Mentari tengah beranjak keperaduannya, sinar keemasan menunjukkan senja datang menyapa. Keheningan menyapa, di balkon kamar menyendiri menatap sang langit yang akan memudar berganti warna. Gelap, masih tertahan di sini seperti biasa tiga puluh lima tahun ini dijalani. Sendiri, di mana sang sahabat, terbang dalam bayang lukisan indah cerita film. Yah, aku sendiri tak percaya kata sahabat, ada kecewa dan luka di hati ini mendengar kata itu.
Ketukan pintu membuyarkan lamunanku,teh neng menyapa dalam balutan mukena putihnya.
"Sholat yuk teh, sekalian seperti biasa ajari kami mengaji"
Lukisan senyum menyungging di bibir ini,
"Sedang libur teh, oh ya mengaji mandiri dulu aja ya. Dan minta tolong, doakan saya dapet pekerjaan"
Ia mengangguk, berlalu pergi.
Wanita itu 40 tahun usianya, memiliki dua orang anak yang tiga bulan ini menemaniku saat keluar rumah. Aku tak pernah ijin suami jika keluar, tak ada kontak dan tak pernah ada kabar. Sebulan sudah sejak kedatangannya dan lagi hanya berita kemesraannya yang sampai di mata dan telinga.
Allah kabulkan doaku, mengangkatku dalam keterpurukan ekonomi, hingga ayah tak lagi bekerja. Meski dalam proses kredit, setidaknya tidak lagi mengontrak, membuka warung kecil-kecilan di rumah dari jatah bulanan yang ku kirimkan.
Allah juga mengabulkan doaku, menikah melepas status lajang yang mendera. Dan Allah pun memberi tantangan lain saat doa-doaku dikabulkannya, menjadi sosok yang diuji dengan sabar oleh pernikahan yang mungkin tak diharapkan oleh suamiku sendiri.
Kulihat foto dan vidio pernikahan, tetesan air mata kembali menyapa. Hembusan nafas berat selalu datang dihelaan nafas yang terhirup. Andito Alex Putrajaya, usia dua puluh lima tahun, pekerjaan wiraswasta hanya data itu yang ku tahu dari suamiku. Tertuang dalam selembar kertas bukti pernikahan siri yang diberikan oleh pihak keluargaku dan lembar pernikahan kontrak.
Kuletakkan kepala bertumpu pada kedua tangan yang terjulur duduk di atas sofa, menatap luar dengan kegelapan tanpa nyala lampu. Kehampaan dan kekosongan tatapan menyapa, menangisi hal yang mestinya tak kutangisi. Beberapa lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan telah dilayangkan, tak satupun panggilan. Jangankan interview, panggilannya saja tak pernah menyapa meski sebulan ini sudah berusaha.
"Ya Robbku, usaha apalagi yang harus hamba lakukan"
Kuusap wajah dengan kasar, dingin menyapa tak kuhiraukan hingga tanpa sadar diri ini terlelap dalam bawah sadar meski air mata masih membekas.
Badan terasa menggigil, flu melanda, demam kurasa. Wajah pucat memaksakan tetap tersenyum, melangkahkan kaki menuju dapur. Mengambil madu berniat untuk mencampurnya dengan air hangat.
"Ya Allah teteh pucat amat itu muka"
Teh neng memegang kepalaku,
"Teteh demam kenapa g bilang, ya udah duduk aja sana, teteh mau apa biar saya siapin"
Ia menuntunku menuju bangku di meja makan,
"G papa teh, paling juga masuk angin bentaran aja juga sembuh biasanya"
"Ya udah teteh mau apa?"
"Minta tolong seduhin madu, jahe dengan air hangat, maaf teh ngerepotin"
"Atu enggak teh, sudah kewajiban saya toh tetehkan majikan saya"
Aku hanya tersenyum mendengar kata majikan, sejak kapan aku menjadi majikan. Setahuku selama hidup akulah yang menjadi pekerja bahkan pernah menjadi asisten rumah tangga.
"Saya kerokin mau teh"
Aku menggeleng
"Teteh kemarin tidur di balkon ya"
Lagi-lagi hanya senyuman yang kutampilkan
"Sabar ya teh, aden orangnya baik kok, insyaa allah teteh doain semoga aden segera membuka hatinya dan siapa itu tunangannya cepet putus"
" Enggak boleh gitu teh, emang saya bukan siapa-siapanya"
"Siapa bilang, teteh kan istrinya"
"Hanya siri teh"
Dan cuma setahun ucapku dalam hati.
