BAB 20: Hari Pertarungan

Hari yang dinanti akhirnya tiba. Arena duel yang biasanya sepi kini dipenuhi sorak-sorai para murid dan guru yang menanti pertandingan besar ini. Pertarungan antara murid-muridku dan anak-anak dari kelas Pak Guru Brandon akan segera dimulai. Matahari pagi bersinar cerah, seakan memberi restu atas pertandingan yang akan berlangsung. Angin berhembus perlahan, membawa hawa yang entah mengapa terasa berbeda hari ini. Namun, di tengah semua kegaduhan dan ekspektasi yang memenuhi udara, aku tetap tenang. Tidak ada keraguan, tidak ada ketakutan. Karena aku tahu pasti: murid-muridku adalah yang terhebat.

Aku berdiri di pinggir arena, memperhatikan anak-anak muridku yang sudah berbaris dengan penuh keyakinan. Wajah mereka tegas, pandangan mata mereka fokus, dan aku bisa merasakan aura percaya diri yang terpancar dari masing-masing diri mereka. Mereka bukan lagi anak-anak yang ragu dan cemas seperti saat pertama kali masuk ke kelas ini. Mereka adalah pejuang yang telah mengasah kekuatan dan kepercayaan diri melalui latihan tanpa henti. “Mereka sudah siap,” gumamku pelan, dan senyum kecil menghiasi wajahku. “Dan mereka akan membuktikannya hari ini.”

Pak Guru Brandon berdiri di sisi lain arena, menatapku dengan ekspresi percaya diri yang selalu ia tunjukkan. Di balik sikap santainya, ada rasa kesombongan yang tidak bisa ia sembunyikan. Namun, aku tidak peduli. Bagi Brandon, duel ini mungkin soal reputasi. Tapi bagiku, ini adalah panggung bagi murid-muridku untuk menunjukkan hasil dari usaha dan kerja keras mereka. Ini bukan tentang aku atau Brandon. Ini tentang mereka. “Kemenangan bukan hanya soal kekuatan, tapi bagaimana mereka menghadapi tantangan,” pikirku, sambil memperhatikan setiap gerak-gerik murid-muridku yang bersiap.

Masamune, Charlotte, Johan, Elyrde, Jade, dan Celestine—mereka adalah bukti dari perjalanan panjang yang penuh dengan pelatihan keras dan dedikasi. Charlotte berdiri di depan, wajahnya tenang seperti biasanya, namun ada kilatan semangat dalam matanya. Dia adalah otak dari tim ini, pemimpin yang mampu mengatur strategi bahkan di tengah kekacauan. Di sampingnya, Johan memegang tombaknya erat-erat, seolah siap menembus apa pun yang menghalangi jalannya. Aku bisa melihat api semangat yang menyala dalam diri mereka semua. “Kalian sudah jauh lebih kuat dari yang kalian sadari,” kataku dalam hati, bangga melihat mereka berdiri tanpa gentar.

Sorotan mata semua orang tertuju pada arena. Beberapa mungkin meragukan murid-muridku, berpikir mereka hanyalah sekumpulan anak yang beruntung bisa berada di sini. Namun, aku tahu kebenarannya. Mereka telah bekerja lebih keras daripada siapa pun, mengorbankan waktu dan kenyamanan demi menjadi lebih baik. Dan di hari ini, di hadapan semua orang, mereka akan menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar murid biasa. Mereka adalah pejuang, yang siap menghadapi siapa pun, termasuk murid-murid Brandon yang dikenal kuat. “Hari ini milik kalian,” batinku, penuh keyakinan.

Sebenarnya, aku tidak menyangka bahwa duel ini akan disaksikan oleh begitu banyak orang. Murid-murid dari kelas lain memadati tribun, berbisik-bisik dengan penuh antusiasme. Beberapa guru juga hadir, berdiri di barisan depan, seakan ingin melihat pertarungan yang akan segera dimulai. Awalnya, kukira duel ini hanya akan menjadi pertarungan tertutup antara aku dan Brandon—duel sederhana antar dua guru yang diam-diam saling tidak menyukai. Tapi ternyata, Brandon punya rencana lain. Dia ingin duel ini menjadi ajang untuk mempermalukanku di hadapan semua orang.

