10. bangkit dari keterpurukan

Setelah masa izinya habis, Fatima sudah mulai bekerja lagi di perusahaan Farid. Ia tetap menjalani rutinitasnya seperti biasa. Seperti saat ini, Fatima sedang menjelaskan persentasi penjualan produk baru mereka yang mengalami peninggakatan pesat sampai tingginya permintaan pasar dan berakibat saham perusahaan Farid kini meningkat di bursa saham.

Berbeda dari penampilannya yang dulu, kini Fatima tidak gugup lagi. Malah ia lebih percaya diri membawakan persentasi kali ini.

Fatima pun mengakhiri persentasi dirinya. Semua orang yang hadir di ruang rapat bertepuk tangan untuk pencapaian dan kerja keras mereka yang telah berjasa dalam lancarnya dan dapat diterimanya produk mereka dipasaran.

"Terima kasih Fatima atas persentasi Anda." puji Farid melihat kepercayaan diri Fatima.

Fatima hanya mengangguk tersenyun menerima ucapan Farid. Setelah beberapa saat Farid pun penutup rapat hari ini.

"Sekian, Rapat ini saya tutup."

Para pebisnis, pemegang saham, dan juga para karyawan pun keluar dari ruangan itu. Kini tinggal farid, fatima dan mba rina yang ada di ruangan tersebut.

"Fatima, nanti jangan langsung pulang. Aku mau pergi dulu sebentar. Nanti aku akan kembali ke kantor untuk menjemputmu." Ucap Farid

Tidak ada sahutan. Fatima kini fokus melihat sebuah cincin yang melingkar indah di jari manisnya. Cincin di jari manis Fatima? Yah, beberapa hari yang lalu keluarga Farid datang kerumahnya menemui sanak saudara keluarga Fatima untuk meminta izin mengikat Fatima ke dalam tali pertunangan. Walau tidak ada acara besar, Cincin itu tetap melingkar cantik di jari manisnya.

Fatima awalnya tak terbiasa memakai cincin tersebut. Ia masih tak bisa mencerna kejadiannya karena kejadian itu terlalu mendadak.

"Nak, kamu siap-siap gih. Barusan Mbak Syita nelpon. Keluarga mbak Syita mau datang kerumah." Ucap Bibi Ririn

"Untuk apa Bi?" Tanya Fatima yang sibuk menanam bunga di halaman belakang

"Mau datang membahas perjodohan kalian." Jelas Bibi Ririn. Fatima terdiam menyesapi kata-kata Bibi Ririn barusan.

"Aku... aku..." Entahlah Fatima tak tau harus merespon seperti apa. Apakah senang atau merasa bersalah jika perjodohan ini tetap berlanjut.

"Mengapa?" Bibi Ririn menghampiri Fatima yang sudah duduk dibangku.

"Aku... aku tidak tau harus menerima perjodohan itu atau tidak. Tapi Umi pernah berpesan agar Fatima menerima perjodohan itu, Bi." Fatima melihat Bibi Ririn penuh harap. Berharap Bibi Ririn memberikannya solusi yang tepat.

"Kalau Mbak Dian sudah berkata seperti itu, berarti itu adalah yang terbaik untukmu, nak."

"Fat... Fatima! Pak Farid sedang berbicara denganmu." Rina menyenggol lengan Fatima berharap Fatima sadar dari lamunanya.

"Eh, apa Mbak?" Fatima tak mengerti. Rina lantas menyiratkan lewat matanya kalau Farid dengan menunggu jawabannya. Fatima memegang pelipisnya menggerutuki kecerobohannya melamun disaat seperti ini.

"Aku mau pergi dulu sebentar. Nanti aku akan kembali ke kantor untuk menjemputmu." Ulang Farid

"Iya pak." Fatima menjawab singkat.

"Pak... pak apanya. Bilang saja sayang. " bisik Rina sengaja membuat pipi Fatima bersemu merah. Rina tak sungkan menggoda Fatima karena memang ia sudah tau jika cincin yang dikenakan Fatima berasal dari Farid.

Setelah rapat, Farid akan pergi ke suatu tempat jadinya ia menyuruh Fatima menunggunya. Farid tak lantas keluar dari ruangan rapat. Ia menunggu fatima dan Rina keluar duluan. Ia takut kejadian sewaktu Fatim terkunci akan terulang lagi nantinya.

Agar Fatima tak curiga Farid pun sengaja mengotak-atik laptopnya padahal laptopnya sudah off dari tadi. Selesai membereskan barang-barangnya, Fatima dan Rina pamit keluar duluan.

"Kami duluan, pak." ucap Fatima dan Rina hampir bersamaan.

"Ya silahkan."

Sekeluarnya Fatima dan Rina, Farid bergegas keluar dari ruang rapat. Farid sudah hampir terlambat sampai ke tujuannya. Sesampainya disana, Ia memasuki sebuah resto yang disana sudah ada dua orang yang sedang menunggunya.

"Disini Farid." ucap seorang yang sudah menunggu farid

"Amar." Farid pun pergi kearah Amar, teman Farid sewaktu sma. "Sudah lama kita ga ketemuan." Seraya memeluk sahabatnya.

"Iya nih, oh ya perkenalkan ini istriku Diana." ucap Amar memperkenalkan istrinya pada Farid

Diana tersenyum menampilkan keramahan dirinya. Farid pun membalas senyum diana.

