*Part 16

Belum sempat si bibi menjawab, Saga yang sedari tadi sibuk memperhatikan Lusi langsung angkat bicara. Dia yang diam di samping tembok pembatas dapur dengan ruangan tengah itupun langsung beranjak dengan langkah besar untuk mendekati Lusi.

"Kenapa? Gak mau makan makanan yang aku bawa? Takut kamu aku racuni, Lusiana?"

Ketus Saga masih saja tidak bisa dia hilangkan. Padahal, hati sama sekali tidak menginginkan bibir bicara dengan nada begitu. Anehnya, saat bertatap muka, malah tetap saja tidak bisa dia jaga itu mulut.

Ucapan Saga tidak membuat Lusi memperlihatkan wajah kesal. Tapi malah sebaliknya. Senyum manis dia perlihatkan sambil terus duduk di kursi yang saat ini berada di depan Saga.

"Iya. Aku takut kamu racuni, Dokter Saga. Karena aku masih ingin hidup untuk melihat kamu bebas dariku."

"Si. Apa maksudnya itu?"

"Apakah kurang jelas?"

"Apanya yang sudah jelas, ha?"

"Kenapa kamu terus bersikap acuh padaku? Aku sudah berusaha untuk berbaikan dengan kamu, Lusi. Tapi kamu-- "

"Sagara!"

"Cukup! Harusnya kamu bahagia dengan sikapku seperti ini, bukan? Kenapa kamu harus bersusah payah untuk berbaikan denganku. Karena kamu yang suka dengan sikap seperti ini."

"Tapi .... "

"Terserah kamu. Jika kamu tidak suka apa yang aku lakukan, jangan kamu terima."

Eh ... malah Saga yang emosi sekarang. Setelah berucap, dia malah langsung bangun dari duduknya. Dia berjalan cepat untuk meninggalkan Lusi.

Tapi, sebelum Saga benar-benar pergi, Lusi juga ikut bagun dari duduknya.

"Kau lupa aku Lusi, Saga? Bukan Lestari istrimu."

Sontak. Langkah Saga langsung tertahankan. Matanya membulat karena ucapan Lusi barusan. Hatinya mendadak merasa sangat tidak nyaman akan kata-kata yang baru saja Lusi ucapkan. Kesal hati, Saga langsung memutar tubuh.

"Lusiana!"

"Sagara Sanjaya. Dua kemungkinan yang saat ini ada dalam pikiranku. Pertama, kamu lupa kalau aku Lusiana. Kedua, kamu ingat. Tapi kamu ingin aku mati."

"Kue yang kamu beli itu tidak bisa aku makan. Aku alergi kacang. Maaf, aku tidak ingin mati sekarang."

Lusi langsung beranjak meninggalkan Saga setelah berucap. Sementara Saga, dia terdiam seribu bahasa. Benar. Saga lupa kalau Lusi tidak bisa makan kacang. Jadinya, dia yang awalnya kesal akan sikap Lusi, kini mendadak merasa semakin bersalah.

Sontak, setelah sadar akan keadaan, Saga segera memutar tubuh sambil berucap.

"A-- aku -- " Sayang, ucapan itu tidak bisa ia lanjutkan. Karena orang yang ingin ia ajak bicara sudah tidak lagi ada di depan matanya.

"Aku minta maaf," ucap Saga lirih pada akhirnya. Meski dia tahu kalau Lusi tidak akan mendengar apa yang ia katakan. Tetap saja, dia melepaskan kata-kata itu agar hatinya sedikit lebih baik.

....

Hari-hari berlalu. Usaha Saga untuk berbaikan dengan Lusi masih saja tidak ada kemajuan. Di tambah sekarang, keduanya di sibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. Jadinya, tidak ada yang bisa mereka lakukan dengan urusan pribadi mereka.

Saga masih berharap jika Lusi bisa memperhatikannya ketika dia sibuk. Tapi sayangnya, harapan itu memang hanya tinggal harapan saja. Sekalipun Lusi tidak pernah mengirim pesan padanya hanya untuk menanyakan bagaimana kabarnya sekarang.

Bahkan, saat dirinya sudah tidak pulang ke rumah selama beberapa hari, Lusi tidak pula menanyakan tentang dirinya. Tidak seperti sebelumnya. Saat dirinya tidak pulang, Lusi akan sibuk mengirimkan pesan singkat yang menanyakan alasan dari dirinya yang tidak pulang.

"Aku ... benar-benar sudah gila," ucap Saga sambil terus memperhatikan ponselnya.

"Haruskah aku korbankan harga diriku untuk menanyakan keadaannya? Tapi ... kemarin aku sudah mengirim pesan. Tapi dia malah tidak membalasnya. Hari ini, apa aku harus kirimkan lagi?"

