BAB 6: Apa Yang Terjadi?

Aku sedang menikmati teh lepas dengan beberapa potong roti di kelasku, ini sudah tengah hari dan kalau di dunia ku jam-jam seperti ini adalah jam istirahat makan siang. Setelah Johan sang pemuda pengguna tombak bergabung, ia langsung bersemangat untuk mencarikan ku calon murid lagi, apalagi setelah mendengar cerita dari Jade yang bilang kalau aku dalam ambang batas dipecat jika tidak memiliki murid kurang dari lima orang.

Aku pun bersantai sejenak sambil menunggu apa yang akan dibawakan oleh kedua murid ku itu, berharap mereka membawakan hasil yang terbaik saja. Kunikmati teh ku, meski rasanya kurang manis, namun ada sensasi yang menyegarkan ketika teh itu membasahi kerongkonganku yang begitu kering ini.

Rasanya sangat menenangkan, sudah sangat lama semenjak aku merasakan kebebasan seperti ini. Tidak ada beban kerja yang sangat berlebihan yang sampai membuat diriku jadi kurang tidur. Aku kembali menyeruput teh ku, menikmati sensasinya dan aroma teh yang sangat wangi sambil memakan roti kering. Sederhana saja namun inilah namanya bersantai. Tetapi mungkin hanya beberapa menit kurasakan ketenangan dari jam bersantai ku, tiba-tiba aku mendengar keributan dari arah luar kelasku.

Aku tidak ingin berjalan ke luar, namun juga sedikit penasaran dengan apa yang terjadi. Aku mencoba memfokuskan indera pendengaran ku. Ada suara perempuan muda yang terdengar sedang beradu argumen dengan sosok pria yang lebih tua. Dan dengan pendengaran ku, aku bisa menebak mereka berdua berjalan perlahan ke tempat ini, ke depan kelas ku.

Langkah kaki mereka semakin dekat, hingga pada akhirnya mereka berdua masuk ke dalam kelas ku. Yang perempuan muda berwajah cantik namun saat ini sepertinya sedang terlihat kesal, ada kerutan di wajahnya. Bola matanya berwarna merah darah yang kalau di dunia ku yang dulu sudah bisa dipastikan iritasi mata, tubuhnya ramping namun sedikit berisi di bagian dadanya yang membuatku tidak yakin apakah perempuan ini benar-benar masih berusia 16 tahun, karena tubuhnya sudah mengalahkan tubuh Jade yang lebih dewasa. Rambutnya kuncir kuda, berwarna pirang terang seperti orang-orang Kaukasus di dunia ku yang dulu, cukup menarik!

Sedangkan yang laki-laki berusia sangat matang, ku perkirakan sudah hampir kepala enam karena kerutan jelas diwajahnya dan rambutnya yang sudah memutih alias beruban. Suaranya pun juga begitu berat, ia nampak khawatir dengan perempuan muda tadi dan itulah yang mungkin membuat mereka beradu argumentasi. Apakah mereka seorang anak dan ayah? Karena di mataku memang terlihat seperti itu, namun aku menyadari jas yang digunakan oleh pria dewasa itu. Sekilas setelannya itu mengingatkan ku kepada para pelayan di zaman-zaman Victoria ataupun zaman kerajaan Perancis di abad 17.

Ku menatap ke arah mereka berdua sambil terus mengamati dan mempelajari mereka berdua. Yang perempuan muda bernama Charlotte, dari apa yang ku lihat statistik benar-benar hebat dan bahkan lebih dari apa yang dimiliki oleh Johan. Ku pastikan, Charlotte ini berasal dari kalangan kelas elit yang tumbuh besar dengan difasilitasi oleh keluarganya untuk menjadi yang terbaik. Sedangkan yang laki-laki, namanya Lewis. Statistik nya juga lumayan, dan aku bisa mengetahui kalau Lewis adalah seorang pelayan. Namun sebagai pelayan, sepertinya Lewis memiliki kemampuan yang melebihi pelayan lainnya, karena dengan status yang Lewis miliki ia bahkan bisa menjadi seorang pembunuh bayaran.

