Mikha mengurung dirinya di kamar, ia memutuskan untuk izin tidak masuk kerja ke kantornya.
beberapa kali ponsel miliknya berbunyi namun ia terus mengabaikanya, ia terus termenung hingga rasa lelah dan kantuk menghampiri nya, gadis itu terlelap dengan wajah sembabnya sambil memeluk boneka dan kotak makan pemberian Max.
Dilla yang baru tahu kabar kepulangan Max ke negara asalnya beberapa kali menelpon sahabatnya namun tak kunjung di angkat, Hingga membuat ia semakin khawatir.
"ya ampun Kha kenapa gak di angkat sih, si Max juga gak bisa di hubungi lagi!" gerutu Dilla dengan rasa khawatir dan kesal.
Ardilla akhirnya memutuskan pergi menemui sahabatnya, ia meminta izin kepada orang tua nya untuk menginap di tempat Mikha.
***
"jadi gimana? sampean setuju untuk menerima lamaran anak saya?" Ucap Nyonya Wijaya dengan angkuh.
"Maaf, kami sudah memiliki uang untuk melunasi hutang kami, jadi kami tidak perlu menikahkan anak kami dengan anak panjenengan, silahkan di cek ulang."
Pak Ali Menyodorkan sebuah amplop coklat berisi uang untuk melunasi hutangnya.
Hari itu Pak Ali dan Bu Yani memutuskan pergi kerumah keluarga Wijaya untuk segera melunasi hutangnya kepada Nyonya Wijaya, dia tidak mau menunda-nunda agar anaknya bisa segera lepas dari ancaman rentenir itu.
"Baguslah, jadi saya tidak perlu mempunyai menantu dari kalangan jelata! ya...uangnya pas! sekarang kalian bisa cepat pergi dari pada lama-lama mengotori rumah saya."
Kedua orang tua Mikha segera pergi dari rumah besar itu, walaupun mereka sudah di hina namun tidak ada raut wajah kemarahan di wajah mereka.
Mereka begitu bahagia seakan sudah melepaskan beban berat yang selama ini di pikul, namun berbeda dengan seorang pemuda yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka di rumah besar itu.
Pemuda itu adalah Ari Wijaya, ia sangat gusar mengetahui keluarga Mikha telah melunasi hutang-hutangnya.
"Ibu kenapa menerima uang mereka!" Pekik Ari gusar menghapiri ibunya yang sedang sibuk menghitung uang.
"Hah kau tanya mengapa! dasar anak b*doh, ini uang ! U ...ANG!!! tidak ada alasan untuk menolaknya." Ujar Nyonya Wijaya acuh.
"Tapi bagimana perjodohan aku dengan Mikha?"
"Ari! kamu ini sudah memiliki istri yang cantik-cantik buat apa mengharapkan gadis miskin itu? kalau kamu mau menikah lagi ibu bisa mencarikanmu gadis yang lebih cantik dan kaya daripada dia! sadarlah gadis itu tidak pantas untukmu."
Ari pun meninggalkan ibunya dengan amarah yang belum reda, ia tahu bahwa usaha membujuk ibunya akan sia-sia, karena bagi wanita itu uang, dan kekuasaan adalah segala-galanya.
"Agrhhhhhhhh!!!!!! S*al !!!! Mikha lihat saja kau tidak akan bisa lolos dari genggamanku! Kau akan tetap menjadi istriku bagaimana pun caranya!!!"
***
Tok ...Tok ...Tok
"Kha buka kha ini gw, Kha Mikha buka dong! Mikha!."
Dilla terus menerus mengetuk pintu kamar kost dan memanggil Mikha.
cklek!
Pintu kamar Mikha terbuka.
"Ya ampun lu kemana aja sih! gw chat gak di baca, gw telepon gak di angkat, gw samperin lama banget bukain pintu! gw tuh dari tadi mikirin lu, khawatir sama lu, takut lu kenapa-kenapa!"
Ujar Dilla berbicara bak kereta, tangannya mengguncang-guncangkan tubuh Mikha yang berada di hadapannya.
"sttt berisik!" Mikha memasukan jari telunjuk ke telinganya yang berdengung akibat mendengar suara Dilla yang nyaring.
"Ishhh ...lu mah begitu, gak tau apa gw pusing mikirin percintaan lu!" Dilla masuk ke dalam kamar Mika dengan mengerucutkan bibirnya.
"Gw nginep disini ya! gw ngeri lu patah hati entar depresi terus b*nuh d*ri lagi." Ujar Dilla seenaknya yang membuat Mikha melotot.