Aku melirik Brandon yang berdiri di seberang arena. Senyum tipis yang tersungging di bibirnya membuatku tahu bahwa ini bukan sekadar pertarungan antar murid. Ini adalah panggung yang ia ciptakan untuk membuatku terlihat lemah, untuk membuktikan bahwa murid-muridku tidak layak. Namun, jika itu yang dia harapkan, maka dia akan sangat kecewa. Murid-muridku bukanlah sekadar anak-anak yang bisa diremehkan. Mereka adalah pejuang yang sudah menghabiskan waktu dan tenaga untuk mencapai titik ini. Aku tersenyum kecil, menatap kerumunan yang menunggu pertarungan ini dimulai. "Akan ku buat kalian semua terpana hari ini. Lihat saja," batinku, sambil mengepalkan tangan.

Tanpa sadar, aku mengangkat kedua tangan ke udara, seperti sedang merayakan kemenangan yang belum terjadi. Gerakanku itu menarik perhatian beberapa murid, termasuk Charlotte yang berdiri tidak jauh dariku. Dia menatapku dengan wajah terkejut, lalu segera memalingkan wajahnya dengan gerakan cepat. Wajahnya memerah, dan dia berusaha keras menyembunyikannya. “Ada apa denganmu, guru…?” gumamnya pelan, nyaris tidak terdengar, tapi aku bisa menangkap nadanya yang sedikit kesal. Bukan karena marah, tapi lebih kepada malu melihat tingkahku yang begitu percaya diri.

Aku menoleh ke arahnya, dan dia buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura tidak peduli meskipun jelas-jelas dia terganggu. Charlotte berusaha bersikap dingin, tapi aku tahu betul bahwa sikapnya hanyalah cara untuk menyembunyikan rasa cemasnya. “Guru, jangan bertingkah aneh! Bukan berarti aku khawatir atau apa, ya!” katanya dengan nada tinggi, tapi ada getar kecil yang membuat suaranya terdengar begitu manis. Pipinya semakin merah, dan dia menggigit bibir, mencoba menahan perasaan yang ingin ia sembunyikan.

Aku tertawa kecil melihat reaksinya, tapi berusaha menahan diri agar tidak membuatnya semakin malu. “Aku baik-baik saja, Charlotte. Tidak perlu khawatir,” ucapku pelan, menatapnya dengan penuh rasa sayang. Charlotte mengembuskan napas kasar, masih berusaha mempertahankan sikap angkuhnya meskipun sorot matanya melirikku penuh perhatian. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya memalingkan wajahnya dengan cepat, berharap aku tidak melihat senyum kecil yang muncul di bibirnya.

"Siapa juga yang khawatir! Jangan terlalu percaya diri, guru!" serunya sambil membuang muka, tapi aku tahu itu hanyalah caranya untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Meskipun dia berusaha keras terlihat cuek, aku bisa merasakan ketulusan dari sikapnya. Dia ingin terlihat kuat dan tak peduli, namun aku tahu di dalam hatinya, dia berharap semuanya berjalan lancar untuk kami. Itulah Charlotte—gadis yang bangga dan keras kepala, tapi selalu ada untukku dan teman-temannya. Dan itu sudah lebih dari cukup.

Pertarungan antar kelas kali ini cukup sederhana saja, masing-masing murid dari kedua kelas akan bertarung satu sama lain dan pertandingan akan dihentikan jika salah satu diantara mereka ada yang menyerah, atau tidak bisa melanjutkan pertandingan lagi. Aku akan memilih 3 dari 6 murid dari kelasku untuk bertarung melawan 3 murid dari kelas Pak Guru Brandon.

Aku memilih Masamune, Johan dan Celestine untuk bertanding. Aku sengaja memilih mereka, karena mereka bertiga yang memiliki masalah dengan murid-murid kelas Pak Guru Brandon. Terkhusus untuk Celestine, aku memilihnya karena aku ingin membungkam semua mulut murid dan Brandon yang sempat meremehkan dan merundung Celestine hanya karena dia sedikit berbeda.

