*Part 15

Plak! Sebuah tamparan melayang. Untuk yang kedua kalinya pipi Saga menerima. tamparan dari orang-orang terdekatnya. Saga terdiam karena tamparan itu terasa sangat panas menjalar ke seluruh wajahnya.

"Sadar kamu sekarang? Sadar? Jika tidak-- "

"Jika tidak apa, Pa? Papa mau nampar aku lagi? Silahkan tampar, Pa. Silahkan!"

"Vidio viral itu buat papa tidak punya muka. Tapi apakah papa tahu kalau aku melakukan hal itu untuk menyelamatkan nyawa orang? Apanya yang salah dengan melakukan pencarian besar-besaran seperti itu jika untuk menolong nyawa seseorang?"

"Oh. Kamu masih belum sadar juga, Sagara? Kamu sembunyikan pernikahan sah mu dengan Lusi hanya supaya dunia tahu kalau kamu masih sendiri? Lalu, kamu biarkan mereka yang ada di dunia maya berspekulasi kalau dirimu sangat mencintai perempuan yang sudah kamu tolong?"

"Kamu benar-benar tidak punya pikiran, Saga. Kamu biarkan hati perempuan sebaik Lusi terluka. Aku heran padamu, salah dia apa sampai kamu begitu tega padanya."

Saga terdiam. Tapi benaknya bekerja keras saat ini. Ucapan sang papa barusan baru menyadarkan dirinya akan tanggapan orang-orang tentang usahanya dalam menolong Resti. Sampai, mereka menjuluki Resti dengan pasien istimewa yang Saga selamatkan dengan susah payah.

"A-- aku -- "

"Entah apa salahku selama hidup di dunia ini. Sampai aku punya anak yang keras kepala sepertimu, Sagara. Aku sudah berjuang keras untuk menuruti semua keputusan yang telah kamu buat sejak kamu masih kecil hingga dewasa. Bahkan, aku pasrah saat kamu memilih melupakan perusahaan keluarga karena kamu tidak berminat untuk mengurusnya. Tapi sekarang, cobalah untuk memikirkan perasaanku. Karena aku sudah semakin tua."

"Jika kamu tidak suka dengan keputusan yang aku ambil, tolong jangan menyakiti hati orang yang sudah aku pilih untukmu. Karena dia tidak bersalah."

Pada akhirnya, obrolan itu berakhir dengan Saga yang tidak bicara seaptah katapun saat sang papa bicara panjang lebar. Saga hanya diam karena pikirannya yang benar-benar bekerja keras memikirkan apa yang papanya ucap.

Di sisi lain, Lusi malah terlihat seperti biasa saja. Dia sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan, seolah tidak ada kejadian yang begitu berarti yang bisa mengusik hati juga pikirannya.

Pekerjaan kantor yang dia selesaikan dengan baik. Bahkan tender baru yang dia menangkan. Dia pun sibuk dengan dunianya seperti sebelum menikah dengan Saga.

Hati, jika sudah sangat terluka, maka melepaskan adalah hal yang sangat mudah. Rasa sakit yang sudah biasa menemani hidup, pada akhirnya tidak akan berarti apa-apa. Karena rasa sakit itu seolah sudah bersahabat bahkan sudah menjadi teman hidup. Efeknya, hati langsung mati rasa.

Lusi sudah lama berteman dengan rasa sakit karena diabaikan Saga. Sekalinya dia memutuskan untuk menyerah. Maka rasa sakit itu sudah tidak lagi ada artinya bagi Lusi. Seolah, rasa sakit itu terabaikan begitu saja.

Berbeda dengan Saga yang baru merasakan perihnya di abaikan. Karena dirinya yang sering dikejar, sekalinya ditolak, rasatidak nyaman itu sangat membekas sampai tidak bisa ia kontrol.

....

"Mau ke mana, Ga?" Karya langsung melontarkan pertanyaan ketika melihat Saga yang keluar dari ruangannya.

"Pulang."

"Hah?"

"Kenapa?" Saga malah menatap Karya dengan tatapan bingung.

"Gak. Tumben kamu pulang jam segini. Ada apa nih? Kek nya ada sesuatu nih di rumah."

Tatapan tajam langsung Saga berikan.

"Apa maksudnya itu?"

"Mm ... gini lho, aku ngerasa ada yang aneh aja akhir-akhir ini sama kamu. Biasanya jarang pulang. Lah sekarang, pulang mulu setiap hari. Kan bikin hati bertanya-tanya, Sagara."

"Diam deh. Urus aja noh pekerjaan mu. Jangan ganggu aku."

"Hei! Itu sebenarnya adalah pekerjaan kamu, dokter Sagara. Jadwal ku sudah selesai."

"Ya aku serahkan tigasku padamu. Sekarang, itu sudah jadi tugas kamu kan ya?"

Karya pada akhirnya hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. Namun, ketika sahabatnya itu benar-benar ingin pergi. Tangannya langsung menahan tangan Saga.

"Tunggu deh, Ga."

"Apa lagi?"

"Kamu gak liat Ratih dulu sebelum pulang? Gadis itu nanyain kamu sejak tadi malam lho."

Saga terdiam sesaat. Hembusan napas berat dia perdengarkan.

"Sudah ada kamu yang merawatnya. Aku yakin, dia akan baik-baik saja."

"Ya tapi .... " Karya langaung mengantungkan kalimatnya.

Hal itu membuat Saga merasa penaaaran.

"Tapi apa?"

"Gak ada. Gak jadi ngomong."

"Eh ... manusia satu."

Saga pun akhirnya benar-benar meninggalkan Karya. Sementara itu, Karya malah terdiam sambil menatap punggung Saga yang beranjak semakin menjauh. Benaknya terus berkerja memikirkan sesuatu.

"Apa karena gak ada Hana ya di rumah sakit? Karenanya, Saga gak betah tinggal di rumah sakit akhir-akhir ini."

"Tapi ... