Saat ini tak ada ruang yang tersisa untuk ku bertahan, kehangatan sesaat ternyata tipu daya untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Telah lelah rasanya berdoa menanti keajaiban, bukan karena tak percaya kuasa illahi namun terlebih pada diri ini yang sudah tak sabar menunggu.
Ya Robbku,
Apakah aku salah menjatuhkan hatiku padanya
Kekasih halal yang datang tiba-tiba
Kini nestapa hati yang kurasa
Benarkah semua ini?
Langkah apa yang bisa kulakukan kini
Haruskah aku pergi
Meninggalkan semua kepiluan hati
Mohon berikan petunjukMu
Ketenangan dan kesabaran dalam jiwaku, sehingga ku mampu memberikan langkah terbaik dalam hidupku.
Untaian doa dalam kesunyian malam, mewujudkan tanda kepasrahanku pada Sang Khaliq. Derai air mata saat kubuka kembali vidio pernikahan sederhana, selembar kertas kontrak nikah dan bukti pernikahan. Melihat foto-foto kenangan, teringat akan perkataan Danial menyadarkanku bahwa pernikahan ini hanya tinggal hitungan hari.
Tanpa tidur semalaman, aku berkemas di pagi harinya. Sudah kumantapkan hati untuk menenangkan diri. Sudah ku pesan sebuah travel untuk membawaku ke daerah Cipanas puncak. Tempat di mana aku bisa menenangkan diri.
Tiga jam perjalanan akhirnya sampai aku sebuah pondok karantina tahfiz, tanpa mengabari pengurus pondok. Aku turun dari mobil travel dengan sebuah koper besar. Tempat ini masih sama seperti dulu, dua tahun yang lalu saat aku menimba ilmu di sini setelah hijrahku dari dunia perbankan.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabbarokatuh"
Sapaku pada anak-anak perempuan kecil yang sedang berkelompok menghapal. Mereka kemudian datang bersalaman denganku, masih ada beberapa anak yang ku kenal di sana.
"Apa kabar neng sholehah?"
Ku peluk anak yang dulu sangat dekat denganku. Dia hanya senyum-senyum saja dan berlari kembali.
"Apa kabar umi?"
Aku menyalami umi memeluknya erat. Umi sedikit kaget dengan pelukanku, dan bisikan kata rindu dariku.
"Aku Kiara umi,dari Lampung"
"Astaqfirullahaladzhim, kak kiara dari Lampung beneran"
Ia sangat terkejut, terkejut akan perubahan wajah dan tubuhku. Ia memutar-mutar tubuhku seakan tak percaya.
"Iya umi, ini kiara. Umi, abi kakak dan anak-anak apa kabar?"
"Alhamdulillah ayok masuk"
Anak-anak yang tak menyangka aku Kiara hanya melihatku dari ujung kaki hingga kepala.
"Beneran ini kak kiara?"
Kata nisa seolah menyakinkan dirinya. Aku mengangguk. Mereka berhambur memelukku.
"Kangen kak"
"Kakak juga kangen kalian, makanya kakak ke sini"
"Kakak mau jadi musrifah lagi atau karantina" tanya Neng yang masih erat memelukku.
"Karantina sayang"
"Berapa lama"
"Satu bulan insyaa allah"
Umi memandangiku seakan masih tak percaya.
"Udah anak-anak sekarang waktunya kalian qoinullah, nanti kangen-kangenannya dilanjut lagi kan kak kiara juga masih mau lama di sini. Anak-anak menurut dan melepaskan pelukannya, mereka masuk asrama dan berebut nomor kamar mandi. Yah suasana yang kurindukan, keceriaan, keramahan, ketenangan dari rumah tahfidz ini.
Segera kuurus administrasiku meski umi menolak, namun saat kukatakan untuk sedekah barulah beliau menerimanya. Aku pernah mengabdi di sini setidaknya satu tahun lamanya. Aku butuh ketenangan saat ini, saat ku tahu kontak pernikahanku tersisa dua hari lagi. Aku tak membicarakan apa masalahku pada umi, yang beliau tahu aku ingin menghapal qur'an kembali.
"Ya Allah semoga ini jalan terbaik untukku" bisikku dalam hati
Tok-tok
"Assalamualaikum, kakak karantina bangun dong sholat tahajud"
"Walaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh anak manis, kakak-kakak udah pada bangun kok. Semua udah pada sholat?"
"Ini pada mau mulai kak"
"Oke siap"
Suasana pagi pukul tiga di pondok ini semua yang bernyawa bernama manusia telah bergerak, mempersiapkan diri dalam sajadah panjang menghadap Illahi. Sudah dua minggu di pondok ini, ketenangan mengalir dalam jiwa yang telah lama gersang dengan kesendirian dan kesibukan dunia.
Melakukan tahajud bersama dilanjutkan sholat witir. Deru doa yang indah dibacakan musrifah yang membuat hati-hati menangis mengingat dosa-dosa. Di sinilah ketenangan itu berada, jauh hingar bingar dunia, lantunan ayat-ayat suci al-qur'an dari bibir-bibir indah jiwa-jiwa para penghapal qur'an.
Tiada hari tanpa qur'an, full dua puluh empat jam. Meski hari ini hari libur karena hari ahad. Tak hanya santri pondok, tapi juga karantina.
"Kak Kia, pasar yuk?"
Ajak jasmine teman karantinaku yang masih berusia tujuh belas tahun.
"Yang lain mau pada ke pasar?"
