"Apa??? Kenapa Mia melakukan hal itu? Ibu ... ibu tidak akan menyetujui pernikahan kalian"
Jelas sudah, ibu memang tidak menyukai ide ini. Tapi, Mia juga tidak bisa melihat restoran tempat ibunya menggantungkan hidup bangkrut begitu saja. Entah bagaimana Tante Laura melakukan sabotase, Mia yakin pada keputusan ini bisa memperbaikinya.
"Ini keputusan Mia. Ibu mau mendukung atau tidak, terserah" katanya lalu masuk ke dalam kamar.
'Maafkan aku, Ibu. Ayah menyuruhku untuk melindungimu dan aku tidak akan pernah membuatmu kecewa dengan keputusan ini. Walaupun masih berusia dua puluh tahun, aku bisa melindungi diriku sendiri.' Meski berat, Mia sudah memutuskan untuk tetap melakukan hal ini, demi ibunya.
Besok paginya, Mia baru saja akan pergi ke akademi dan melihat ibunya duduk diam di meja makan.
"Ibu tidak bisa melarangmu lagi kalau itu memang keputusanmu. Ibu hanya ingin Mia tidak terluka karena pernikahan ini"
"Mia janji" Mia memeluk ibunya dengan erat. Sejak kematian ayahnya empat tahun yang lalu, mereka memang hanya bisa mengandalkan masing-masing. Dan kini waktu Mia untuk mengambil tanggung jawab keluarga.
Akhirnya Mia bisa pergi ke akademi dengan tenang. Mari yang merasa senang dengan kiriman uang hasil bantuannya beberapa hari yang lalu mendekati Mia demi pekerjaan selanjutnya.
"Aku dimintai tolong mengambil foto pernikahan di aula kota hari Minggu ini. Apakah kau bisa membantuku?" pancingnya.
Mari senang sekali sampai memukul-mukul bahu Mia. Temannya ini sebenarnya juga kesulitan hidup di kota ini dan Mia sangat senang mendapat teman yang dapat melihat detail foto yang baik. Sepertinya, keduanya bisa bekerja sama dalam waktu yang lama.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan Mia membaca teks pesan yang baru saja duterimanya. Kak Benjamin mengajaknya mencari cincin dan baju pernikahan karena hari besar mereka akan datang kurang dari dua minggu. Mia lupa kalau akhir bulan datang sangat cepat. Padahal, dia baru saja menyetujui masalah pernikahan ini kemarin. Mungkin sebaiknya dia datang saja karena besok dan beberapa hari ke depan, ada pekerjaan yang harus dikerjakan Mia.
"Aku harus pergi dulu, ada sesiatu yang harus kukerjakan. Nanti malam aku akan menghubungimu, Mari" Mia melambai kepada Mari dan segera bergegas ke sebuah toko perhiasan yang terlihat sangat mewah. Dengan kemeja biasa dan celana denim serta tas ransel, dia
Penjaga toko saja mengiranya melamar pekerjaan sebagai office girl. Untung saja kak Benjamin datang tepat saat dia hampir saja diusir.
"Pilihlah yang Mia suka" kata kak Ben lalu memberi isyarat pada pelayan toko untuk membantunya.
"Aku tidak tahu. Lagipula, kenapa kita harus membeli cincin?" tanya Mia. Ini bukan pernikahan yang mereka inginkan, bukankah semuanya harus dilakukan sesederhana mungkin.
"Ibu ingin aku memberikan simbol bahwa kita sudah menikah nanti"
"Tapi aku tidak akan memakainya"
Benjamin mengatakan kalau Mia melamarnya kemarin siang pada ibunya. Segera setelahnya, Benjamin dapat datang ke perusahaan dan mengambil kembali jabatannya. Ibunya juga bersemangat sekali menentukan tempat, tanggal, pakaian bahkan cincin pernikahan. Tapi Benjamin menolak semuanya dengan alasan Mia membencinya. Ini pernikahannya dengan Mia dan seharusnya mereka yang mengaturnya sendiri.
Meskipun kesal, ibunya tidak bisa menolak permintaan Mia. Ternyata, Mia sangat disayang oleh ibunya. Dan hal ini dapat dimanfaatkan oleh Benjamin dikemudian hari. Tapi, Benjamin tidak mengira kalau Mia menginginkan pernikahan sesederhana mungkin. Tanpa tamu, upacara pernikahan ataupun pesta. Yang diinginkan Mia hanya resmi di negara lalu pulang ke rumah dan melakukan pekerjaan masing-masing seperti biasa.
Dan kali ini, Mia bahkan tidak menginginkan ada cincin pernikahan melingkar di jari manisnya. Lalu, apa tanda Benjamin telah menikahinya?
