*Part 3

Saga menoleh ke arah Hana yang sepertinya sedang sangat penasaran sekarang. Dia tatap Hana sesaat.

"Bukan siapa-siapa. Ayo lakukan tugas kita sekarang!"

"H-- hm."

Sedikit gugup dan kesal, tapi Hana cukup sadar diri untuk saat ini. Dia tidak bisa memaksa Saga untuk mengatakan apa yang tidak ingin Saga ungkapkan. Mereka pun melakukan tugas mereka dengan serius dan sungguh-sungguh.

....

Makan malam kedua keluarga tanpa Sagara, mereka terlihat cukup akrab. Karena memang, kedua keluarga sudah sangat dekat sejak lama.

"Maaf ya, Saga gak bisa ikut karena .... "

"Karena sibuk," ucap papa Saga melengkapi perkataan istrinya yang seperti sedang mencari ide untuk memberikan alasan pada calon besan dan juga calon menantunya itu.

"Oh, gak papa kok. Kita maklum dengan kesibukan Saga. Diakan seorang dokter yang sudah pasti banyak kesibukan di rumah sakit." Papa Lusi bicara seolah tanpa beban.

"Iya. Namanya juga dokter. Sudah pastilah anak itu sibuk dengan pekerjaannya. Gak perlu merasa sungkan kalau Saga gak bisa hadir," ucap mama Lusi pula.

Sambutan dari kedua orang tua Lusi akhirnya mampu membuat suasana canggung langsung menghilang. Mereka pun langsung terlihat bahagia kembali. Pertemuan malam ini bertujuan untuk membahas pernikahan Saga dengan Lusi.

"Si. Kamu gak papakan kalo pernikahannya gak diadakan resepsi mewah? Soalnya ... Saga gak ingin nikah dengan acara yang besar. Dia bilang ... dia malu untuk mengadakan pernikahan besar buat yang kedua kalinya," ucap mama Saga agak gugup.

Tentu saja ucapan itu hanya sebuah alasan yang mama Saga buatkan. Karena pada kenyataannya, Saga memang tidak ingin menikah dengan Lusi.

Sebaliknya, Lusi malah tersenyum seolah tanpa beban. Wajah cemas sang calon mertua mendadak berubah bingung sekarang. Bagaimana tidak? Mereka pikir, Lusi akan memperlihatkan wajah sedih saat tahu Saga tidak ingin menikah dengan resepsi besar. Karena bagaimanapun, Lusi adalah seorang gadis.

Gadis mana yang tidak punya harapan untuk menikah dengan pernikahan yang mewah dan megah. Bahkan, sebagian berencana menikah dengan pernikahan yang super duper mewah lagi. Karena hal yang paling membahagiakan dalam hidup adalah menikah. Menjadi raja dan ratu selama sehari.

"Lusi."

"Iya, Ma."

"Kamu gak keberatan? Nikah hanya ijab kabul doang?"

"Ngga kok, Ma. Lagian, syarat nikah itukan cuma lima. Gak perlu repot-repot menyiapkan pernikahan yang mewah dan megah. Orang yang penting kata sahnya doang kok."

Senyum lega langsung terlihat di wajah papa dan mama Saga. Keduanya saling pandang selama sesaat. Setelahnya, mama Saga langsung meraih tangan Lusi dengan lembut.

"Tidak salah kami pilih kamu sebagai menantu kami, Si. Mama yakin kalau kamu bisa melunakkan hati Saga yang masih sangat keras sekarang."

"Iya. Kamu tenang aja, mbak. Selagi kita mendukung anak-anak kita dengan sepenuh hati, mereka pasti akan mampu membina rumah tangga yang bahagia kedepannya," kata mama Lusi pula.

Kedua keluarga pun terlihat semakin bahagia sekarang. Namun, tidak ada yang tahu apa yang saat ini sedang Lusi rasakan. Dia senang, tapi dia juga sedikit kecewa.

Bibirnya berkata kalau dirinya tidak keberatan menikah tanpa resepsi yang mewah. Namun di hati, rasa kecewa itu sungguh nyata. Bagaimanapun, dia juga seorang gadis yang punya mimpi untuk menikah dengan pernikahan yang mewah. Hanya saja, dia tidak bisa memaksakan keadaan terlalu banyak.

Dia sudah memaksakan pernikahan dengan pria yang sama sekali tidak menginginkan dirinya. Jadi sekarang, inilah konsekuensi yang harus ia tanggung. Menikah tanpa resepsi sama sekali.

Waktu berjalan begitu cepat, satu minggu yang telah disepakati pun telah tiba. Pernikahan tanpa resepsi, hanya ijab kabul di kantor KUA pun sudah terlaksana. Dan sekarang, Saga dengan berat hati membawa Lusi pulang ke rumahnya.

"Kamu bisa pilih kamar yang mana saja yang kamu ingin tempati. Tapi ingat, jangan pernah masuk ke kamar ku apapun yang terjadi."

Langkah Lusi langsung terhenti.

"Kenapa?"

"Karena aku tidak suka ada yang masuk ke kamarku dengan alasan apapun kecuali bibi yang bertugas membersihkan rumah ini."

"Lho, tapi aku kan istri kamu sekarang. Emangnya salah kalau aku masuk kamar kamu?"

"Lusiana! Jangan keterlaluan. Jangan lupa, kita menikah hanya karena sebuah paksaan. Dan jangan lupa pula kalau aku sudah pernah bilang padamu, kamu dan aku tidak akan pernah jadi kita. Mengerti?"

Terluka? Sudah pasti. Tapi Lusi masih ingin menyembunyikan apa yang ia rasakan sekarang. Dia pun bersikap seolah tidak merasakan apapun. Duduk dengan santai di salah satu sofa ruang tamu dari rumah Saga yang baru pertama kali ia datangi.

"Oh, baiklah, Mas dokter. Aku paham kok dengan apa yang kamu katakan. Jadi ... gak perlu nge-gas lah, mas dokter yah."

Saga menutup matanya rapat-rapat. Dia pijat tulang hidungnya dengan satu tangan.

"Lusiana. Bisakah kamu sedikit saja sadar diri? Apakah sengat sulit buat kamu memahami apa yang aku katakan? Tolong jangan panggil aku dengan sebutan mas dokter? Kenapa kamu tidak mengerti juga, ha?"

"Apa yang salah, mas dokter? Hanya sebuah panggilan saja kok."

"Kamu tidak layak! Apa kamu tidak memahami kata itu, ha?"

Saga langsung beranjak naik ke lantai dua setelah mengatakan kalau Lusi tidak layak memanggil dirinya dengan panggilan tersebut. Lusi yang tidak habis pikir dengan sikap Saga itu hanya bisa terdiam sambil melihat punggung Saga yang berjalan semakin menjauh.

"Aku tidak layak? Apa arti sebuah panggilan untukmu, Saga?"

Lusi merebahkan tubuhnya di sofa tersebut.

"Heh ... cukup melelahkan mengejar seseorang yang terus berlari tanpa menoleh kebelakang. Selain hati yang harus keras seperti baja, mental juga harus kuat."

Lusi bangun kembali. "Tapi tenang saja. Aku kuat kok. Sangat kuat malahan. Aku yakin aku mampu buat kamu jatuh cinta padaku, Sagara."

Sementara itu, di kamar Saga, pria itu langsung mengunci pintu kamarnya setelah ia masuk. Ia lihat sekeliling kamar yang bernuansa serba biru tersebut. Hatinya rapuh lagi saat ini.

Suasana yang selalu membuat ia merasa kalau istri tercinta masih ada di dekatnya. Ingatan akan masa lalu pun langsung tergambar dalam benak Saga.

"Mas dokter, lihat deh. Semua yang berwarna biru itu indah dipandang, bukan?"

"Warna biru?" Saga ikut melihat ke seluruh ruangan kamar dengan perasaan bahagia.

"Mm ... iya juga ya. Indah."

"Nah, benarkan. Warna biru itu cantik banget, tau gak?"

"Iya, cantik. Cantik seperti kamu. Tapi, apapun yang berkaitan dengan kamu, pasti akan terasa indah, Lestari." Saga langsung memeluk istrinya dari belakang.

"Mas Dokter, ih ... apa-apaan sih? Bikin kaget aja."

Ya. Inilah alasan kenapa Saga marah saat Lusi memanggilnya dengan sebutan mas dokter. Karena panggilan itu adalah panggilan sayang dari Lestari untuknya.

Terpopuler

Comments

Zainab Ddi

Zainab Ddi

kasian Lusi 😭😭😭

2024-07-25

1

Dwi Setyaningrum

Dwi Setyaningrum

Thor kalau nti Lusi SDH lelah mengejar cintanya saga kasi pengganti saga yg lebih oke ya buat Lusi nya..jujur nih ya kalau seorg wanita yg ngejar2 cowok itu gak banget deh seakan2 murahan banget gt kyk ga laku2 aja..itu menurutku Lo ya..tp berhub.critanya ini yg ngejar wanitanya ya sutralah ngikut aja hehehe..semangat💪😁

2024-07-24

0

Yuli a

Yuli a

halah... saga jahat banget sih...😠 aws y entar kalau kamu jtuh cinta sama lusi ...

2024-07-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!