Bab 4

Setelah membawa minuman kaleng dan menyerahkannya kepada Mia, Benjamin duduk di sebelahnya. Tiba-tiba saja, perempuan yang ada di sebelahnya menangis di dadanya. Benjamin ragu harus mengangkat tangannya atau berbicara hanya untuk sekedar menenangkan perempuan berumur enam belas tahun itu. Tangannya ingin sekali membelai lembut rambut berwarna hitam kelam yang panjang itu tapi Benjamin menahan keinginannya. Perempuan yang sedang menangis di dadanya ini mengeluarkan rasa hangat yang menyelimuti tubuh Benjamin.

"Maafkan aku" Akhirnya Mia mengangkat wajahnya yang sayu karena menangis dan kembali ke kursi tempatnya duduk tadi.

Baru kali ini, selama dua puluh enam tahun, Benjamin tidak dapat membalas perkataan seseorang karena dia merasa sangat gugup. Kenapa dia segugup ini?

Tak lama Tante Laura keluar dan Mia melihat dengan penuh harapan kalau ibunya berada dalam kondisi yang baik.

"Tenanglah, Mia. Ibumu hanya shock dan Tante telah menenangkannya. Apakah kau tidak lapar? Tante dengar Ma belum makan sejak kemarin malam"

"Mia ingin bertemu ibu"

Tidak ada yang bisa membuat Mia tenang selain melihat ibunya baik-baik saja. Ayahnya yang baik baru saja pergi dan ketakutan akan hidup sendirian di dunia ini membuat kakinya lemas.

"Ibu" Senangnya, ibunya duduk di ranjang dan menangis.

Sejak kemarin malam, air mata ibunya seperti habis tak tersisa dan membuatnya tampak seperti tak bernyawa.

"Maafkan ibu, Mia. Maafkan Ibu. Ibu hanya ... tidak tahu yang akan kita lakukan mulai sekarang"

Kehadiran  ayah dalam hidup ibu Mia tentu saja sangat penting. Mereka bertemu saat remaja dan hampir separuh hidup dihabiskan mereka bersama-sama. Hubungan teman yang menjadi kekasih, suami istri kemudian kembali menjadi sahabat seumur hidup membuat mereka sangat menghormati dan menyayangi satu sama lain . Mia selalu cemburu melihat keduanya berdekatan tanpa mempedulikan anak kandung mereka yang hanya satu ini.

Tapi ...

"Ada Mia. Ibu tidak perlu khawatir"

Telapak tangan ibu membelai rambut Mia dengan sangat lembut, Mata ibu kembali basah karena air mata dan dia tidak tahan untuk memeluknya.

"Ibu akan bekerja keras  mulai sekarang. Kita hidup lebih sederhana dari sebelumnya. Apa Mia tidak keberatan dengan itu?"

Apakah hal ini yang menyebabkan ganjalan dan beban pikiran di hati ibu?

"Mia tidak peduli, Asalkan ibu ada di sisi Mia, hidup Mia pasti akan baik-baik saja" kataku lalu ibu tidak bicara lagi. Kami hanya saling berpelukan dan merasakan kebutuhan untuk makan.

"Tante Laura pergi mencari makan  katanya, bisakah Mia menunggunya di depan ruangan?"

"Asalkan ibu berjanji tidak meninggalkan Mia"

"Ibu berjanji"

Setelah mendengar janji ibunya, Mia keluar dari ruangan dan melihat kak Ben memegang dua buah kantung plastik yang cukup besar.

"Apa itu?" tanyanya

"Ibu menyuruhku membeli beberapa makanan tapi aku tidak tahu selera tante Kathy, jadi ... "

"Mana Tante Laura?"

"Ibu pergi ke rumahmu untuk mengambil pakaian ganti"

Oh iya, Bagaimana bisa Mia lupa mengambil baju ganti karena terlalu bingung.

"Apa makanan itu untukku dan ibu?" tanyanya pada Benjamin yang memegang erat kedua kantung plastik berisi makanan itu.

"Oh iya"

Akhirnya kak Ben memberikan keduanya pada Mia dan dia duduk untuk memeriksa dalamnya. Beberapa nasi kotak, roti, air putih dan soda. Laki-laki ini membeli semuanya dan Mia merasa beruntung.

"Terima kasih" kata Mia lalu kembali ke dalam ruang perawatan.

Tante Laura datang tak lama setelah keduanya selesai makan dan ibu Mia memintanya untuk membantu berganti pakaian.

"Tante akan menjemput kalian dengan Benjamin besok. Dokter mengatakan kalau Kathy sudah boleh pulang besok"

Aku senang sekali mendengar kabar itu. Semoga saja keadaan ibunya semakin baik dan tidak pernah seperti ini lagi.

Besok paginya, mereka keluar dari rumah sakit dan pulang menggunakan mobil keluarga Clay. Kak Benjamin juga datang ke rumah sakit, membuat Mia terpaksa naik mobilnya.

"Kapan kak Benjamin menikah?"

Pertanyaan yang tidak pernah Benjamin sangka, keluar dari mulut mantan tunangannya.

"Belum ditentukan"

"Mia pikir kalian benar-benar pasti akan menikah tahun lalu"

Suasana kembali menjadi canggung saat kak Benjamin tidak mengatakan apapun. Padahal, Mia hanya ingin mengubah suasana yang tidak menyenangkan ini.

Mereka sampai di rumah dan saat ibunya kembali beristirahat di kamarnya dengan sesekali menangis. Mia mulai menyingsingkan baju dan membersihkan rumah yang berantakan karena pemakaman ayah.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya kak Benjamin yang berdiri dengan tingginya di dekat pintu kamar ibu.

"Membersihkan rumah"

Benjamin merasa sangat bodoh setelah mendengar jawaban Mia. Tentu saja dia tahu kalau sekarang Mia sedang membersihkan rumah, maksudnya adalah ... .

"Tetap bersekolah lalu bekerja membantu ibu. Itukan yang kakak tanyakan?"

Lagi-lagi Benjamin merasa sangat bodoh setelah mendengar jawaban Mia. Perempuan berumur enam belas tahun itu ternyata lebih siap daripada yang dia duga.

"Kakak bisa membantumu bekerja di perusahaan kalau Mia mau" Padahal Benjamin hanya ingin berbaik hati. Juga ada paksaan dari ibunya yang menuntut Benjamin menawarkan pekerjaan pada Mia.

"Tidak mau. Mia ingin jadi fotografer freelance seperti hobi ayah" jawabku lalu mengeluarkan sekantung penuh sampah keluar pagar.

"Apa kau suka memotret?"

"Tentu saja. Mia memiliki blog sendiri dan sudah beberapa kali mengerjakan proyek pernikahan." jelas Mia pada Benjamin yang sepertinya tertarik.

Tentu saja Benjamin tertarik mendengarnya. Dia tidak pernah menyangka anak perempuan ini dapat menghasilkan uang sendiri di usia yang masih muda. Mengingat dirinya sendiri pada usia yang sama, Benjamin masih suka bersenang-senang dengan uang ayahnya.

"Apakah Mia tidak ingin bekerja di perusahaan yang menghasilkan penghasilan tetap?"

"Apakah kak Benjamin memiliki banyak waktu luang? Bisakah membantuku mengangkat ini?"Mia pasti kesal karena Benjamin terus menerus bertanya. Dengan sigap dia membantu perempuan yang hampir saja menjadi istrinya itu. Semua karena Mia terlihat seperti sudah kehabisan napas.

Setelah akhirnya Tante Laura dan kak Benjamin pergi dari rumah, Mia tidur dengan ibunya. Mereka berbincang lama dan menangis bersama saat mengingat ayah. Rencana demi rencana mulai bermunculan saat mereka memikirkan masa depan. Ibunya ingin membuka restoran daging panggang dengan separuh tabungannya dan tidak memperbolehkan Mia bekerja.

Tapi, ibu tidak bisa bersikeras untuk hal itu. Mia juga memiliki keinginan mencari uang sedari awal agar tidak terlalu membebani hidup ibunya. Setidaknya, ada atap di atas kepalai dan makanan yang akan mereka santap besok.

Keesokan harinya, polisi datang ke rumah mereka dan menyerahkan uang dari pihak tersangka yang menabrak ayah. Ibu tidak ingin menerimanya lalu kembali menangis ke kamar. Mia memutuskan menerimanya karena bagaimanapun, kami membutuhkannya.

Hidup mulai berjalan tanpa kehadiran ayah. Ibu membuka restoran daging panggangnya dan Mia berhasil lulus dari Sekolah dengan nilai memuaskan. Ibu menyuruh Mia untuk belajar tentang fotografi dan dia mulai mempertimbangkannya. Namun, Mia tidak akan menghentikan pekerjaannya demi akademi itu.Mia harus menghasilkan uang untuknya sendiri dan membuat ibunya bahagia.

Terpopuler

Comments

Maida Abidah

Maida Abidah

dodolnya si ben .. plih parasit buat jd istri nya abis lah uang kau

2021-07-17

2

Mahahiya Pucukwati☘️

Mahahiya Pucukwati☘️

Bagus Loh ini...

2021-07-03

0

An-Gol

An-Gol

toloooong...Authoooor... pleaseeee... tolg jgn bikin Mia jatuh ke Ben, biatkn Mia mendaptk pria terbaik, biarkn Ben menyesali keputisanx dn tersiksa kr kebodohanx

2021-07-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!