Mitos dan harapan

Fajar menyingsing, nyanyian burung liar bersahut-sahutan bak alarm yang di sediakan oleh alam.  Delvia perlahan membuka mata, gadis itu meregangkan kedua tangannya sebelum akhirnya keluar dari tenda.

Langit masih di dominasi warna gelap, di ufuk timur sang surya masih malu-malu untuk memamerkan keperkasaannya. Delvia menarik garis senyum, kali ini senyuman tanpa paksaan yang nampak begitu memesona. Benar kata orang, alam adalah pelipur terbaik saat seseorang tengah terluka.

Para pendaki yang berkemah di Ranu Kumbolo mulai keluar dari tenda masing-masing, mereka tak ingin melewatkan momen matahari terbit dari salah satu tempat terindah di Gunung Semeru.

“Pagi Delvia,” sapa Sari dengan ceria, gadis itu berdiri di samping Delvia seraya mengikuti arah pandang Delvia.

Delvia menoleh seraya tersenyum tipis. “Pagi Sari.”

“Morning everybody,” ujar Eko dengan gaya tengilnya. Rupanya dia tak datang seorang diri karena Tofa, Wayan, Bagus dan Dikta mengikutinya di belakang.

“Mornang, morning, sok enggres kamu Ko,” sahut Sari sambil terkekeh.

“Yo biarin, yang penting aku happy. Bener nggak mbak Delvia?” Eko mencari perlindungan dari Delvia.

Delvia mengangguk seraya menahan senyum. “Biarin aja Sar, yang penting Eko senang!”

Guyonan di antara mereka terus berlanjut, hanya Dikta yang tampak sibuk dengan ponselnya. Dengan alibi memotret keindahan alam, nyatanya diam-diam Dikta tengah memotret obyek yang tak kalah cantik dari lukisan semesta, Delvia Mayuri.

Kemah telah usai, setelah sarapan pagi dan briefing singkat oleh Tofa, mereka kembali melanjutkan pendakian.  Sama seperti posisi awal, Dikta tetap berada di baris paling belakang dan Tofa sebagai pemimpin kelompok.

Beruntung pagi belum terlalu terik  saat mereka melewati tanjakan curam yang di kenal dengan nama Tanjakan Cinta.

“Konon katanya, barang siapa yang melewati Tanjakan Cinta ini tanpa melihat ke belakang, maka hubungan percintaannya dengan pasangan akan langgeng,” ucap Dikta dengan nafas tak teratur.

Delvia menarik sudut bibir, senyuman mengejek jelas tergambar di wajahnya. Bagaimana tidak, kedua kalinya Dikta membahas mitos.

“Terus yang jomblo gimana nasibnya mas?” tanya Wayan tanpa menoleh, pemuda itu pun sedikit berteriak agar Dikta bisa mendengar pertanyaannya.

“Pikirkan seseorang yang kamu sukai, mitosnya orang tersebut akan berbalik menyukaimu dan kalian akan bersama selamanya,” jawab Dikta mengada-ada. Namun Dikta berharap jika kebohongannya akan menjadi kenyataan. Untuk itu dia menyuarakan sebuah nama di dalam hati. “Delvia Mayuri.”

“Dasar pembohong,” gumam Delvia tak percaya.

Usai melewati Tanjakan Cinta, mereka lalu dipertemukan dengan Oro-oro Ombo. Oro-oro Ombo ialah padang yang luas dimana berisikan rumput, pepohonan dan juga salah satu tanaman cantik namun mematikan, Verbena brasiliensis. Di tempat ini, Tofa mengizinkan anggota kelompoknya untuk beristirahat sejenak, mereka memanfaatkan waktu singkat tersebut untuk mengabadikan momen yang entah kapan akan terulang lagi.

“Ayo kita foto bersama,” ucap Tofa seraya mengeluarkan ponselnya. Setelah mendapat persetujuan dari semua anggotanya, Tofa meminta tolong pada pendaki lain untuk memotret kelompoknya. Entah kebetulan atau sudah di rencanakan sehingga posisi Delvia dan Dikta tepat bersebelahan.

Matahari semakin meninggi, langkah kaki semakin berat dan peluh semakin bercucuran, apalagi kini mereka di hadapkan dengan jalur tanah yang menanjak dan terjal.

“Hati-hati, jalurnya cukup licin,” teriak Tofa memberi peringatan.

Beberapa menit sejak Tofa memberi peringatan, tiba-tiba kaki Eko tergelincir, pemuda itu kehilangan keseimbangan dan tubuhnya terjatuh. Karena posisi jalur menanjak, tubuh Eko pun terguling ke bawah, menabrak Sari hingga tubuh Sari limbung dan menabrak Delvia  yang persis berada di belakangnya.

