Sinar mentari menerpa wajahku, mata ini perlahan terbuka melihat jendela yang ternyata tirainya sudah terbuka. Kulihat jam di hanphone meski ada jam dinding di depanku.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Aku segera terbangun, namun
"Allahu Akbar"
Aku meringis saat jarum di tanganku terlepas begitu saja, baru kusadari jika aku masih terinfus.
"Teteh sudah bangun"
Aku melihat ke arah pintu, Teh Neng muncul dengan susu hangat dan sarapan paginya.
"Kok enggak bangunin Teh, saya terlambat kerja nih teh"
Ujarku mencoba untuk bangun, namun ditahan oleh Teh Neng.
"Teh, lho infusnya lepas. Teteh mau kemana?"
"Mau mandi siap-siap kerja teh"
"Teh, aden tadi bilang dua hari ini teteh g usah masuk kerja katanya gitu"
"Saya sudah sehat, nih udah kuat"
Seraya menunjukkan tangan dan berdiri tersenyum
"Teteh bisa aja, tetep teh nurut kalo suami bilang toh perusahaannya kan punya suami"
"Teh, saya ini cuma karyawan. Teteh kan tau itu"
"Udah enggak usah ngeyel Teh, ntar Aden marah serem lho"
"Bisa aja teteh ini, oh ya mau tanya dong yang gantiin baju sama ganti daleman siapa, bukan Alex kan?"
Aku mendekatinya menelisik, ia senyum-senyum sendiri.
"Teteh, jangan bilang Alex semuanya"
"Rahasia ih"
"Teh please dong, beneran deh kasih tau"
Teteh hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum-senyum, semakin membuatku penasaran.
"Teteh"
Aku benar-benar memohon kali ini
"Teteh mandi dulu, nanti saya ceritain"
"Beneran teh"
Aku menatapnya seakan masih tak percaya janjinya. Lalu ia mengangguk.
"Yeay, jangan bohong lho teh kalo bohong gaji kupotong"
Ujarku sambil berjalan menuju kamar mandi.
Acara mandiku akhirnya selesai juga, bergegas ke dapur untuk menemui Teh Neng, tak sabar menunggu ceritanya. Melihatku di dapur teh neng hanya geleng-geleng kepala.
"Di kamar aja teh, sarapannya kan di sana, kata aden g boleh keluar kamar dulu"
"Kan tetehnya di sini, gimana mau dengar cerita"
"Ya elah teh masih penasaran aja"
"Ya pingin taulah, kan malu teh kalo bener-bener Alex yang gantiin"
"Cieee yang merona wajahnya kayak tomat mateng"
"Ishh teteh mah jangan menggoda atuh, hayuk ah buru"
"Pingin tau aja apa tau banget"
"Pingin tau banget teteh, cepetan yuk katanya tadi g boleh keluar kamar, si teteh malah lama"
"Hayuk ah"
"Ayuk teh buru cerita"
Kataku menarik lengannya Teh Neng untuk duduk di sebelahku di atas kasur.
"Itu sarapannya belum di makan"
Teh Neng menunjuk sarapanku yang masih utuh belum tersentuh
"Gampang itu mah, nanti aja"
"Teteh sarapan dulu baru deh saya cerita"
Tetap pada pendiriannya, Teh Eneng menyuruhku sarapan. Meski sudah kubujuk-bujuk ia tetap menggeleng, akhirnya aku pun sarapan.
"Ni udah"
Kataku sambil menunjukkan mangkok bubur yang sudah kosong, padahal aku paling tidak suka bubur.
"Tuh susunya"
Tunjuk teh neng pada segelas susu yang masih utuh.
"Diminum teh"
"Heeh"
"Saya kan enggak suka susu teh"
"Harus minum, kalo enggak saya g cerita, gimana"
"Jahat amat teteh sama saya"
Aku pun lagi-lagi terpaksa meminum makanan dan minuman yang kurang kusukai. Pada akhirnya akupun harus menawarkan rasa ditenggorokan ini dengan mencari-cari permen, agar tidak muntah. Teh Neng memang tau aku tak menyukai ke duanya, namun makanan dan minuman itu ternyata setelah ku tahu Alex yang membuatkannya, sehingga mau tak mau aku memakannya.
Ceritapun akhirnya mengalir, dari bagaimana sikap Alex, dari pingsan hingga proses pergantian pakaian. Aku senyum-senyum sendiri mendengar cerita itu, hingga wajah memerah seperti tomat matang karena rasa malu yang teramat sangat sekaligus bahagai, apakah Alex sudah membuka hatinya untukku?.
Sejak cerita itu mengalir dari Teh Neng, aku gundah. Di sisi lain aku bahagia akan perhatiannya dan bertanya-tanya benarkah ia sudah membuka hatinya?, namun di sisi lain aku ragu, melihat kemesraan di vidio-vidio bersama kekasihnya masih saja beredar di mana-mana.