"Mari duduk." ajak Amar

Farid dan Amar sudah lama tak bertemu. Mereka pun berbincang-bincang tentang kehidupan mereka sekarang. Tidak ketinggalan, Diana juga ikut dalam obrolan mereka. Dia baru tau kalau suaminya itu dulu seorang play boy kelas kakap. Berkat Farid yang tak sengaja membahas masa lalu mereka, kini semua rahasia Amar terbongkar. Tapi sekarang Amar telah berubah setelah mendapatkan Diana yang telah merubah warna hidupnya.

Tak lupa pula mereka berbincang tentang Farid. Farid yang merasa cukup lama berbincang, akhirnya pamit pulang. Sebenarnya Farid ingin tunggal lebih lama karena pasti akan lama lagi bertemu dengan Amar. Ini saja sudah untung karena Amar mempunyai urusan disini. Apa boleh buat, ia telah berjanji akan mengantar Fatima pulang. Setelah urusannya selesai dengan Amar, Farid pun pamit pulang.

"Jangan lupa undang aku kalau nanti kamu mau nikah."

"Tentu aku undang. Baiklah, aku pergi dulu sampai jumpa Amar, Di. Assalamualaikum."

Farid pun bergegas kekantornya kembali, sedang Fatima sudah bersiap-siap akan pulang dengan naik taksi dikarenakan ia sudah menunggu Farid sejak tadi. Jadinya ia berfikir kalau Farid mempunyai pekerjaan yang mendesak. Saat baru saja Fatima keluar dari halaman kantor, Fatima melihat mobil yang dikendarai Farid mendekat kearahnya.

"Ayo naik Fa. Maaf kelamaan."

Fatima pun duduk disebelah Farid. Yah selama hampir seminggu belakangan ini Farid selalu mengantar jemput Fatima. Farid pernah sekali melihat Fatima naik taksi pergi dan pulang kantor. Dulu ia sering melihat Abi Faisal selalu mengantar jemput Fatima, kini tidak lagi. Untuk melindunginya, ia pun mengantar jemput Fatima walau belum seberapa ia melindungi Fatima tapi itu adalah keinginannya sendiri.

Selama perjalanan, mereka biasa bercakap-cakap jika ada bahan pembicaraan biasa juga tidak. Jika sudah sepeti itu, Farid tak tau harus berkata apa. Hingga hanya keheningan yang tercipta di antara mereka berdua sepanjang jalan dan untuk kesekian kalinya Fatima hanya berkata terima kasih saat ia telah di antar oleh Farid sampai ke depan rumahnya.

Farid juga tak pantas pulang begitu saja. Ia mengamati Fatima sampai betul-betul Fatima masuk kedalam rumahnya, baru setelah Fatima masuk ia pun pergi dari sana .

Di dalam rumah Fatima, ia selalu saja teringat akan Uminya sehabis ia pulang dari bekerja. Bagaimana pun setegarnya ia diluar tapi didalamnya ia terlihat rapuh serapuh kayu yang bisa dimakan rayap. Sudah menjadi kebiasaannya jika berada diluar, ia akan menunjukkan pada orang bahwa ia kuat sepeti karang di tepi pantai yang selalu dihantam ombak-ombak yang keras.

Tinggal dirumah sendirian tak membuatnya takut yang penting ia selalu mengingat Allah. Fatima yang sudah selesai membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai muslimah, lantas pergi ke dapur menyiapkan makan malam untuknya.

Sebelumnya setiap pulang kerja, makanan sudah tertata rapi diatas meja makan. Bibi Ririn yang sudah memaksanya. Kini Bibi Ririn sudah tak tinggal disana lagi karena ia telah pulang berkumpul dengan suami dan anaknya sendiri.

******

Sama halnya dengan Farid. Ia juga telah selesai membersihkan diri dan juga melaksanakan kewajibannya. Saat ini Farid bergegas ke ruang makan karena dia telah lapar sejak tadi. Sesampainya didapur ia langsung mengambil nasi beserta lauk pauk dan memakannya.

Berbeda jauh dengan Fatima. Meski saat ini ia sudah memasak, ia tak mempunyai selera makannya lagi. Lagi dan lagi ia hanya duduk didapur atau pergi nonton di ruangan keluarga.

Tak lama berselang ponsel Fatima berdering. Ia ditelepon oleh Bibi Ririn yang mengatakan bahwa Fatima izin dulu dari tempatnya bekerja untuk pergi kerumah Bibi Ririn selama seminggu. Fatima awalnya menolak ajakan Bibi Ririn karena ia sudah tak masuk selama beberapa hari yang lalu dan kini minta izin lagi. Ia malu.

Keesokan harinya, Fatima berangkat lebih awal agar ia tak dijemput oleh Farid. Ia merasa berat jika harus seperti itu tiap hari. Belum apa-apa sudah merepotkan, pikirnya.

Fatima selalu mengira bahwa kebaikan Farid hanyalah sebagai tanda kasihan padanya atau Mama Syita yang menyuruh Farid. Fatima mengangggap bahwa semua kebaikan Farid selama ini hanyalah sebagai tanda keperihatinan kepadanya saja tak lebih. Sedang Darid, entah sejak kapan ia mulai membuka hatinya untuk Fatima. Hanya saja Fatima saja belum tau akan hal itu.

To be continued

Jangan lupa vote dan komentar

By Peony_8298

Terpopuler

Comments

Yuvita Natalia

Yuvita Natalia

next 😘

2020-12-17

1

Enwury

Enwury

bom like thor,,

2020-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!