Tanyaku
"G tau tuh kak, tapi kayaknya pada mau ke pasar deh"
"Kalo mau ke pasar semua ya udah kakak ikut"
"Gitu dong kak, ahad kemarin kan kakak g ikut. Rajin banget ngapal"
"Enggak ngapal orang main sama anak-anak. Kangen main sama mereka"
"Kak kia, main yuk"
Ajak ais santri terkecil berusia delapan tahun.
"Kak kia mau ke pasar sayang, mau pesen apa"
"Ikut kak"
Ujarnya sambil bergelayut manja di pangkuanku
"G boleh sama umi sayang, ais pesen apa insyaa allah kalo ada kakak beliin"
"Beneran"
Aku mengangguk
"Tanya ma kakak-kakak yang lain boleh?"
"Boleh, catet aja yang kalian mau".
"Yey"
Ais melonjak kegirangan, dan segera menghambur pada kakak-kakak santri yang lain. Saat yang lain sibuk mencatat pesanan, aku berganti baju untuk bersiap ke pasar.
"Kak kia dah siap"
"Kak bintang udah siap?"
"Udah kak"
"Siangan katanya mereka"
"Ya udah ayok"
Aku dan Bintang pun keluar kamar, catatan jajanan pun sudah diberikan. Aku celingak-celinguk mencari umi, untuk pamitan.
"Umi g ada kak, lagi ke tempat ikhwan"
Ujar acha salah satu santri.
"Oh ya udah, tolong pamitin sama kak ayu ya, kak kia sama kak bintang ke pasar dulu"
"Iya kak"
"Kakak pamit ya, Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh"
"Walaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh"
Aku berdua naik angkutan umum ke pasar dengan ongkos empat ribu rupiah. Pasar cipanas memang tidak jauh dari pondok, bahkan dulu aku pernah pagi-pagi berjalan dari pondok ke pasar tak sampai satu jam aku sudah sampai.
Pukul sebelas lewat tiga puluh aku pulang dari pasar. Semua pesanan sudah didapatkan, aku dan bintang segera bergegas ke pondok, agar tak melewatkan sholat dzuhur berjamaah.
Sesampainya di pondok anak-anak sudah menanti, dan aku pun memberikan jajanan pesanan mereka. Namun alangkah terkejutnya, saat mataku bersitatap dengan matanya di teras pondok. Aku dan Bintang kemudian masuk pondok lewat pintu belakang.
Hatiku gusar, bagaimana begitu mudahnya aku ditemukan. Aku langsung ke kamar mandi, berwudhu untuk menguatkan diri. Cukup lama aku di kamar mandi hingga ketukan pintu menyadarkanku.
"Kak Kia dipanggil umi di depan"
"Iya sebentar"
Aku pun keluar setelah mengelap wajahku yang basah dengan handuk.
"Umi manggil Kia"
"Iya sayang, sini duduk samping umi"
Aku mengangguk, laki-laki itu tak melepas pandangannya dari diriku.
"Kak Kia"
Panggil Abi suami umi yang juga pengasuh pondok.
"Iya Abi"
"Kenal dengan laki-laki ini"
Abi menunjuk laki-laki yang duduk di sebelahnya. Tanpa melihat aku mengangguk.
"Benar dia suami kak kia"
Tanya abi kembali
Suami, masihkah dia suamiku?. Batas waktu kontrak pernikahan kami telah berakhir beberapa hari lalu. Masihkah dia suamiku, bahkan hatikupun bertanya-tanya.
"Kiara, kenapa tidak dijawab pertanyaan Abi?"
Alex menatapku lembut, dan aku masih terdiam.
"Kiara, kita harus bicara. Masalah kita tidak selesai jika kau terus menerus pergi seperti ini"
Aku menatap marah dengan perkataannya, seolah-olah di sini aku yang bersalah. Sebagai istri yang tidak menurut pada suaminya. Dengan memendam amarah, dan menghela nafas berat.
"Benar abi, umi laki-laki ini suami kia, maaf abi,umi"
"Nak Alex sudah bercerita tentang rumah tangga kalian, lebih baik saat ini kalian bicara. Ikutlah dengan Nak Alex. Bicaralah dari hati ke hati dan baik-baik insyaa allah akan ketemu jalan keluarnya"
"Iya bi"
"Kiara, ikutlah denganku sekarang"
Ajak Alex yang menarik lenganku, aku melepaskan tangannya.
"Sebentar lagi dzuhur lebih baik pergi setelah sholat, abi, umi Kia masuk ke dalam dulu"
Akupun langsung bergegas masuk kamar, air mata yang sejak tadi ku tahan akhirnya keluar sesampainya di kamar mandi. Isak tangisku ku tahan agar tak keluar suara.
"Kenapa hadir lagi saat aku sudah mulai memperoleh ketenangan dan melupakan?"
Bisik hatiku, kumandang adzhan tak lama terdengar. Akupun segera menghapus air mataku dengan air wudhu. Dan keluar untuk sholat berjamaah, terlihat anak-anak santri sudah duduk rapi sambil membaca qur'an.
#######
**Alhamdulillahirrobbil alamin
Sudah sampai Chapter 8
yuks pantengin terus and dang lupa ya
jejak-jejakmu sangat berarti untukku 😁😁😁
Voteeee komeneeee likeeee and poineeeee
syukron ❤😍🙏🤲😁😁😁😁**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Dessy Ghaisani
kayak yang diulang ya chapter 8 dan 9...
2021-06-01
0
Zaza ira
bawa 5 like tambahan dulu ya kk
2021-01-23
1
Mei Shin Manalu
Like like like
2021-01-22
2