Kedua mata Delvia membelalak, namun dia tak sempat menghindar sehingga tubuh mungilnya  terhempas dan berguling ke bawah. Naas, saat itu Dikta kurang waspada, dia kehilangan momen untuk menahan tubuh Delvia dan Sari yang hampir bersamaan berguling ke arahnya.

“Ya Tuhan. Cepat kejar mereka!” teriak Bagus panik, sementara itu tubuh Eko tertahan pohon besar sehingga terguling tak terlalu jauh.

Dikta menuruni jalur dengan seksama, meski mencemaskan Delvia dan Sari namun dia tetap harus waspada, jangan sampai dia ikut tergelincir dan jatuh.

Di bawah sana, Sari telah di tolong oleh beberapa pendaki lain, sementara nasib Delvia masih belum di ketahui.

“Mas cepat tolong Delvia,” ucap Sari cemas.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Dikta memastikan.

“Aku baik-baik saja, cepat cari Delvia mas!” Sari memohon dengan mata berkaca-kaca.

“Cepat cari Delvia, aku akan membantu Sari,” perintah Bagus begitu tiba di tempat sari.

Dikta mengangguk, pria itu kembali turun di ikuti oleh Tofa.  Tepat di bawah pohon besar, Delvia meringkuk seraya memegangi pahanya yang tampak mengeluarkan darah.  Dikta segera menghampiri Delvia dan mengusir pendaki yang tengah mengerubungi Delvia tanpa menolong.

Pikiran Dikta kacau, dia kalut dan reflek merengkuh tubuh Delvia ke dalam pelukannya. “Maaf,” ucap Dikta dengan air mata tertahan dan nafas yang tak beraturan.

“Kaki Delvia terluka, cepat obati dia!” Tofa terkejut melihat tetesan darah merembes keluar dari celana Delvia.

Dikta sontak melepas pelukannya, dia lalu mendudukkan Delvia dan memeriksa luka di paha Delvia. “Sepertinya lukanya cukup dalam, aku harus mengobatinya. Kau tidak keberatan untuk melepas celanamu kan?”

“Melepas celana? Disini?” tanya Delvia tak percaya.

“Ya. Lukamu harus di obati sebelum infeksi!”

Delvia tampak ragu. “Tapi saya malu,” cicitnya pelan.

Dikta paham  akan kerisauan Delvia, dia menoleh dan menatap Tofa gusar. “Berapa lama lagi untuk sampai Kelik?” (Kelik\= batas pendakian yang di rekomendasikan)

“Tidak jauh lagi, sekitar 20 menit!”

“Kamu bisa membawa dua tas?” tanya Dikta lagi.

Tofa mengangguk, tanpa di beri tahu pun dia paham dengan maksud Dikta.

“Bagus,” Dikta mengeluarkan syal dari tas carriernya, lalu membalutkannya ke paha Delvia yang terluka dan mengikatnya dengan cukup kencang. “Turun terlalu berbahaya, aku akan mengobatimu di atas. Apa kamu masih bisa berjalan?”  Dikta menatap Delvia dengan mimik serius.

“Saya tidak tahu!” Delvia menjawab ragu.

“Aku akan memapahmu naik!”

“Kamu serius?” tanya Delvia.

“Hm. Tidak ada pilihan lagi, ayo cepat berdiri!”

Di saat seperti ini Delvia memilih untuk mendengarkan Dikta. Delvia yakin sebagai seorang dokter Dikta lebih tau yang terbaik untuknya. Dengan sisa tenaga yang di miliki Delvia mencoba berdiri, terasa begitu menyakitkan memang, namun dia harus bertahan demi sampai di Kelik dan mendapat pertolongan medis.

Perjalanan terasa semakin berat, di jalur pendakian yang menanjak Dikta harus memapah Delvia dan memastikan luka di kaki Delvia tidak mengalami pendarahan. 20 menit perjalan terasa begitu lambat, jalur tanah kini berubah menjadi batu dan kerikil, menandakan mereka akan segera tiba di Kelik.

Bagus yang lebih dulu sampai di Kelik sedang mendirikan tenda di bantu oleh Wayan. Sementara Eko hanya duduk dengan ekspresi penuh sesal.

“Mereka sampai,” Bagus berlari menghampiri Dikta, membantu temannya memapah Delvia menuju tenda.

Setelah mencuci tangannya, Dikta masuk ke dalam tenda seraya membawa tas medis berukuran kecil. Delvia cukup tanggap, gadis itu telah melepas celana panjangnya, menyisakan celana pendek, memamerkan paha putihnya yang di penuhi noda darah.

“Kamu benar-benar dokter kan?” tanya Delvia saat Dikta membuka tas medisnya.

“Tentu saja!”