Ketika Saga masih sibuk dengan pemikirannya tentang Lusi, dia dikagetkan dengan kedatangan seseorang yang langsung menerobos ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Wajah Saga yang terkejut, langsung terlihat kesal. Tatapannya tajam. Yang dilihat malah tidak peduli sedikitpun.

"Kak Saga."

"Astaga. Akhirnya aku temukan dirimu."

"Lo gila ya?"

"Kak. Ada yang mau aku bicarakan."

"Apaan sih? Lo benar-benar stres, Marsel?"

"Kak. Aku melihat pujaan hatiku keluar dari rumah mu tadi pagi. Aku kejar, tapi aku malah kehilangan jejak gara-gara terhalang lampu merah. Ayolah! Bantu aku, kak Saga."

Saga terpaku, diam membatu. Adik sepupunya yang bernama Marsel mendadak gila sekarang. Pria yang lebih muda dua tahun dari Saga itu sebenarnya baru pulang dari luar negeri beberapa hari yang lalu. Karena sibuk, Saga tidak menghiraukan kabar kepulangan pria tersebut. Tapi sekarang, dengan tiba-tiba, manusia setengah gila di mata Saga itu malah datang secara mendadak ke ruangannya hanya untuk berbicara soal pujaan hati.

"Kak Saga. Kok diam aja? Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Apa?"

"Aku ingin kamu membantu ku. Kenapa kamu malah melamun?"

Saga langsung menatap tajam Marsel.

"Kau ingin aku membantumu? Apa yang bisa aku bantu? Gak liat kamu kalo aku sekarang sedang sibuk? Banyak beban yang sedang ada dalam benak ini yang sangat sulit untuk aku urai, tahu tidak?"

"Ye ... tapi setidaknya, katakan padaku di mana dia tinggal. Karena dia keluar dari rumah kamu, aku yakin kalau kalian sekarang saling terhubung."

"Tunggu! Pujaan hatimu siapa?" Saga baru sadar akan siapa yang Marsel maksudkan.

"Jangan bilang kalau .... "

"Ya. Dia. Kamu tahu aku suka dia sejak lama, bukan? Wanita cantik idaman hati. Lusiana."

"Hah? Kau ... benar-benar .... Keluar dari ruanganku sekarang juga! Aku sedang tidak ingin bicara."

"Hei, kak! Jangan usir aku. Aku tau kamu tidak pernah bisa suka padanya. Tapi, jangan bawa-bawa aku juga dong. Karena aku suka dia. Apapun pendapatmu untuknya, itu tidak akan mengubah rasa suka hati ini pada Lusi, kak Saga."

Panas kuping Saga mendengar penuturan adik sepupunya itu. Hatinya juga sekarang sangat tidak baik-baik saja. Dia memang pernah tahu kalau Marsel suka Lusi. Tapi, pria itu dulunya tidak segila ini. Dan dulu, Saga tidak pernah ingin memikirkan dengan serius apa yang Marsel katakan. Pengakuan Marsel dulu Saga anggap sebagai angin lalu saja. Karena dia yakin, itu hanya rasa suka sesaat yang dirasakan oleh hati anak muda.

Tapi kenyataan memang diluar logika. Si sepupu gila ini malah ternyata benar-benar suka Lusi bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Kali ini, malah semakin gencar mengejar wanita yang dia suka secara terang-terangan.

"Semua gara-gara papa. Tiba-tiba menahan aku di luar negeri selama bertahun-tahun. Jika tidak, aku pasti sudah mendapatkan gadis pujaan hatiku itu." Kesal Marsel secara terang-terangan.

"Lusi ku malah terbiarkan begitu saja gara-gara papa. Kesal sekali aku," ucap Marsel lagi.

Saga yang melihat kenyataan itu langsung angkat bicara. "Lo beneran suka dia dari dulu hingga sekarang, Sel?"

"Tentu saja. Kak Saga pikir, rasa itu sudah berubah? Tidak, Kak. Rasa itu masih tetap sama. Masih abadi untuk dia."

________________________________________

Catatan kecil.

"Maaf semuanya, cuma bisa up satu bab. Othor sedang tidak enak badan. Jika masih berlanjut, esok mungkin gak up."

Terpopuler

Comments

Sabaku No Gaara

Sabaku No Gaara

GWS kakk...meski telat ...hee

2024-11-22

0

mama fia

mama fia

lekas bugar Thor..

2024-07-29

1

Zainab Ddi

Zainab Ddi

author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 💪🏻😍🙏🏻

2024-07-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!