"Astaga gw masih punya iman kali !!! kalo ngomong suka kaga di saring." jawab Mikha kesal namun membuat Dilla terkekeh sendiri.
Kehadiran Dilla sedikit membuat Mikha melupakan masalahnya, walaupun ia selalu teringat saat mereka berkumpul bersama Max dan akhirnya terjadi kesalahan pahaman.
Mikha bercerita apa yang terjadi dengannya dan Max, setidaknya beban hatinya sedikit menghilang, ia juga menceritakan perasaan cinta tak bersambutnya, cinta yang telah layu sebelum berkembang.
hingga akhirnya mereka berdua terlelap karena letih terlalu lama bercerita.
***
Max menginjakkan kembali kakinya ke tanah kelahirannya, namun rasanya langkahnya begitu berat untuk kembali ke tempat yang biasa ia sebut "Rumah", Kurang lebih 17 jam perjalanan membuat tubuhnya sangat lelah terlebih lagi sebelumnya ia kurang beristirahat karena terlalu larut dalam kesedihan bersama gadis pujaannya.
Sebelum menjenguk ibunya ke rumah sakit, Max memutuskan ke apartemen miliknya terlebih dahulu untuk membersihkan diri dan menyimpan barang-barangnya.
Setelah semua selesai ia bergegas untuk menemui ibunya di rumah sakit.
Namun baru saja ia keluar dari pintu unitnya tiba-tiba ada seseorang memeluknya dari belakang.
"Honey, akhirnya kamu kembali aku sudah lama menunggumu." Ucapnya dengan suara manja.
"Jess! sudah ku bilang kita tidak punya hubungan apa-apa! Berhentilah mengusikku."
Bentak Max dan melepaskan pelukan Jess dengan kasar.
"Hei kau bilang apa sih sayang? ingat cuma aku yang mampu membuat tubuh ini bekerja dan merasakan kenikmatan." Ucap Jess berbisik menggoda dengan mengalungkan lengannya pada leher Max.
"Berhentilah bicara yang tidak-tidak, sekali lagi saya tegaskan menyingkirkan dari kehidupan saya, semua yang pernah terjadi antara kamu dan saya hanyalah sebuah kesalahan terburuk dan saya sangat menyesalinya!"
Ucap Max gusar dan mendorong tubuh Jess lalu meninggalkannya.
Sementara Jess menatap Max dengan tajam dan menggertakkan giginya menahan amarah.
"Lihat saja, jika aku tidak dapat memilikimu maka aku tidak akan membiarkan orang lain memilikimu!" Gumam Jess menyeringai.
Pertemuannya dengan Jess membuat suasana hati Max memburuk, bagaimana mungkin orang yang ia pertama jumpai di tanah kelahirannya adalah orang yang paling dia hindari selama ini.
Sepertinya Jess sengaja menyewa unit apartemen bersebelahan dengan unit miliknya, agar ia bisa segera bertemu dengan Max sewaktu-waktu saat Max kembali.
"Si*l ! sepertinya aku harus menginap di apartemen Jerry atau Ryan, daripada pulang ke rumah bertemu dengan pria tua otoriter atau pulang ke Apartemen bertemu si manusia itu lagi!" Max berdecak kesal.
Segera ia menaiki Mobil miliknya yang sudah sangat lama terparkir di Bestment.
"Ah ...Mikha belum apa-apa aku sudah sangat rindu padamu, aku rindu dengan tawamu, sikap galakmu, kekonyolanmu, bahkan bawelanmu."
Max menghela nafas dengan kasar, ia sangat ingin sekali menghubungi pujaan hatinya namun perbedaan waktu yang sudah menunjukan tengah malam di Jakarta membuat Max mengurungkan niatnya.
Segera ia melajukan Mobilnya menuju tempat ibundanya berada.
picture: source music video Westlife-what Makes a man
***
Hai Readers jangan lupa Like, Koment, dan Rate ya...
Nb: Kalimat yang bergaris miring anggap aja menggunakan Bahsa Inggris, maklum Author gak pinter-pinter amat jadi dari pada salah😁 hehehe
Terima kasih ya untuk yang sudah setia membaca , Love you❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Donat Mblondo
15
2021-08-12
0
Bagus Effendik
ninggalin jejak dulu ya
salam hangat dari novel T O H
2021-01-25
0
Daratullaila🍒
hai author aku mampir lagi, semangat up nya💪
jangan lupa baca episode baru cic
salam dari calon istri ceo☺
2020-12-01
0