Charlotte tiba-tiba menatapku, matanya yang berwarna merah darah seperti sedang marah besar saat menatapku. Aku kebingungan, mencoba mengacuhkan pandangannya namun ia segera melompat ke atas mejaku dan menarik kerah bajuku. "Hei kau orang mesum! Kau tadi melihat ke arah dadaku ya?" dia bertanya, genggaman tangannya sangat erat di kerah bajuku.

Tentu saja aku tidak akan mengakui itu, meskipun aku memang sempat menatap ke arah asetnya tetapi aku tetap tidak ingin mengakuinya. "Tidak!" jawab ku dengan singkat, seakan aku masih tidak peduli. "Berani sekali kau bertindak kurang sopan seperti itu, kau tahu siapa aku?" ku berlagak seperti orang yang penting.

Tetapi Charlotte memiringkan kepalanya, ia sama sekali tidak ketakutan. "Kau pikir aku peduli siapa dirimu?" ujarnya, suaranya kembali keras dan semakin menarik kerah bajuku. Tindakannya semakin kasar sampai-sampai Lewis harus menarik Charlotte.

"Maafkan nona ku satu ini pak guru! Dia memang agak tempramen hari ini" Lewis buru-buru meminta maaf dan bahkan sangat sopan meskipun aku tahu kalau Lewis bukanlah orang yang sembarangan.

"Guru? Dia ini seorang guru?" Charlotte sedikit terkejut mendengarnya, ia lalu mendekatiku sekali lagi dan memperhatikan diriku dengan seksama seperti seorang penjahit yang sedang mengukur semua tentang pelanggannya.

Setelah puas mengamati diriku, ia lalu tertawa yang membuatku sedikit kesal mendengar tawanya itu. Terkesan merendahkannya begitu berat sekali, ia sama sekali tidak menghargai diriku. Tidak ada sama sekali. "Aku tahu, kau guru yang gagal itu kan? Yang semester kemarin hampir membuat cacat murid mu sendiri?" Charlotte semakin puas tertawa, ia sampai memegangi perutnya sendiri. "Ternyata kau masih ingin mendorong keberuntungan mu lebih jauh ya"

Aku kesal, namun aku mencoba untuk tidak terpancing dan lebih bersabar. Aku tidak ingin menyingung dirinya dan juga Lewis yang padahal sudah sangat khawatir pada Charlotte karena sudah terlalu kelewatan. Aku memberikan kode kepada Lewis untuk membuatnya sedikit lebih tenang, karena aku akan membuat Charlotte terperangah dengan apa yang akan ku lakukan.

Aku maju perlahan, ku buat ekspresi paling percaya diri. Ku tatap matanya dengan tajam namun juga dalam, seperti tatapan burung elang yang membuat Charlotte sedikit mengalihkan pandanganya karena ditatap begitu intens.

Aku berkata padanya. "Ya itu memang aku, namaku Arthur! Kau bisa memanggilku pak guru Arthur karena aku akan membuatmu ingin belajar di kelasku dan kau akan berjanji padaku untuk bersedia menjadi muridku" aku membuat senyuman yang seolah memberikan tantangan untuk Charlotte.

Charlotte terkejut dengan kepercayaan diri ku, tetapi ia kembali mendapatkan ketenangan dirinya dan menghardik ku lagi. "Kau cuma bisa berbicara banyak, jangan terlalu banyak menghayal!"

Aku terkekeh pelan. "Lalu mengapa kau datang kemari? Biar ku tebak, itu karena kau tidak mau belajar dengan guru-guru hebat di sini kan? Kau merasa muak dengan mereka yang terus menuntut mu menjadi lebih baik lagi dan lagi setiap harinya, dan membuatmu kehilangan pilihan atas hidupmu sendiri. Apa benar begitu nyonya Charlotte?" Ku akhiri dengan senyuman yang penuh arti.

