'Ah! Lupakan, Lusi. Lupakan tentang dia. Fokuslah pada dunia mu saja. Keputusan yang kamu ambil adalah keputusan yang paling tepat. Karena ada waktunya, kamu sadar akan usahamu yang tidak akan pernah membuahkan hasil.' Lusi bicara lagi sambil menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan berat.
Lusi pun langsung beranjak meninggalkan pintu kamarnya. Dia hempas tubuh langsing itu ke atas ranjang. Rasanya sedikit nyaman. Sebagian lelah yang tubuhnya rasakan bisa berkurang kini.
Di sisi lain, Saga masih diam di depan pintu kamar tersebut. Entahlah, dia sedang sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi sekarang. Dia diabaikan oleh Lusi, bahkan, menerima satu tamparan.
Kenapa hatinya tidak marah saat dia menerima tamapran dari wanita tersebut? Kenapa hatinya sekarang malah terasa sedih. Seperti sedang terluka lebar di bagian hatinya. Padahal, harusnya dia bahagia, bukan? Ketika Lusi memilih menjauh.
"Aku .... "
"Den Saga."
"Ah!" Sontak saja, panggilan itu membuat Saga terkejut.
Si bibi pun langsung dibuat kebingungan kini.
"Anu, maaf, Den. Bibi tidak bermaksud buat den Saga kaget. Bibi cuma mau nanya, jadi makan sekarang? Kalau iya, bibi akan panaskan makanannya."
"Gak, Bi. Gak perlu. Aku sudah kenyang." Kesal Saga terlihat dengan sangat jelas.
"Lalu ... non Lusi, Den?"
"Bibi bisa tanya langsung pada orangnya. Dia ada di dalam."
Selesai berucap, Saga langsung memutar tubuh untuk meninggalkan bi Rina. Tentu saja tanpa menunggu si bibi menjawab lagi. Sementara itu, si bibi yang melihat tingkah majikannya malah hanya bisa melongo saja. Jujur, dia sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada majikannya itu sekarang. Hanya saja, untuk bertanya lebih banyak, bi Rina tidak berani.
....
Saga melihat obat yang ada di atas nakas. Seketika, dirinya ingin kembali menemui Lusi. Namun, saat ingat bagaimana sikap Lusi padanya tadi malam, dia merasa enggan untuk melakukan pertemuan dalam waktu dekat.
Dirinya yang sudah diacuhkan oleh Lusi tadi malam sampai sulit untuk tidur akibat terus kepikiran. Jika dia di tolak lagi saat datang memberikan perhatian, maka mungkin kepikirannya itu akan menganggu pekerjaannya di rumah sakit.
Sibuk dengan pikirannya sendiri, hati Saga malah terus menginginkan untuk menemui sang istri. Bahkan, gara-gara obat yang dia bawa dari rumah sakit itu pula, dia tiba-tiba merasa cemas.
"Bagaimana kalau dirinya masih sakit sekarang?"
"Ah! Tidak. Tadi malam dia sudah baik-baik saja. Harusnya dia .... "
"Tapi kalau dia hanya pura-pura kuat bagaimana? Aku akan merasa semakin tidak enak. Dia begitu mungkin karena aku."
Gegas Saga keluar dari kamarnya. Tujuan utama adalah kamar Lusi. Ternyata, seorang Saga bisa kalah juga pada akhirnya. Hati adalah hal yang paling sulit untuk di jaga. Cinta juga bukan pilihan. Jadi, sekeras apapun seseorang menolak untuk jatuh cinta, jika takdir sudah menentukan, orang itu juga akan jatih cinta pada akhirnya.
Pepatah mengatakan bahwa, antara benci dengan cinta memang tak jauh beda. Jadi, kalo ingin membenci seseorang, janganlah terlalu membenci. Sebab, saat jatuh cinta masih bisa mempertahankan harga diri.
Beginilah yang saat ini sedang Saga alami. Meski dia masih tidak menyadari akan perasaannya pada Lusi, tapi tetap saja, dia berbuat sesuai yang hatinya ingin lakukan.
Ketika Saga sudah tiba di depan pintu kamar Lusi, dia malah mendengar suara wanita tersebut di lantai dasar. Ketika dia ingin menyusul, Lusi malah sudah keluar dari rumah. Bukankah itu hukuman yang sederhana untuk Saga saat ini.
Niatnya untuk memberikan obat pada Lusi malah terhalang begitu saja. Pada akhirnya, ketika Lusi sudah meninggalkan rumah, Saga hanya bisa kesal pada dirinya sendiri.
"Gimana sih?"
"Tunggu! Aku ... diabaikan lagi?"
"Ah! Kapan dia bisa berhenti marah? Berangkat kerja sepagi ini hanya untuk menghindari aku. Sungguh, dia benar-benar ingin bikin hatiku kesal."
....
Mood pagi yang rusak, Saga di rumah sakit malah banyak berdiam diri di ruanganya. Hampir semua tugas dia serahkan pada Karya. Sedangkan dirinya hanya sibuk dengan pikiran dan juga ponsel yang terus ia tatap.
"Jam makan siang. Dia masih tidak mengirimkan aku pesan? Dia ... ah! Sampai kapan dia membuat aku seperti ini?"
"Tunggu! Aku ... kenapa jadi begini sih? Kenapa malah terus-terusan memikirkan dia? Salahnya di mana pikiranku ini?"
Sangking sibuk dengan pikirannya, Saga malah tidak sadar akan kedatangan Karya ke ruangannya. Bahkan, satu panggilan yang Karya layangkan juga tidak Saga hiraukan. Dia malah sibuk melamun memikirkan apa yang sedang dirinya alami saat ini.
"Saga."
"Dokter Saga."
"Sagara Sanja!"
"Woi! Apaan sih? Astaga, Karya!" Kaget Saga sekarang.
"Kamu terkejut?"
"Gak."
"Lain kali ketuk pintu dulu sebelum masuk." Kesal Saga sambil melirik Karya yang saat ini sudah duduk di depannya.
"Ya Tuhan, dokter Sagara. Aku bukan hanya sudah mengetuk pintu dari ruangan mu berulang kali, itu pintu saja yang terbuat dari material keras. Jika tidak, aku yakin itu pintu sudah pasti akan jebol gara-gara ku ketuk berulang kali."
Saga malah hanya terdiam. Wajah kusut itu Karya cukup memahaminya. Mereka yang berteman sejak lama, sudah tentu kenal seperti apa teman dekatnya itu jika punya masalah.
"Ga. Kenapa? Apa yang salah?"
"Apa ini masih dengan masalah pasien istimewa kamu itu?"
"Tapi, bukankah masalahnya sudah terselesaikan, Saga?"
Saga langsung menatap tajam Karya.
"Apa yang kamu bicarakan? Pasien istimewa yang mana?"
"Ya ... siapa lagi kalau bukan Resti Putri, Ga."
"Semua orang sekarang juga tahu kalau dia adalah wanita spesial dari dokter Sagara Sanjaya yang terkenal."
"Ha? Pendapat seperti apa itu? Aku menolongnya juga karena-- "
"Sagara!" Lantang suara itu terdengar memenuhi ruangan Saga.
Bukan hanya itu saja, pintu yang langsung terbuka itu juga membuat Saga dan Karya sedikit terkejut. Di depan pintu, papa Saga sedang berdiri dengan mata tajam yang menusuk. Tertuju lekat pada Saga.
"Papa."
"Keluar! Aku ingin bicara."
"Baik, Pa."
Saga pun langsung beranjak dari duduknya. Dia tinggalkan ruangan tersebut mengikuti langkah sang papa menuju mobil yang sedang terparkir di pojokan parkir rumah sakit tersebut.
"Pa."
"Kamu keterlaluan, Sagara. Bisa-bisanya kamu berbuat tanpa berpikir terlebih dahulu."
"Apa maksud, papa? Aku sama sekali tidak mengerti."
Tanpa menjelaskan, papanya langsung melemparkan ponsel ke atas pangkuan Saga.
"Lihat sendiri!"
Saga memungut ponsel yang terjatuh di atas pangkuannya. Layar ponsel tersebut sedang menampilkan vidio pencarian donor darah untuk pasoen yang sedang ia perjuangkan.
"Kamu benar-benar menentang batas kesabaranku, Sagara. Sekarang, aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa pada Lusi. Bahkan, papanya yang jelas-jelas adalah sahabatku sejak kecil saja aku tidak berani melihatnya gara-gara ulahmu ini."
"Apa yang salah dengan vidio ini, Pa? Aku dokter. Aku-- "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Sabaku No Gaara
k...a...p...o...k
2024-11-22
0
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 💪🏻🙏🏻😍
2024-07-27
1
Zainab Ddi
rasain saga emang enak dicuekin sakit kan itu yg dirasakan Lusi selama ini dan diomelin jg tentang vidio yg viral semoga dirimu sadar dan mau berbuat baik sama lusi
2024-07-27
1