"Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba Jonathan memintamu dan Mia untuk tinggal di rumahnya?"
Ibu Mia tidak habis pikir. Menurut ibunya, Mia tidak melakukan apapun yang membuat Laura curiga, dan kalaupun ada, pasti Benjamin yang melakukannya.
"Aku tidak tahu Tante, ayah menyuruh kami untuk tinggal di rumah untuk sementara waktu" jawab kak Bejamin tidak menjawab keresahan ibu Mia. Sepertinya, kak Benjamin juga tidak mengetahui alasan mereka harus kembali ke rumah keluarga Clay.
"Pasti kau membawa Olivia ke perusahaan dan salah satu pegawaimu melapor pada Laura. Atau kau membawa Olivia ke apartemenmu dan Laura mengetahuinya dari penjaga apartemen" tuduh tuduh ibu Mia lagi dengan penuh amarah. Mia mengerti kenapa ibunya marah. Semua karena suami barunya itu tiba-tiba datang ke rumah ini dan segera memerintahkan Mia untuk pindah sekarang juga.
Baru saja pulang setelah bertemu dengan klien aula kota bersama Mira dan menerima pembayaran penuh, Mia dikejutkan dengan kedatangan kak Benjamin ke rumahnya. dan yang lebih mengejutkan lagi, kak Benjamin mengajaknya untuk tinggal di rumah keluarganya entah untuk berapa lama.
"Bukankah Mia sudah memberi alasan bahwa ibu sendirian di rumah ini?" tanya Mia menuntut penjelasan
"Sepertinya ayah akan mengirimkan seseorang kemari untuk membantu ibumu" jawab kak Ben tanpa merasa bersalah.
Terpaksa Mia mulai mengemasi baju dan peralatan foto dan memasukkan semuanya ke mobil kak Benjamin.
"Mia akan mencari cara agar bisa pulang lagi ke rumah setelah melihat keadaan disana" katanya untuk menenangkan ibunya.
"Peganglah pisau atau gunting setiap kau tidur!" bisik ibu di telinga Mia. Tentu saja dia merasa aneh dengan apa yang ibunya bisikkan. Kenapa juga dia harus memegang gunting atau pisau disaat tidur. Lalu ibunya memberi isyarat dengan matanya yang mengarah ke kak Benjamin.
"Ibu!!" Mia kesal sekali, mendengar ibunya masih bisa bercanda disaat seperti ini.Padahal, sebenarnya dia tidak ingin pergi dari rumah sama sekali.
Mia masuk ke dalam mobil suaminya dan mereka pergi meninggalkan ibunya sendirian di rumah. Setelah ayahnya tiada, baru kali ini Mia meninggalkan ibu sendirian, tidak tahu untuk berapa lama.
'Apakah ibu akan baik-baik saja malam ini?' pikirnya. Lalu dia teringat sesuatu dan merogoh kotak yang ada di dalam tas ranselnya. Hampir saja Mia tidak memakai cincin pernikahan saat pergi ke rumah Tante Laura.
"Selamat datang" sambut Tante Laura saat mereka sampai.
"Apa kabar Tante dan Paman Jonathan?" tanya Miamembuat suasana berubah canggung.
"Kenapa masih memanggil seperti itu. Panggil mama dan papa saja ya?'
Mia lupa, benar-benar lupa kalau dia dan kak Benjamin sudah menikah. Mia menyunggingkan sedikit senyum lalu pergi ke arah mobil dimana kak Benjamin kerepotan mengangkat semua barang-barangnya.
"Awas, yang ini mahal" katanya lalau mengambil kamera dari tangan kak Benjamin. Seorang pembantu mulai menolongnya untuk membawa semua barang ke sebuah kamar di lantai atas.
"Mia pasti belum pernah melihat kamar Benjamin sebelumnya. Mulai saat ini, kalian akan tidur bersama disana" kata Tante Laura membuatnya teringat akan nasehat ibunya tadi. Pantas ibu menyuruhnya membawa peralatan seperti gunting atau pisau. Tapi, seharusnya tidak masalah mereka tidur di kamar yang sama. Kak Benjamin sudah memiliki kekasih yang dicintainya dan tidak akan peduli padaku.
Mia berjalan menaiki tangga dan sampai di sebuah kamar yang terkesan hangat, dengan banyaknya aksen kayu di dalamnya. Ranjang, kursi malas bahkan lemari menggunakan material kayu berwarna coffe cream. Yang lain kebanyakan berwarna putih seperti kasur dan tirainya. Luasnya hampir seperti ruang tamu dan dapur di rumahnya dijadikan satu, sungguh lebar sekali. Bagaimana bisa seseorang membersihkan semua ini?
