Situasi disana sudah tidak kondusif. Mulai dari bibiku yang menelepon ambulance. Banyak orang-orang yang panik melihat aku yang sudah tergeletak di tanah
Bibi mengikuti sampai dalam mobil ambulance untuk mengatarkan aku ke rumah sakit. Paman Bersama anak-anaknya mengikuti dari belakang ambulance.
Aku mulai tersadar karena mendengar tangisan dari bibiku.
“Keponakan bibi sudah bangun. Sebentar, bibi panggilkan dokter ya.”
Kepalaku terasa pusing, berat, dan mataku seperti berkunang-kunang. Tidak lama dokter datang untuk mengecek kesehatanku yang sudah sadar ini. Aku hanya dapat mendengar dokter itu berbicara kepada bibiku.
“Bu, keponakan ibu saat ini sedang mengalami demam tinggi. Mungkin hanya beberapa hari di rumah sakit ini.”
“Ok, baik, dok.”
Setelah dokter itu pergi, aku merasakan kupingku yang berdengung serta mendengar suara bahwa beberapa minggu lagi dokter itu meninggal. Aku menutup telingaku dengan keras.
“Tenang, tenang, itu tidak akan terjadi.” Bibiku menenangkanku.
Aku hanya dapat memeluk bibiku. Bibiku mengeluskan tangannya terhadap tubuhku yang takut.
Malam hari telah tiba, aku ditinggalkan oleh bibi, paman, dan anak-anaknya. Aku hanya dapat tertidur dengan tirai jendela terbuka. Di luar jendela itu, aku diperlihatkan bulan purnama yang sangat terang. Tiba-tiba mataku ingin terpejam sehingga membuatku terlelap.
Mimpi tadi malam, membuatku terpaksa membangunkan diriku. Mimpiku seperti ada laki-laki yang memiliki mata merah menyala, berjalan ke arahku, dan tiga kata yang kudengar yaitu ‘aku ingin darah’.
Nafasku terasa sesak hingga air mataku keluar.
“Hubungan apa ini? Aku merasa mengenalnya tapi dimana? Mengapa terasa sesak bagiku?” Aku menghapus air mataku yang sudah membasahi wajahku.
“Mama, Papa apakah aku sudah masuk dalam kekelamanku?” Aku hanya berbicara dengan diriku.
Pagi itu sudah kumulai dengan drama hidupku. Aku menulis buku harianku yang berwarna hitam. Setelah aku menulis ke buku itu, aku berjalan menuju pintu keluar dengan tangan berinfus ini. Dengan waktu bersamaan, James sudah berdiri di depan pintu keluar sambil membawa nampan yang berisi makanan dan minum. Aku kembali ke dalam kamar dan memakan makanan yang dibawa oleh James. James hanya duduk di sofa yang ada dan memainkan game kesukaannya.
“James…”
“Hmmm…”
“Bolehkah aku bertanya?”
“Iya boleh, ” dia menjawab pertanyaanku tapi tidak menatapku tetap saja memainkan gamenya.
“Kenapa bibi tidak kesini?”
“Hmm, dia tidak kesini karena dia pergi ke café,” dia baru memberhentikan gamenya. Dia mulai berdiri seraya memasukan ponselnya.
“Oh, Iya. aku pergi ke sekolah dulu, ya.”
“Ok”
Suara pintu geser itu terdengar jelas mengalahkan suara kunyahan makananku. Aku melihat sekelilingku di ruang sepi yang sudah diterangi oleh matahari yang sangat terang.
Makananku telah selesai kuhabiskan, aku mulai menatapi kemacetan di kotaku hanya beberapa saat. Lalu, aku kembali ke tempat tidurku dan kembali tertidur.
\~Kringg….\~
Tiba-tiba, ponselku berdering dengan nyaring.
“Halo.”
“Stephanie!!!” Aku mejauhi telingaku dari ponsel. Aku mengenal suara itu.
“Iya, Bianca.”
“Kenapa kamu tidak masuk hari ini?”
“Hmm.. Hari ini aku sakit. Jadi, aku tidak masuk.”
“HAH! APA?! Kamu dimana? Di rumah atau di rumah sakit?”
“Kamu tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja. Aku matikan ya.”
“YA! HEI!”
Belum dia berbicara berikutnya, aku sudah mematikan ponselku. Aku tidak mau merepotkan orang lain. Bianca adalah temanku yang paling mempercayaiku, selalu ada disetiap aku sedih, kesepian, dan masih banyak lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Choconirama
Wah siapa tuh???
Seru thor lanjuttt yaaa...
Jangan lupa mampir cerita ku juga 😁
2020-09-07
2
Love Sick
waw... ada orang bernata merah... wkwkwk.. jadi keinget Rey 😆
Mantap kak.. ceritanya seru
2020-04-09
2
R⃟€lmero_id
oke. itu yang mata merah ganteng ga? biasanya kalo di drama2 sih ganteng 🤔 aku bayanginnya ganteng. nanti stephani kalo mati berjodoh sama si mata merah ya. eh, apa si aku ni 😆
2020-04-06
2