"Mia harus memilih cincin pernikahan, setidaknya untuk acara pernikahan di depan kantor urusan rumah tangga nanti" ujar Benjamin membuat Mia menghela napas dan terpaksa melihat berbagai macam cincin bertahtakan berlian.
"Kalau begitu, yang ini saja" Mia menunjuk satu cincin emas putih polos dan tipis yang sangat sederhana. Bagaimana mungkin perempuan yang akan dia nikahi memakai cincin seperti itu.
"Tidak, cari lagi yang lain" kata Benjamin menolak keinginan Mia.
"Katanya Mia yang menentukan, Mia mau yang itu" Mia bersikeras.
"Tidak. Aku tidak suka" Mia memicingkan matanya dan Benjamin tidak suka dengan ekspresi wajah yang membuatnya kesal itu.
Benjamin berusaha tidak menghiraukan wajah kesal Mia dan memilih sebuah cincin emas dengan lima berlian kecil didepannya. Tentu saja Mia keberatan mencobanya tapi anehnya, cincin itu tampak sangat sesuai dengannya. Jari yang kurus dan putih itu pantas memakai perhiasan apapun.
"Sangat cantik. Dan cincin ini juga memiliki pasangan yang sederhana tapi elegan" kata pelayan toko pria yang sangat sabar mengahadapi Mia.
"Kami ambil ini. Ukurannya juga pas" jawab Benjamin lalu melepas cincin pernikahan yang dicobanya.
"Kalau cincin ini pas dan sangat sesuai dengan pengantin, biasanya mereka yang akan menikah memang ditakdirkan untuk satu sama lain" ujar pelayan itu lagi membuat Benjamin melihat Mia yang duduk di atas sofa, terlihat malas.
"Bisakah kalian cepat, kami harus ke tempat lain" Sesuai permintaan Benjamin, semua proses dipercepat dan merek pulang membawa cincin pernikahan.
"Kita harus memilih gaun pernikahan untukmu dan jas untukku. Ibu ingin Mia memakai gaun yang seperti peri" kata Benjamin kembali menegaskan perintah ibunya.
"Memangnya, kita menikah di hutan?" jawab Mia membuat Benjamin tertawa.
Sesampainya mereka di butik pernikahan, Mia enggan mencoba gaun yang direkomendasikan Tante Laura. di lain sisi jas Benjamin sungguh mudah ditemukan karena ukuran badannya yang proporsional. Sedangkan Mia, harus terus berusaha menemukan gaun yang bisa dibeli hari ini.
Lebih dari sepuluh gaun sederhana dicobanya tapi tidak ada yang bisa dibeli hari ini. Mia terlihat sangat kesal sekarang dan Benjamin mulai masuk ke area gaun pengantin untuk menemukan gaun untuk calon istrinya. Bahkan untuk Olivia, kekasihnya, Benjamin tidak pernah melakukan ini.
Benjamin akhirnya menemukan gaun yang dikiranya akan sesuai dipakai Mia. Dan dia terpukau melihat gaun itu benar-benar melekat cantik di tubuh Mia. Lengan lace tipis dan belahan dada yang terlihat serta panjang gaun menyentuh lantai membuat Mia tidak tampak seperti dua puluh tahun.
"Sungguh hebat, bagaimana bisa pengantin pria mengenal badan calon istrinya?" puji pelayan butik yang capek memilih gaun untuk Mia.
"Ibu pasti membunuhku kalau aku memakai gaun ini. Apalagi dengan ini"
"Tapi Miss, gaun ini sangat indah dan Anda terlihat sangat cantik mengenakannya. Dengan mahkota sederhana dan veil yang panjang menutup sampai pinggang, tidak ada yang akan melihat belahan dada Anda. Kecuali tentu saja pengantin pria" kata pelayan bautik itu membuat Mia berputar dan melihat dirinya sendiri di dalam gaun itu.
Dan setelah satu jam memilih, Mia memutuskan mengambil gaun itu beserta veil yang disarankan. Tanpa mahkota.
"Sudah selesai semua? Aku harus pergi ke klien yang akan menggunakan jasaku besok. Bisakah kita berpisah disini?" kata Mia lalu berlari menuju halte bis di samping butik dan pergi begitu saja. Meninggalkan Benjamin yang membawa gaun dan jas pernikahannya ke dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Siti Aminah
emang enak lue Ben...d cuekin dn d acuhin sm Mia...
2022-10-20
0
R⃟_nDia😎
dasar mau enaknya doank😠😠😠😠😠😠
2021-07-25
0
Ayyara kim
jujur sejujur jujurnya gue gk setuju Mia ma Benjamin nikah
2021-07-16
1