Sebagai seorang dokter, sudah menjadi kebiasaan untuk selalu membawa tas medis kemanapun Dikta pergi. Dengan hati-hati Dikta memeriksa luka di paha Delvia. “Syukurlah lukanya tidak separah yang aku pikirkan,” ucapnya lega. Dikta lalu membersihkan luka Delvia dan mengobatinya. Luka telah di perban, Dikta lalu memberikan obat untuk Delvia. “Minum ini!”

“Obat apa itu?”

“Pereda nyeri! Cepat minum, aku akan mendirikan tenda!”

Saat Dikta akan keluar, tiba-tiba Delvia bersuara. “Terima kasih.”

“Ya!”

Sesaat setelah Dikta keluar, Sari dan Eko masuk ke dalam tenda, menghampiri Delvia dengan perasaan bersalah.

“Mbak Delvia, maafin aku ya. Semua ini gara-gara aku tidak hati-hati,” ucap Eko menyadari kelalaiannya.

Delvia tersenyum seraya menepuk pundak Eko. “Aku baik-baik saja kok, kamu tidak perlu menyalahkan diri!”

“Aku juga minta maaf ya Del, aku tidak sempat menghindari Eko!” sambung Sari murung.

“Sudah-sudah, kalian tidak perlu merasa bersalah. Aku baik-baik saja. Aku mau istirahat , apa kalian bisa keluar sebentar?” Delvia mencoba menghibur Sari dan Eko.

“Baik mbak, kita akan keluar. Selamat istirahat ya mbak!”

Delvia merebahkan diri, menatap langit-langit tenda yang tak seberapa tinggi. Meski terluka dan besar kemungkinan tidak bisa naik ke puncak, namun Delvia merasa beruntung bertemu dengan teman yang baik dan peduli padanya.

Sementara di luar tenda, Tofa sedang merundingkan kondisi Delvia bersama teman-temannya. “Delvia mungkin tidak bisa naik ke puncak,” tutur Tofa.

“Kalau gitu biar Eko di sini menemani mbak Delvia. Semua ini juga salah Eko!” Eko menimpali.

“Biar Sari aja, Sari kan cewek pasti mbak Delvia lebih nyaman!” sambung Sari karena masih merasa bersalah.

“Bagaimana kalau lukanya infeksi, apa kalian bisa menanganinya?” sela Dikta seraya menatap Eko dan Sari secara bergantian. “Kalian naiklah, aku yang akan menemaninya!”

“Hah?”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Modus Dikta Nih
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan

2024-11-13

0

lihat semua
Episodes
1 Titik dari segala awal
2 Ranu Kumbolo dan ceritanya
3 Penolakan yang memikat
4 Mitos dan harapan
5 Kesempatan dalam kesempitan
6 Pintar memanfaatkan keadaan
7 Tidak ada perpisahan yang terasa manis
8 Saling menyesal
9 Tidak cocok
10 Dewasa dan segala kerumitannya
11 Keputusan di tengah keterpaksaan
12 Pihak yang saling membutuhkan
13 PERTUNANGAN
14 Kisah yang berakhir sebelum di mulai
15 Permainan Takdir
16 Bukan Jodoh
17 Kewarasan yang di pertaruhkan
18 Bulan madu
19 Sesal Tiada Arti
20 Bukan orang asing
21 Cinta atau Obsesi
22 Bukan Dikta yang aku nikahi
23 Memohon untuk hal yang mustahil
24 Peperangan melawan diri sendiri
25 Melupakan hanya sebuah alasan
26 Mayuri Attire
27 Kecewa akan ekspetasi sendiri
28 Sebesar cinta Dikta
29 Jangan benci aku
30 TEORI BENANG MERAH
31 Everything must be reason
32 Lihat dan rasakan
33 Hadiah yang tertunda
34 Dikta selalu ada
35 Beda kamar
36 Dunia terlalu sempit
37 Hampir tertangkap
38 Hara dan Emilya?
39 Fakta
40 Tidak ada hantu didunia ini
41 Wanita itu adalah kakak iparnya
42 Obsesi bentuk lain dari cinta
43 Dikta di cari polisi
44 Tidak bisa menahan diri
45 Delvia dan segala alibinya
46 Siasat Hera
47 Jauhi Dikta
48 Kegilaan Maya
49 Tentang memar di lengan Erika
50 Apa yang terjadi pada Erika?
51 Mencari bantuan
52 Selalu saja Delvia
53 Pemilik detak jantung
54 Kegilaan Dikta
55 Mencintai Delvia adalah keputusanku
56 Sebuah kutukan
57 Meminta bantuan Bagus
58 Rumit
59 Chlorofom
60 Visum
61 Rahasia Delvia dan Bagus
62 Jurang tanpa dasar
63 Dunia terlalu kejam
64 Harapan orang tua Dikta
65 Keributan di rumah Bagus
66 Bertukar cerita
67 Teman spesial
68 Kekasih bayaran
69 Kembar
70 Benarkah kami anak kandung mama?
71 Apa rencanamu?
72 Tinggalkan dia!
73 Sang pemain
74 Kisah pelik
75 Aku akan menunggu
76 Semuanya berakhir
77 Gejolak emosi
78 Tidak tau diri
79 Memeluk dan tidur bersama
80 Delvia adalah takdirku
81 Berita tentang perselingkuhan
82 Siapa pelakunya?
83 wajah asli Hera
84 Apa alasannya?
85 Bukan cinta jika berakhir menyakiti
86 Hasutan Hera
87 Gejolak aneh
88 Berpegang janji
89 Rencana Maya
90 Ramuan setan
91 Mama macam apa?
92 Kambing hitam
93 Perasaan Tamak
94 Kemarahan Julian
95 Tentang fakta
96 Dikta yang Delvia cintai
97 Alasan Hera membenci Delvia
98 Malam tragis
99 Kritis
100 Donor hati
101 Kesalahan dan karma
102 Penyusup
103 Lolos dari maut
104 Perceraian
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Titik dari segala awal
2
Ranu Kumbolo dan ceritanya
3
Penolakan yang memikat
4
Mitos dan harapan
5
Kesempatan dalam kesempitan
6
Pintar memanfaatkan keadaan
7
Tidak ada perpisahan yang terasa manis
8
Saling menyesal
9
Tidak cocok
10
Dewasa dan segala kerumitannya
11
Keputusan di tengah keterpaksaan
12
Pihak yang saling membutuhkan
13
PERTUNANGAN
14
Kisah yang berakhir sebelum di mulai
15
Permainan Takdir
16
Bukan Jodoh
17
Kewarasan yang di pertaruhkan
18
Bulan madu
19
Sesal Tiada Arti
20
Bukan orang asing
21
Cinta atau Obsesi
22
Bukan Dikta yang aku nikahi
23
Memohon untuk hal yang mustahil
24
Peperangan melawan diri sendiri
25
Melupakan hanya sebuah alasan
26
Mayuri Attire
27
Kecewa akan ekspetasi sendiri
28
Sebesar cinta Dikta
29
Jangan benci aku
30
TEORI BENANG MERAH
31
Everything must be reason
32
Lihat dan rasakan
33
Hadiah yang tertunda
34
Dikta selalu ada
35
Beda kamar
36
Dunia terlalu sempit
37
Hampir tertangkap
38
Hara dan Emilya?
39
Fakta
40
Tidak ada hantu didunia ini
41
Wanita itu adalah kakak iparnya
42
Obsesi bentuk lain dari cinta
43
Dikta di cari polisi
44
Tidak bisa menahan diri
45
Delvia dan segala alibinya
46
Siasat Hera
47
Jauhi Dikta
48
Kegilaan Maya
49
Tentang memar di lengan Erika
50
Apa yang terjadi pada Erika?
51
Mencari bantuan
52
Selalu saja Delvia
53
Pemilik detak jantung
54
Kegilaan Dikta
55
Mencintai Delvia adalah keputusanku
56
Sebuah kutukan
57
Meminta bantuan Bagus
58
Rumit
59
Chlorofom
60
Visum
61
Rahasia Delvia dan Bagus
62
Jurang tanpa dasar
63
Dunia terlalu kejam
64
Harapan orang tua Dikta
65
Keributan di rumah Bagus
66
Bertukar cerita
67
Teman spesial
68
Kekasih bayaran
69
Kembar
70
Benarkah kami anak kandung mama?
71
Apa rencanamu?
72
Tinggalkan dia!
73
Sang pemain
74
Kisah pelik
75
Aku akan menunggu
76
Semuanya berakhir
77
Gejolak emosi
78
Tidak tau diri
79
Memeluk dan tidur bersama
80
Delvia adalah takdirku
81
Berita tentang perselingkuhan
82
Siapa pelakunya?
83
wajah asli Hera
84
Apa alasannya?
85
Bukan cinta jika berakhir menyakiti
86
Hasutan Hera
87
Gejolak aneh
88
Berpegang janji
89
Rencana Maya
90
Ramuan setan
91
Mama macam apa?
92
Kambing hitam
93
Perasaan Tamak
94
Kemarahan Julian
95
Tentang fakta
96
Dikta yang Delvia cintai
97
Alasan Hera membenci Delvia
98
Malam tragis
99
Kritis
100
Donor hati
101
Kesalahan dan karma
102
Penyusup
103
Lolos dari maut
104
Perceraian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!