Pertarungan antar kelas kali ini tampak cukup sederhana. Aturannya jelas: masing-masing murid dari kedua kelas akan bertarung satu lawan satu, dan pertandingan akan dihentikan jika salah satu dari mereka menyerah atau tidak mampu melanjutkan pertarungan. Meski tampak sederhana, aku tahu pertarungan ini membawa arti lebih dari sekadar uji kekuatan. Bagi Brandon, ini adalah kesempatan untuk menjatuhkanku. Tapi bagi murid-muridku, ini adalah saatnya membuktikan diri mereka di hadapan semua orang.

Dari enam muridku, aku harus memilih tiga yang akan bertarung hari ini. Pilihan ini bukan sekadar soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling siap menghadapi murid-murid Brandon, baik secara mental maupun fisik. Aku memperhatikan mereka satu per satu, mencari kombinasi yang paling tepat. Setelah mempertimbangkan kemampuan dan kondisi mereka, akhirnya aku memutuskan. “Masamune, Johan, dan… Celestine,” gumamku pelan, menyebut nama mereka dengan penuh keyakinan.

Masamune, Johan, dan Celestine—mereka bukan hanya sekadar pilihan acak. Aku sengaja memilih mereka karena masing-masing memiliki urusan yang belum selesai dengan murid-murid dari kelas Brandon. Masamune dengan sikap keras kepalanya selalu terlibat adu argumen dengan murid Brandon, sementara Johan yang sedang giat mengasah kemampuannya, kerap merasa diremehkan oleh mereka. Namun, di antara mereka bertiga, Celestine adalah alasan terbesarku.

Celestine berdiri di pojok, tampak tenang seperti biasanya. Gadis yang selalu tersenyum meski dunianya sunyi tanpa kata-kata. Sebagai seorang penyembuh berbakat, Celestine sering kali dipandang sebelah mata oleh murid-murid Brandon. Mereka menganggapnya lemah hanya karena dia berbeda—karena dia tidak bisa berbicara, dan mereka tidak mengerti kekuatan yang tersembunyi di balik senyumnya yang lembut. Mereka menganggap Celestine sebagai titik lemah, dan beberapa dari mereka bahkan merundungnya, seolah-olah kekurangannya adalah alasan untuk meremehkannya. Brandon sendiri pernah mengolok-olok, seakan Celestine tak layak berada di sini.

Namun, mereka semua salah besar. Celestine adalah murid yang memiliki kekuatan hati yang luar biasa, jauh melampaui apa yang bisa dilihat mata. Dan hari ini, aku ingin membuktikan bahwa tidak ada yang bisa meremehkannya. “Ini bukan hanya tentang bertarung, Celestine,” pikirku, menatapnya dengan bangga. “Ini tentang membungkam mereka yang pernah meragukanmu.” Aku ingin semua orang, termasuk Brandon, melihat bahwa gadis ini bukan sekadar penyembuh biasa, tetapi pejuang yang tangguh.

Celestine melirikku, seolah-olah bisa merasakan maksudku meskipun aku tidak mengatakan apa-apa. Dia tersenyum kecil, menundukkan kepala sejenak, lalu menatap lurus ke depan dengan mata yang penuh keyakinan. Dia tidak butuh kata-kata untuk menyampaikan perasaannya. Keberaniannya sudah terlihat dari caranya berdiri, dari setiap langkah yang ia ambil menuju arena. Ini adalah kesempatan baginya untuk menunjukkan pada dunia bahwa ia lebih dari sekadar gadis bisu.

Murid-muridku berdiri tegak menatap lawan-lawan mereka dengan sorot mata yang penuh tekad. Sorak-sorai penonton menggema di sekeliling, tapi bagi kami, hanya ada fokus pada pertarungan yang ada di depan. Aku melangkah mendekati mereka, memberikan tatapan penuh keyakinan.

“Apa kalian sudah siap?” tanyaku sambil memandang satu per satu wajah mereka. Masamune yang selalu tenang menggenggam katana-nya erat, tersenyum tipis namun percaya diri.