"Madunya teh, cepet sembuh ya biar bisa masak,ngaji dan nanem-nanem lagi kan asik"
"Makasih teh, saya ke kamar dulu"
"Apa perlu saya hubungin aden teh"
Sejenak aku berfikir
"Punya nomornya"
Ia mengangguk
"Boleh saya minta teh?"
"Oh iya, bentar saya ambil hpnya dulu, sudah saya kirim teh kontaknya"
"Makasih, oh ya tolong jangan kabari apapun keadaan saya. Saya g mau nganggu teh, kalaupun dia harus tau biar tau dari saya"
"Ia teh, cepet sehat"
Aku pun melangkah menuju kamar, berharap demam ini segera sembuh. Esok harinya demam ini makin menjadi, pagi-pagi dengan tubuh lemas aku bolak balik kamar mandi untuk muntah. Teh neng yang setia menungguku bingung sendiri, karena ku menolak minum obat-obatan kimia.
Ia memijit, mengompres, menyuapi dan meminumkan air jahe dan madu, disela-selanya ia mengaji disampingku. Tiga hari berlalu demamku sudah mulai turun, aku mulai bisa tidur dengan lelap.
"Teh, teteh bangun ada dokter mau periksa"
Teh neng membangunkanku, reflek kutoleh kanan dan kiri, mencari jilbabku namun tak kutemukan.
"Tenang teh, dokternya cewek"
Ujar teh neng, akupun menarik nafas lega
Tak lama berselang, dokter muda itu menghampiriku.
"Sudah berapa lama demamnya?"
Tanyanya
"Tiga hari ini dok,tapi sudah turun dan insyaa allah sudah sehat kok"
Ucapku
Dokter itu tersenyum,
"Kata bu neng g mau minum obat kimia ya?"
Tersenyum lagi-lagi aku hanya tersenyum
"G pa-pa sih, tapi dari pada lama demamnya turun mending obatnya diminum dulu untuk meredakan baru kemudian herbal kalo sudah reda"
"Iya dokter,terima kasih"
"Udah g pa-pa kok, masih pucat tapi tetep cantik kok"
"Makasih dokter, oh ya nama dokter siapa?"
"Dira, kalau ada apa-apa segera panggil saya. Saya dokter pribadi pak alex, jadi bertanggungjawab atas semua keluarga pak alex termasuk sedikit banyak rahasianya"
"Saya kia, terima kasih dokter"
"Panggil saya Dira saja mbak"
Aku hanya mengangguk,
"Istirahat dan tenangkan fikiran, jangan dibuat stress, cepet sembuh mbak saya pamit dulu"
Dokter Dira pergi diantar teh neng ke depan, tak lama berselang saat mata ini hendak terpejam pintu kamar terbuka kembali.
"Mbak akan segera bekerja setelah sembuh, saya sudah menempatkan mbak di Lampung kebetulan Regional Managernya bermasalah, jadi diganti. Namun sebelum itu dalam waktu singkat mbak akan saya ajari beberapa hal berkaitan dengan pekerjaan mbak nantinya, saya anggap mbak tidak akan keberatan"
"Iya Mas, terima kasih"
Bahagianya hati ini melihat sosoknya duduk di tepi ranjang menatapku.
"Besok lagi kalau sakit segera hubungi saya ya mbak, jangan sampai berhari-hari"
"Teh neng yang ngasih tau mas"
"Iya"
"Makasih ya atas perhatiannya"
"Sudah kewajiban saya untuk membuat mbak sehat selalu, kelak ketika saya kembalikan ke orang tua mbak, kan harus sehat"
Baru saja hati ini berbunga, terhujam lagi dengan kata terakhirnya, senyum getir pun terpampang di wajah pucatku.
"Ya sudah mbak istirahat, dua hari lagi saya kesini. Pastikan mbak dah sehat karena mbak akan mulai belajarnya"
Dia berlalu pergi meninggalkanku, seperti biasa hanya senyumannya yang membekas diingatan.
"Ya Allah, apakah aku mulai menyukainya, rasa senang dan sakit datang bersamaan apakah ini yang dinamakan cinta, jika benar maka kumohon ya Robb, jatuh cintakan aku pada orang yang tepat dan Kau ridho akan anugrah cinta ini"
####$
Chapter 2 ya hehehee
like vote, poin, comennn ditunggu ya guys..🤲❤❤😁😁😁😍😍🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Siti Rofiatin
semanggatt...😍
2021-05-24
0
BELVA
slm kenal ya ka
2021-01-27
0
nana-chan
sukses selalu teh rini
bagus novel nya
2021-01-25
2