berbeda dari sebelumnya. Delvia tampak begitu anggun mengenakan dress berwarna mocca.

“Mas Dikta ngapain di sini?” Delvia bertanya karena penasaran.

“Aku mau makan malam di sini. Restoran di hotel ini makanannya enak-enak. Kamu sudah makan malam?” modus, bilang saja ingin mengajak Delvia makan malam, tidak perlu basa-basi mas, mas.

“Belum sih,” Delvia menjawab apa adanya meski sedikit ragu.

“Bagaimana kalau kita makan malam bersama. Aku yang traktir,” ajak Dikta penuh semangat.

“Saya saja yang traktir mas, saya tidak mau merepotkan mas Dikta lagi,” tolak Delvia sungkan.

“Kamu sudah janji mau traktir makan besok siang, jadi sekarang aku yang traktir!” Dikta masih bersikeras.

“Besok siang tetap saya traktir kok mas, sekarang biar saya juga yang bayar!”

“Tidak bisa. Begini saja, kita bayar masing-masing!”

Karena tak ingin berdebat lagi, Delvia mengangguk setuju. Keduanya saling melempar senyum setelah memaksa untuk saling mentraktir. Mereka sudah berada di dalam restoran dan memilih meja yang berada di dekat jendela dengan pemandangan taman di luarnya.

“Terima kasih mas,” ucap Delvia setelah Dikta membantu menarik kursi untuknya.

“Hm,” Dikta menyusul Delvia duduk, dia lalu memberikan buku menu pada Delvia. “Steak di restoran ini lumayan enak,” Dikta merekomendasikan steak pada Delvia. Saat Delvia sedang memilih menu, secara terang-terangan Dikta menatap wajah Delvia. Malam ini Delvia tampak semakin cantik, apalagi rambut panjangnya tergerai lurus, hal yang baru di lihat Dikta malam ini karena saat di gunung Delvia menutupi kepalanya dengan buff.

“Kalau begitu saya pesan steak dan air putih saja mas!” Delvia menutup buku menu, gadis itu salah tingkah saat mendapati Dikta sedang menatapnya tanpa berkedip. Delvia menyisipkan rambut ke belakang telinganya, dia benar-benar gugup. “Ada apa mas? Apa di wajah saya ada yang aneh?”

“Aku baru tau kalau rambutmu sangat cantik,” puji Dikta tanpa ragu.

Glek...

Bersusah payah Delvia meneguk ludahnya, benar-benar Dikta membuatnya mati kutu. “Terima kasih,” ya, Delvia hanya bisa berterima kasih atas pujian Dikta.

Setelahnya tak banyak perbincangan di antara mereka. Keduanya fokus pada makanan masing-masing, sesekali Dikta menatap Delvia yang sedang menikmati makan malamnya.

Baru beberapa suap steak masuk ke dalam mulutnya, tiba-tiba ponsel Dikta berdering, dia mendapat panggilan dari rumah sakit.  Sebagai sopan santun, Dikta meminta izin pada Delvia untuk mengangkat panggilan tersebut.

“Panggilan dari rumah sakit ya mas?” tanya Delvia seraya menatap Dikta, sejak menutup telefon Dikta terlihat gusar.

“Ya. Ada pasien darurat, sepertinya aku...

“Cepat pergi mas, pasienmu menunggu,” potong Delvia sebelum Dikta merampungkan kalimatnya.

“Maaf,” Dikta tampak menyesal karena harus meninggalkan Delvia.

“Tidak perlu minta maaf mas, saya mengerti kesibukan kamu. Pergilah,” jawab Delvia bijak.

Dikta mengangguk, dia lalu menghabiskan air putih di gelas. Sebelum pergi Dikta mengeluarkan kartu dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja. “Bayarlah dengan kartu ini, kamu juga bisa memesan yang lainnya. Maaf karena aku tidak bisa menemani sampai makananmu habis,” ucap Dikta tanpa jeda, dia benar-benar tak memberi kesempatan Delvia untuk bicara. Sebelum pergi Dikta sempat bertindak melewati batas, dia mengusap kepala Delvia dengan lembut, hal yang sangat ingin dia lakukan sejak  bertemu Delvia di lobby.

Delvia menatap kepergian Dikta seraya memegangi kepalanya, dia tak percaya Dikta berani mengusap kepalanya dan anehnya Delvia sama sekali tidak marah.  

Sial, semalaman suntuk Delvia sama sekali tak bisa tidur. Gadis itu gelisah, terkadang tersenyum sendiri saat mengingat kejadian di restoran bersama Dikta. Sudah terlanjur pagi dan Delvia masih terjaga, Delvia memilih untuk mengemas barang-barangnya yang tak seberapa.  

Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa sore ini Delvia harus kembali ke Jakarta. Perasaan tak rela menyelimuti hati, kebahagiaan singkat bersama teman-teman barunya akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Beranjak siang Delvia meninggalkan hotel, sebelum pergi ke stasiun, gadis itu mampir ke sebuah restoran demi menepati janjinya pada Dikta. “Mas, saya sudah di restoran,” Delvia mengirim pesan pada Dikta, berharap Dikta segera datang karena mereka tak memiliki banyak waktu.

Delvia menatap papper bag yang berada di atas meja, di dalamnya terdapat jam tangan yang semalam tak sempat Delvia berikan kepada Dikta. Sudah 20 menit Delvia menunggu, namun Dikta tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. “Mas, kamu sudah sampai dimana? Keretaku berangkat sebentar lagi.” Delvia kembali mengirim pesan, namun tak ada balasan dari Dikta.

Waktu menunggu habis, Delvia beranjak dari duduknya, gadis itu menghampiri kasir seraya membawa hadiah untuk Dikta. “Permisi mbak, apa saya boleh minta tolong?” tanya Delvia sopan.

“Tentu!”

“Saya harus pergi, tapi teman saya belum datang. Saat dia datang tolong berikan ini padanya. Jika dia tidak datang, tolong kirimkan ini ke rumah sakit yang ada di pusat kota, nama penerimanya Dokter Dikta,” Delvia memberikan beberapa lembar uang kepada kasir tersebut dan segera meninggalkan restoran.

Sedih, kecewa, marah? Entah perasaan mana yang sedang Delvia rasakan. Delvia hanya merasa tidak seharusnya dia begitu berharap pada Dikta, tidak seharusnya dia begitu antusias pada pria yang baru di kenalnya. Delvia menggeret  kopernya dengan perasaan campur aduk. Seharusnya dia tetap pada pendiriannya, tidak ada pria yang benar-benar bisa di percaya. “Selamat tinggal,” ucap Delvia seraya melangkahkan kakinya masuk ke dalam kereta.

 

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

Yusi Lestari

Yusi Lestari

ada saja modusnya Dikta agar bisa ketemu Delvia🤭sabar ya Delvia mungkin Dikta masih menangani pasiennya jadi gak bisa menepati janjinya

2024-11-16

0

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Mungkin sesuatu terjadi ama Dikta
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan

2024-11-16

0

Cah Suwung

Cah Suwung

hiks sedih

2024-11-24

0

lihat semua
Episodes
1 Titik dari segala awal
2 Ranu Kumbolo dan ceritanya
3 Penolakan yang memikat
4 Mitos dan harapan
5 Kesempatan dalam kesempitan
6 Pintar memanfaatkan keadaan
7 Tidak ada perpisahan yang terasa manis
8 Saling menyesal
9 Tidak cocok
10 Dewasa dan segala kerumitannya
11 Keputusan di tengah keterpaksaan
12 Pihak yang saling membutuhkan
13 PERTUNANGAN
14 Kisah yang berakhir sebelum di mulai
15 Permainan Takdir
16 Bukan Jodoh
17 Kewarasan yang di pertaruhkan
18 Bulan madu
19 Sesal Tiada Arti
20 Bukan orang asing
21 Cinta atau Obsesi
22 Bukan Dikta yang aku nikahi
23 Memohon untuk hal yang mustahil
24 Peperangan melawan diri sendiri
25 Melupakan hanya sebuah alasan
26 Mayuri Attire
27 Kecewa akan ekspetasi sendiri
28 Sebesar cinta Dikta
29 Jangan benci aku
30 TEORI BENANG MERAH
31 Everything must be reason
32 Lihat dan rasakan
33 Hadiah yang tertunda
34 Dikta selalu ada
35 Beda kamar
36 Dunia terlalu sempit
37 Hampir tertangkap
38 Hara dan Emilya?
39 Fakta
40 Tidak ada hantu didunia ini
41 Wanita itu adalah kakak iparnya
42 Obsesi bentuk lain dari cinta
43 Dikta di cari polisi
44 Tidak bisa menahan diri
45 Delvia dan segala alibinya
46 Siasat Hera
47 Jauhi Dikta
48 Kegilaan Maya
49 Tentang memar di lengan Erika
50 Apa yang terjadi pada Erika?
51 Mencari bantuan
52 Selalu saja Delvia
53 Pemilik detak jantung
54 Kegilaan Dikta
55 Mencintai Delvia adalah keputusanku
56 Sebuah kutukan
57 Meminta bantuan Bagus
58 Rumit
59 Chlorofom
60 Visum
61 Rahasia Delvia dan Bagus
62 Jurang tanpa dasar
63 Dunia terlalu kejam
64 Harapan orang tua Dikta
65 Keributan di rumah Bagus
66 Bertukar cerita
67 Teman spesial
68 Kekasih bayaran
69 Kembar
70 Benarkah kami anak kandung mama?
71 Apa rencanamu?
72 Tinggalkan dia!
73 Sang pemain
74 Kisah pelik
75 Aku akan menunggu
76 Semuanya berakhir
77 Gejolak emosi
78 Tidak tau diri
79 Memeluk dan tidur bersama
80 Delvia adalah takdirku
81 Berita tentang perselingkuhan
82 Siapa pelakunya?
83 wajah asli Hera
84 Apa alasannya?
85 Bukan cinta jika berakhir menyakiti
86 Hasutan Hera
87 Gejolak aneh
88 Berpegang janji
89 Rencana Maya
90 Ramuan setan
91 Mama macam apa?
92 Kambing hitam
93 Perasaan Tamak
94 Kemarahan Julian
95 Tentang fakta
96 Dikta yang Delvia cintai
97 Alasan Hera membenci Delvia
98 Malam tragis
99 Kritis
100 Donor hati
101 Kesalahan dan karma
102 Penyusup
103 Lolos dari maut
104 Perceraian
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Titik dari segala awal
2
Ranu Kumbolo dan ceritanya
3
Penolakan yang memikat
4
Mitos dan harapan
5
Kesempatan dalam kesempitan
6
Pintar memanfaatkan keadaan
7
Tidak ada perpisahan yang terasa manis
8
Saling menyesal
9
Tidak cocok
10
Dewasa dan segala kerumitannya
11
Keputusan di tengah keterpaksaan
12
Pihak yang saling membutuhkan
13
PERTUNANGAN
14
Kisah yang berakhir sebelum di mulai
15
Permainan Takdir
16
Bukan Jodoh
17
Kewarasan yang di pertaruhkan
18
Bulan madu
19
Sesal Tiada Arti
20
Bukan orang asing
21
Cinta atau Obsesi
22
Bukan Dikta yang aku nikahi
23
Memohon untuk hal yang mustahil
24
Peperangan melawan diri sendiri
25
Melupakan hanya sebuah alasan
26
Mayuri Attire
27
Kecewa akan ekspetasi sendiri
28
Sebesar cinta Dikta
29
Jangan benci aku
30
TEORI BENANG MERAH
31
Everything must be reason
32
Lihat dan rasakan
33
Hadiah yang tertunda
34
Dikta selalu ada
35
Beda kamar
36
Dunia terlalu sempit
37
Hampir tertangkap
38
Hara dan Emilya?
39
Fakta
40
Tidak ada hantu didunia ini
41
Wanita itu adalah kakak iparnya
42
Obsesi bentuk lain dari cinta
43
Dikta di cari polisi
44
Tidak bisa menahan diri
45
Delvia dan segala alibinya
46
Siasat Hera
47
Jauhi Dikta
48
Kegilaan Maya
49
Tentang memar di lengan Erika
50
Apa yang terjadi pada Erika?
51
Mencari bantuan
52
Selalu saja Delvia
53
Pemilik detak jantung
54
Kegilaan Dikta
55
Mencintai Delvia adalah keputusanku
56
Sebuah kutukan
57
Meminta bantuan Bagus
58
Rumit
59
Chlorofom
60
Visum
61
Rahasia Delvia dan Bagus
62
Jurang tanpa dasar
63
Dunia terlalu kejam
64
Harapan orang tua Dikta
65
Keributan di rumah Bagus
66
Bertukar cerita
67
Teman spesial
68
Kekasih bayaran
69
Kembar
70
Benarkah kami anak kandung mama?
71
Apa rencanamu?
72
Tinggalkan dia!
73
Sang pemain
74
Kisah pelik
75
Aku akan menunggu
76
Semuanya berakhir
77
Gejolak emosi
78
Tidak tau diri
79
Memeluk dan tidur bersama
80
Delvia adalah takdirku
81
Berita tentang perselingkuhan
82
Siapa pelakunya?
83
wajah asli Hera
84
Apa alasannya?
85
Bukan cinta jika berakhir menyakiti
86
Hasutan Hera
87
Gejolak aneh
88
Berpegang janji
89
Rencana Maya
90
Ramuan setan
91
Mama macam apa?
92
Kambing hitam
93
Perasaan Tamak
94
Kemarahan Julian
95
Tentang fakta
96
Dikta yang Delvia cintai
97
Alasan Hera membenci Delvia
98
Malam tragis
99
Kritis
100
Donor hati
101
Kesalahan dan karma
102
Penyusup
103
Lolos dari maut
104
Perceraian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!