“Sejak lama, Guru. Aku sudah tidak sabar membuktikan siapa yang lebih kuat,” jawab Masamune dengan nada santai, tapi ada api di matanya yang tidak bisa dipadamkan. Dia menatap lurus ke arah lawan di seberangnya, siap melangkah tanpa ragu.

Johan, dengan senjata di tangan, mengangguk mantap. “Kali ini, aku tidak akan mundur,” katanya sambil mengeratkan cengkeramannya pada tombak kesayangannya. “Aku akan menunjukkan pada mereka bahwa latihan kita tidak sia-sia.”

Aku beralih pada Celestine, yang diam berdiri di sebelah mereka. Mata birunya yang tenang menatapku dengan tatapan yang penuh rasa percaya. Tanpa kata, dia memberi anggukan kecil. Aku tahu, di dalam hatinya, dia sudah siap menghadapi semua yang ada di depan.

Aku menepuk bahu mereka satu per satu, memberikan dorongan terakhir. “Ingat, ini bukan hanya soal menang atau kalah. Tunjukkan pada mereka siapa kalian sebenarnya.”

Masamune, Johan, dan Celestine mengangguk serempak, dengan keberanian yang tak lagi goyah. Mereka tidak hanya bertarung untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk membuktikan bahwa mereka layak diperhitungkan. Dengan tatapan yang penuh keyakinan, mereka melangkah maju, siap menghadapi pertarungan yang akan menjadi saksi dari keberanian dan tekad mereka. Hari ini, tidak ada yang akan meremehkan mereka lagi.

Terpopuler

Comments

Al^Grizzly🐨

Al^Grizzly🐨

Terlalu banyak bicara Mcnya.