"Lemari ini sudah dikosongkan oleh ibu. Mia bisa menggunakannya untuk bajumu" kata kak Benjamin saat membuka lemari yang tingginya menyentuh langit-langit itu.
"Baik" jawab Mia, lalu meletakkan kopernya utuh disana dan menumpuk peralatan foto di atasnya.
"Apa yang kaulakukan?" tanyanya
"Membereskan semuanya. Mia tidak akan berada di rumah ini dalam waktu lama. Jadi, menyusahkan kalau harus mengeluarkan dan memasukkan baju lagi"
"Mandilah dan tidur, aku akan menemui ayah dan menanyakan sampai kapan kita harus berada disini" kata kak Benjamin lalu meninggalkan Mia sendirri di kamar ini. Mia mulai berkeliling dan mencari kamar mandi di dalam kamar. Ketemu. Ada handuk juga di dalamnya dan semua peralatan mandi dan beberapa produk perawatan kulit. Banyak juga. Dia membuka lemari yang tadi lalu mengeluarkan semua barang dan membuka koper. Setelah mengambil piyama dan baju dalam ganti, Mia memasukkan semuanya kembali ke dalam lemari lalu mandi.
"Ayah, sampai kapan kami harus ada disini? Mia terus mengkhawatirkan ibunya" kata Benjamin kepada ayahnya yang ada di ruang keluarga.
"Selama mungkin, kalau bisa setelah kau meninggalkan Olivia dan mulai menganggap Mia sebagai istrimu"
Benjamin terperangah mendengar semua kata ayahnya dan merasa tidak percaya kalau dia harus menjalani pernikahan yang sebenarnya dengan Mia.
"Jangan terkejut, ibu dan ayah datang ke apartemenmu kemarin dan Olivia masih tidur di ranjangmu. Apa kau gila? bagaimana bisa seorang laki-laki beristri tidur dengan perempuan lain?" Ayahnya belum pernah berteriak pada Benjamin selama hidupnya seperti ini, membuatnya terdiam dan tidak bisa membalas.
"Aku dan Mia melakukan pernikahan ini hanya karena permintaan ibu. Kami tidak akan pernah menganggap satu sama lain sebagai suami istri" tegas benjamin membuat ayahnya meradang. Tapi dia kembali ke kamarnya sebelum Jonathan sempat membentaknya.
Sial. Ternyata dia yang menyebabkan semua ini. Benjamin kembali ke kamarnya dan melihat Mia tidur di kursi dekat jendela. Seharusnya Benjamin tidak pernah melibatkan Mia dalam masalah ini.
Penyesalan tidak akan ada artinya sekarang. Mia tetaplah istri sahnya dan Benjamin tidak memiliki cara untuk membuat ayah dan ibunya menerima Olivia dengan baik.
Merasa pusing, Benjamin memilih untuk tidur. Terdengar suara napas teratur dari arah jendela, Mia sepertinya kelelahan. Dia mendatangi Mia yang sedang tertidur dan melihat bulu mata panjang yang tidak bergerak itu. Kalau dipikir-pikir, Mia terlihat cantik dan tubuhnya juga tidak mengecewakan. Seandainya saja Benjamin tidak mencintai Olivia sejak lama sekali, dia pasti senang menikah dengan perempuan seperti Mia.
Dari beberapa hari menjabat sebagai suaminya, Benjamin tidak pernah direpotkan dengan masalah Mia. Dan rasa sayang Mia terhadap ibunya sempat membuat Benjamin iri. Tanggung jawab yang dipikul oleh Mia tidaklah mudah sehingga harus memilih untuk menikah dengan laki-laki berumur 30 tahun sepertinya.
Tapi, rasa tenang saat menghadapi masalah yang dilakukan Mia menunjukkan bahwa umur tidak dapat mengukur kedewasaan seseorang. Seandainya saja Olivia bersikap seperti Mia, maka orang tuanya akan mendukung mereka menikah. Tidak seperti ini.
Benjamin berjalan kembali ke tempat tidurnya, melihat Mia lagi lalu menutup mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Yesi Triyanto
cinta memng buta sampai2 gak bs bedain mana yg baik dan mana yg azas pemanfaatn. klu cinta itu sehrs nya disejalan dgn logika
2022-09-04
0
Rika Gultom
❤❤
2020-09-09
1