Meskipun begitu aku sangat malu, seumur hidup baru kali ini aku membiarkan laki-laki dekat denganku, malu meski tanpa kesadaran tetap saja bayangan cerita peristiwa itu membuat wajahku terus merona.
Yah pada akhirnya aku memilih untuk menghindarinya, aku membuat sarapan pagi-pagi sekali, menyiapkannya dan meminta Teh Neng untuk menyediakannya ke meja makan untuk Alex. Setelah itu aku pun langsung kabur ke tempat kerjaku.
Empat hari berlangsung, aku tanpa bertemu dengannya. Ia menelpon dan mengirim pesan, namun tak pernah kubalas. Ahh bagaimana tidak, aku yang tidak pernah pacaran, bersentuhan dengan laki-laki kini... apakah kalian bisa membayangkan, aku merasa sudah tak suci lagi meski dalam keadaan darurat.
Gemetar rasanya mengingat betapa Teh Neng meledekku yang terus saja terngiang di telinga. Membuat malu ku makin menjadi-jadi.
Rekan-rekan kerja melihatku aneh sekaligus takut. Karena beberapa kali pesan datang kepada Pak Jo agar aku menemuinya di ruang kerjanya, namun tak pernah aku tanggapi. Hingga membuat Pak Jo dan tim kerjaku berfikir, bahwa aku adalah mangsa sang CEO yang terkenal killer itu.
Pagi ini seperti biasa aku sudah berada di ruang kerjaku, setelah pagi di rumah hampir saja bertemu. Saat ia memanggilku, tak kuhiraukan panggilannya. Aku berlari menuju ojol yang ku pesan, meskipun ku tahu ia berlari mengejarku. Aku masih belum siap, fikirku.
Beberapa rekan kerjaku belum datang, karena waktu baru menunjukkan pukul tujuh sedangkan jam kantor pukul Delapan. Setidaknya pukul tujuh tiga puluhan baru karyawan ramai mulai berdatangan.
Aku membaca beberapa pesan, sebelum memulai pekerjaan. Membalas pesan teman-teman atau menanyakan kabar teman-teman yang sudah lama tidak bicara. Berselancar di medsos, mendengarkan beberapa ceramah singkat dari ustad-ustad favorite. Hingga beberapa karyawan datang, terheran-heran melihatku yang duduk tenang.
Tanda menyadari, ada tatapan marah di depan sana. Beberapa rekan kerjaku bahkan sudah ada yang berkeringan dingin. Hingga baru ku sadari, colekan Tina menunjuk ke depan. Memberitahuku siapa yang di sana. Aku kaget hingga tak tahu harus berbuat apa, berbalik badan dan tanpa sadar berusaha menyembunyikan diri di bawah meja.
Suara ketukan meja terdengar, namun pura-pura telinga ini tak mendengar.
"Cahya Kiara keluarlah"
Suara itu tegas memerintah, namun tetap tak bergeming.
"Datang ke ruangan saya sekarang, atau kamu akan lihat surat PHK semua orang yang ada di ruangan ini"
Aku terkejut, kenapa ia melibatkan semuanya. Hingga kuyakinkan diri untuk membuang rasa malu, memberanikan diri keluar dari bawah meja, berdiri namun tetap tak berani menatapnya.
Aku hampir mendengar suara tawa yang tertahan. Sambil menahan tawa,
"Datang ke ruangan saya segera IBU CAHYA KIARA"
Dengan penekanan di nama, ia keluar dan akhirnya tertawa membuat semua bergidik sekaligus heran dengan apa yang ditertawakan. Kecuali diriku yang menyadari, saat wajahku berubah memerah seperti tomat karena rasa malu.
"Merah amat tuh wajah"
Kompak semua mengarah ke sumber suara, yang tak lain suara Tina yang kemudian menunjuk ke arahku. Semua kini menatapku, mempertanyakan dan memohon untuk diselamatkan. Karena mereka perfikir karier mereka di ujung tanduk. Pak Jo menghampiriku,
"Segeralah ke ruangannya, tak ada alasan lagi untuk menghindar. Maafkan kami"
Aku mengangguk, dan yang lain juga meminta maaf. Iba kepadaku karena mereka berfikir aku telah melakukan kesalahan yang besar dan tak termaafkan. Beberapa orang menguatkanku, dengan pelukan dan kata-kata, sungguh suasana menjadi haru.
###$$$$
**Alhamdulillah yeay kelar chapter 6 heheee
lanjut yuks ke chapter selanjutnya
tapi ingettt ya 😁😁😁😍**
**tinggalkan jejakmu
voteee comennn likeee and poin
makasih muachhhjj😍😁😁😁❤🙏🤗🤗**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Nur Syamsi
dasar laki" Tdk punya perasaan, ada istri diluar main pr
2024-10-03
0
Dessy Ghaisani
badan Segede kebo ngumpet dikolong meja....dh tau tadi dh liat mlh ngumpet.....ampun deeeeh
2021-06-01
0
re
❤❤❤❤❤❤❤❤
2021-04-25
0