2024-10-24

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1: Awal Mulanya
2 BAB 2: Arthur Westwood
3 BAB 3: Mendapatkan Murid
4 BAB 4: Hari Penerimaan
5 BAB 5: Permata Diantara Tumpukan Ikan Busuk
6 BAB 6: Apa Yang Terjadi?
7 BAB 7: Apa Yang Terjadi Part 2
8 BAB 8: Berakhirnya Hari
9 BAB 9: Rapat Dewan Guru
10 BAB 10: Hari Pertama
11 BAB 11: Worm Hole
12 BAB 12: Home Visit
13 BAB 13: Home Visit Part 2
14 BAB 14: Pengalaman Adalah Guru
15 BAB 15: Pengalaman Adalah Guru Part 2
16 BAB 16: Pengalaman Adalah Guru Part End
17 BAB 17: Eclipsed Dominion
18 BAB 18: Dari Hadiah Ke Masalah
19 BAB 19: Provokasi Dari Kelas Pak Guru Brandon Berlanjut
20 BAB 20: Hari Pertarungan
21 BAB 21: Hari Pertarungan Part 2
22 BAB 22: Hari Pertarungan Part 3
23 BAB 23: Hari Pertarungan Part End
24 BAB 24: Drama Hari Ini
25 BAB 25: Celestine Dan Penggemarnya
26 BAB 26: Memanggil Familiar
27 BAB 27: Sihir Pemanggilan Dan Kejutan
28 BAB 28: Kelas Bonding
29 BAB 29: Melangkah Lebih Jauh
30 BAB 30: Hari-hari Berikutnya
31 BAB 31: Berita Buruk
32 BAB 32: Kutukan Terangkat
33 BAB 33: Janji Di Sore Itu
34 BAB 34: Perubahan Sikapnya
35 BAB 35: Kedatangan Yang Mendadak
36 BAB 36: Festival Lunaria
37 BAB 37: Persiapan Festival Lunaria
38 BAB 38: Babak Penyisihan
39 BAB 39: Babak Penyisihan Part 2
40 BAB 40: Babak Penyisihan Part 3
41 BAB 41: Babak Penyisihan Part Akhir
42 BAB 42: Tentang Ambisi dan Persahabatan
43 BAB 43: Acara Minum Teh Bersama Cassandra Beaumont
44 BAB 44: Drama Di Kelas
45 BAB 45: Rencana Liburan
46 BAB 46: Perasaan Nostalgia
47 BAB 47: Berlatih Di Whispering Wood
48 BAB 48: Satu Minggu Di Aldemere Haven
49 BAB 49: Hari Terakhir
50 BAB 50: Tugas Berat
51 BAB 51: Kedatangan Lady Seraphina
52 BAB 52: Seraphina von Edelweiss
53 BAB 53: Bermain-main Dengan Bayangan
54 BAB 54: Kegelapan Yang Mengintai
55 BAB 55: Membantu Persiapan
56 BAB 56: Pembukaan Festival Lunaria
57 BAB 57: Kategori Ketepatan dan Muncul Sosok Ahli Angin
58 BAB 58: Janji Untuk Elyrde
59 BAB 59: Pertunjukan Sihir
60 BAB 60: Saling Mendukung
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 1: Awal Mulanya
2
BAB 2: Arthur Westwood
3
BAB 3: Mendapatkan Murid
4
BAB 4: Hari Penerimaan
5
BAB 5: Permata Diantara Tumpukan Ikan Busuk
6
BAB 6: Apa Yang Terjadi?
7
BAB 7: Apa Yang Terjadi Part 2
8
BAB 8: Berakhirnya Hari
9
BAB 9: Rapat Dewan Guru
10
BAB 10: Hari Pertama
11
BAB 11: Worm Hole
12
BAB 12: Home Visit
13
BAB 13: Home Visit Part 2
14
BAB 14: Pengalaman Adalah Guru
15
BAB 15: Pengalaman Adalah Guru Part 2
16
BAB 16: Pengalaman Adalah Guru Part End
17
BAB 17: Eclipsed Dominion
18
BAB 18: Dari Hadiah Ke Masalah
19
BAB 19: Provokasi Dari Kelas Pak Guru Brandon Berlanjut
20
BAB 20: Hari Pertarungan
21
BAB 21: Hari Pertarungan Part 2
22
BAB 22: Hari Pertarungan Part 3
23
BAB 23: Hari Pertarungan Part End
24
BAB 24: Drama Hari Ini
25
BAB 25: Celestine Dan Penggemarnya
26
BAB 26: Memanggil Familiar
27
BAB 27: Sihir Pemanggilan Dan Kejutan
28
BAB 28: Kelas Bonding
29
BAB 29: Melangkah Lebih Jauh
30
BAB 30: Hari-hari Berikutnya
31
BAB 31: Berita Buruk
32
BAB 32: Kutukan Terangkat
33
BAB 33: Janji Di Sore Itu
34
BAB 34: Perubahan Sikapnya
35
BAB 35: Kedatangan Yang Mendadak
36
BAB 36: Festival Lunaria
37
BAB 37: Persiapan Festival Lunaria
38
BAB 38: Babak Penyisihan
39
BAB 39: Babak Penyisihan Part 2
40
BAB 40: Babak Penyisihan Part 3
41
BAB 41: Babak Penyisihan Part Akhir
42
BAB 42: Tentang Ambisi dan Persahabatan
43
BAB 43: Acara Minum Teh Bersama Cassandra Beaumont
44
BAB 44: Drama Di Kelas
45
BAB 45: Rencana Liburan
46
BAB 46: Perasaan Nostalgia
47
BAB 47: Berlatih Di Whispering Wood
48
BAB 48: Satu Minggu Di Aldemere Haven
49
BAB 49: Hari Terakhir
50
BAB 50: Tugas Berat
51
BAB 51: Kedatangan Lady Seraphina
52
BAB 52: Seraphina von Edelweiss
53
BAB 53: Bermain-main Dengan Bayangan
54
BAB 54: Kegelapan Yang Mengintai
55
BAB 55: Membantu Persiapan
56
BAB 56: Pembukaan Festival Lunaria
57
BAB 57: Kategori Ketepatan dan Muncul Sosok Ahli Angin
58
BAB 58: Janji Untuk Elyrde
59
BAB 59: Pertunjukan Sihir
60
BAB 60: Saling Mendukung
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!