Charlotte terdiam sejenak, apa yang ku katakan tadi telak mengenai dirinya. Di wajahnya tergambar jelas kalau Charlotte terkejut, ia pasti berpikir dari mana aku tahu isi pikirannya saat ini. Aku bukan menggunakan skill pembaca pikiran, aku hanya mengamati tingkahnya dan mencocokkannya dengan ilmu psikologi yang dulu pernah ku pelajari semasa kuliah.

Charlotte masih terdiam, wajahnya tiba-tiba menjadi merah karena mungkin ia mulai merasa malu kebenarannya sudah terungkap. "Diam kau! Aku akui pengamatan mu sangat hebat, namun pengamatan saja tidak cukup untuk menjadi guru yang hebat. Tunjukkan padaku kalau kau benar-benar seorang guru yang bisa mengajar" Charlotte kembali menyerang, sikapnya masih saja sedikit arogan dan sombong.

Lewis mencoba menghentikan Charlotte untuk tidak sombong dan menantang diriku, berkali-kali Lewis bilang kepada Charlotte kalau dia harus meminta maaf padaku namun Charlotte kekeuh tidak ingin meminta maaf karena ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

Aku tertantang dengan ucapan Charlotte kepadaku, bukannya kesal namun lebih mengarah ingin segera membuktikan padanya. Aku kembali berjalan mendekat ke arah Charlotte, lalu ku suruh dia untuk mengulurkan tangannya.

"Mau apa kau? Jangan coba main-main dengan ku, apa kau ingin memiliki masalah dengan keluarga Pennyroyal?" katanya, Charlotte menarik lengannya dan menyembunyikannya di dekat dadanya.

Tetapi aku tetap tersenyum ramah. "Aku tidak akan melakukan apapun. Aku hanya akan membuktikan padamu kalau aku bisa membuatmu lebih baik dari yang sekarang" kataku sekali lagi.

Charlotte ragu, dan pada akhirnya ia mengulurkan tangannya dan membiarkan ku untuk sedikit meremas telapak tangannya yang dengan alibi ku bilang kalau aku akan mencari tahu sihir elemen apa yang dominan untuk Charlotte, yang padahal aku sudah mengetahui itu semenjak awal menatapnya.

"Oh pengguna sihir es ya? Elemen langka, benar-benar dari kaum elit" aku sedikit memujinya.

Charlotte menarik lengannya dengan cepat, tersipu malu sambil menatap mataku dengan tajam. "Lancang kau! Kau cuma ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan saja kan? Kau hanya ingin menyentuh ku saja kan?" Charlotte tidak ingin mengakui hal itu.

"Tuan Lewis apa tebakan ku benar kalau nona Charlotte ahli dalam sihir es?" Ku bertanya pada Lewis.

Lewis menarik janggut panjang putihnya sebelum tersenyum ramah padaku. "Anda benar pak guru Arthur! Nona Charlotte ahli menggunakan sihir elemen es, sama seperti ibu beliau yang juga ahli menggunakan sihir elemen es"

Charlotte langsung menutupi mulut Lewis agar tidak berkata apapun lagi tentangnya. "Lewis mengapa kau malah memberitahu orang itu!" semakin panas wajahnya karena merasa malu.

Aku cuma bisa tertawa pelan dan kecil, lalu membuat wajah serius sekali lagi untuk memberitahukan berita yang lebih penting. "Tetapi apakah kau tahu? Kalau kau memiliki kecocokan dengan elemen petir Charlotte? Malahan sangat cocok daripada sihir elemen es yang saat ini kau kuasai!" ujarku yang membuat Charlotte dan Lewis langsung terdiam menatapku dengan perasaan tidak percaya.

"Jangan omong kosong! Aku bahkan tidak pernah belajar sihir petir sebelumnya, bagaimana bisa kau mengatakan kalau aku lebih cocok dengan sihir elemen petir daripada sihir elemen es yang sudah ku kuasai semenjak kecil? Kau pasti hanya mengatakan omong kosong yang besar untuk dipandang seperti seorang guru sungguhan!" Charlotte benar-benar marah dan ia menarik kerah baju ku lagi.

Lewis juga bingung dan ia mengamini ucapan nona-nya. Karena memang menurutnya, ia selama ini hanya pernah melihat Charlotte menggunakan dan belajar sihir elemen es saja. Bakatnya memang sangat hebat dalam sihir elemen es, dan bahkan Lewis bilang kalau sejak umur 8 tahun Charlotte sudah bisa menggunakan sihir elemen es tingkat 3.

"Aku akan membuktikannya untuk kalian" hanya itu yang ku ucapkan, lalu aku mengambil sebuah alat yang berbentuk seperti batu besar yang ku letakkan di kejauhan. "Coba kau serang batu itu dengan sihir elemen es Charlotte! Gunakan sihir tingkat biasa saja"

Charlotte masih menatapku dengan heran, tetapi ia mengeluarkan tongkat sihirnya yang berbentuk kristal bening dan membaca mantra sihir tingkat awal. Sebuah es berbentuk seperti peluru tajam langsung terbang menuju batu tadi, membuat sebuah lubang yang besar di tengah-tengah batu itu.

"Lalu apa?" katanya tidak sabar.

"Lalu gunakan sihir elemen petir tingkat awal kau bisa gunakan Lightning Ball atau Lighting Bolt" ucapku santai, ku silangkan kedua tanganku di bawah dada dan tersenyum karena aku sudah membayangkan bagaimana wajah terkejut dari Charlotte dan Lewis nantinya.

Sempat ragu-ragu namun akhirnya Charlotte membaca mantra sihir Lightning Bolt yang sederhana saja. Gumpalan petir muncul di dekat tongkatnya, lalu ia lemparkan ke arah batu tadi dan langsung menghantam batu itu dengan mengeluarkan suara seperti ledakan. Sampai-sampai membuat Lewis dan Charlotte harus menutupi matanya agar terhindar dari debu-debu atau benda melayang yang bisa saja melukai dirinya.

"Coba lihat hasilnya seperti apa!" Ku suruh Charlotte untuk membuka matanya lagi.

Terperanjat Charlotte melihat batu tadi terbelah menjadi dua dengan mudahnya, hanya dengan menggunakan sihir tingkat dasar saja. Charlotte menatapku keheranan, ia masih tidak percaya ia bisa menghancurkan batu yang kuat itu dengan menggunakan sihir tingkat dasar saja. Charlotte lantas menyuruhku untuk mengambil batu latihan yang lainnya, ia masih ingin mencoba sekali lagi untuk memastikan.

Ku ambil lagi alat tadi ku letakkan di tempat semula, dan lagi-lagi Charlotte menghancurkan batu itu dengan sihir tingkat dasar saja. Dia terus mengulangi itu hingga beberapa kali sampai ia kebingungan sendiri. "Bagaimana bisa? Padahal aku sudah belajar sihir elemen es dari kecil sampai sekarang, tetapi malah sihir yang sangat cocok untukku adalah sihir yang tidak kuduga sama sekali!"

"Itu bukan kesalahan mu dan juga tidak buruk" jawabku. "Sihir es yang kau miliki juga sangat bagus, namun jika kau mempelajari sihir petir lagi maka kau akan menjadi penyihir yang lebih kuat lagi. Kau sepakat kan dengan ku?" sedikit ku goda dirinya, karena aku tau perangai Charlotte yang tidak mau kalah itu.

Charlotte tidak bisa berkata-kata lagi, terdiam seribu bahasa karena aku sudah bisa membungkamnya dengan kemampuanku.

"Itu hanya sedikit kemampuan ku, pengamatan! Namun asal kau tahu aku masih punya beberapa trik sulap dalam sarung tanganku" semakin ku goda Charlotte agar perasaannya saat ini semakin kacau. "Kalau kau mau jadi murid ku mungkin aku akan membuatmu menjadi penyihir hebat di kerajaan ini, tetapi sepertinya kau tadi meremehkan ku kan? Sepertinya kau benar, aku tidak cocok mengajar" aku berpura-pura tidak tertarik lagi dan menutup buku, menyuruh Charlotte agar segera pergi dari kelasku.

Tetapi Charlotte tetap diam lalu tiba-tiba ia memukul meja ku dan menatapku dengan tatapan begitu tajam, tetapi ada air mata yang tertahan di matanya dan wajahnya begitu merah. "Ya ya ya aku salah! Izinkan aku menjadi murid mu!" ucapnya sambil menundukkan kepalanya dengan sangat rendah.

Seringai ku tiba-tiba muncul, aku ingin sedikit bermain-main dengan sosoknya. "Apa aku tidak dengar itu? Kau bilang apa?" aku membuat gestur yang seolah tidak mendengar ucapannya.

Charlotte benar-benar merasa malu kali ini, ia menahan kesalnya di hadapan ku dan kembali meminta maaf dan memohon padaku. "Izinkan aku menjadi murid mu guru!"

"Aku mau lebih keras!" aku tertawa di dalam hati.

"Izinkan aku menjadi murid mu pak guru Arthur!" Charlotte berteriak dengan sangat keras, wajahnya semakin merah. "Sudah puas?" Charlotte benar-benar marah saat ini, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Aku sedikit tertawa, ku melirik ke arah Lewis yang ikut tertawa melihat nona-nya benar-benar aku taklukkan. Dan akhirnya aku memiliki satu lagi murid, rasanya tali yang sudah ada di leherku, kini perlahan-lahan mulai sedikit merenggang dan membuatku bisa sedikit bernafas untuk sekarang.

Episodes
1 BAB 1: Awal Mulanya
2 BAB 2: Arthur Westwood
3 BAB 3: Mendapatkan Murid
4 BAB 4: Hari Penerimaan
5 BAB 5: Permata Diantara Tumpukan Ikan Busuk
6 BAB 6: Apa Yang Terjadi?
7 BAB 7: Apa Yang Terjadi Part 2
8 BAB 8: Berakhirnya Hari
9 BAB 9: Rapat Dewan Guru
10 BAB 10: Hari Pertama
11 BAB 11: Worm Hole
12 BAB 12: Home Visit
13 BAB 13: Home Visit Part 2
14 BAB 14: Pengalaman Adalah Guru
15 BAB 15: Pengalaman Adalah Guru Part 2
16 BAB 16: Pengalaman Adalah Guru Part End
17 BAB 17: Eclipsed Dominion
18 BAB 18: Dari Hadiah Ke Masalah
19 BAB 19: Provokasi Dari Kelas Pak Guru Brandon Berlanjut
20 BAB 20: Hari Pertarungan
21 BAB 21: Hari Pertarungan Part 2
22 BAB 22: Hari Pertarungan Part 3
23 BAB 23: Hari Pertarungan Part End
24 BAB 24: Drama Hari Ini
25 BAB 25: Celestine Dan Penggemarnya
26 BAB 26: Memanggil Familiar
27 BAB 27: Sihir Pemanggilan Dan Kejutan
28 BAB 28: Kelas Bonding
29 BAB 29: Melangkah Lebih Jauh
30 BAB 30: Hari-hari Berikutnya
31 BAB 31: Berita Buruk
32 BAB 32: Kutukan Terangkat
33 BAB 33: Janji Di Sore Itu
34 BAB 34: Perubahan Sikapnya
35 BAB 35: Kedatangan Yang Mendadak
36 BAB 36: Festival Lunaria
37 BAB 37: Persiapan Festival Lunaria
38 BAB 38: Babak Penyisihan
39 BAB 39: Babak Penyisihan Part 2
40 BAB 40: Babak Penyisihan Part 3
41 BAB 41: Babak Penyisihan Part Akhir
42 BAB 42: Tentang Ambisi dan Persahabatan
43 BAB 43: Acara Minum Teh Bersama Cassandra Beaumont
44 BAB 44: Drama Di Kelas
45 BAB 45: Rencana Liburan
46 BAB 46: Perasaan Nostalgia
47 BAB 47: Berlatih Di Whispering Wood
48 BAB 48: Satu Minggu Di Aldemere Haven
49 BAB 49: Hari Terakhir
50 BAB 50: Tugas Berat
51 BAB 51: Kedatangan Lady Seraphina
52 BAB 52: Seraphina von Edelweiss
53 BAB 53: Bermain-main Dengan Bayangan
54 BAB 54: Kegelapan Yang Mengintai
55 BAB 55: Membantu Persiapan
56 BAB 56: Pembukaan Festival Lunaria
57 BAB 57: Kategori Ketepatan dan Muncul Sosok Ahli Angin
58 BAB 58: Janji Untuk Elyrde
59 BAB 59: Pertunjukan Sihir
60 BAB 60: Saling Mendukung
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 1: Awal Mulanya
2
BAB 2: Arthur Westwood
3
BAB 3: Mendapatkan Murid
4
BAB 4: Hari Penerimaan
5
BAB 5: Permata Diantara Tumpukan Ikan Busuk
6
BAB 6: Apa Yang Terjadi?
7
BAB 7: Apa Yang Terjadi Part 2
8
BAB 8: Berakhirnya Hari
9
BAB 9: Rapat Dewan Guru
10
BAB 10: Hari Pertama
11
BAB 11: Worm Hole
12
BAB 12: Home Visit
13
BAB 13: Home Visit Part 2
14
BAB 14: Pengalaman Adalah Guru
15
BAB 15: Pengalaman Adalah Guru Part 2
16
BAB 16: Pengalaman Adalah Guru Part End
17
BAB 17: Eclipsed Dominion
18
BAB 18: Dari Hadiah Ke Masalah
19
BAB 19: Provokasi Dari Kelas Pak Guru Brandon Berlanjut
20
BAB 20: Hari Pertarungan
21
BAB 21: Hari Pertarungan Part 2
22
BAB 22: Hari Pertarungan Part 3
23
BAB 23: Hari Pertarungan Part End
24
BAB 24: Drama Hari Ini
25
BAB 25: Celestine Dan Penggemarnya
26
BAB 26: Memanggil Familiar
27
BAB 27: Sihir Pemanggilan Dan Kejutan
28
BAB 28: Kelas Bonding
29
BAB 29: Melangkah Lebih Jauh
30
BAB 30: Hari-hari Berikutnya
31
BAB 31: Berita Buruk
32
BAB 32: Kutukan Terangkat
33
BAB 33: Janji Di Sore Itu
34
BAB 34: Perubahan Sikapnya
35
BAB 35: Kedatangan Yang Mendadak
36
BAB 36: Festival Lunaria
37
BAB 37: Persiapan Festival Lunaria
38
BAB 38: Babak Penyisihan
39
BAB 39: Babak Penyisihan Part 2
40
BAB 40: Babak Penyisihan Part 3
41
BAB 41: Babak Penyisihan Part Akhir
42
BAB 42: Tentang Ambisi dan Persahabatan
43
BAB 43: Acara Minum Teh Bersama Cassandra Beaumont
44
BAB 44: Drama Di Kelas
45
BAB 45: Rencana Liburan
46
BAB 46: Perasaan Nostalgia
47
BAB 47: Berlatih Di Whispering Wood
48
BAB 48: Satu Minggu Di Aldemere Haven
49
BAB 49: Hari Terakhir
50
BAB 50: Tugas Berat
51
BAB 51: Kedatangan Lady Seraphina
52
BAB 52: Seraphina von Edelweiss
53
BAB 53: Bermain-main Dengan Bayangan
54
BAB 54: Kegelapan Yang Mengintai
55
BAB 55: Membantu Persiapan
56
BAB 56: Pembukaan Festival Lunaria
57
BAB 57: Kategori Ketepatan dan Muncul Sosok Ahli Angin
58
BAB 58: Janji Untuk Elyrde
59
BAB 59: Pertunjukan Sihir
60
BAB 60: Saling Mendukung
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!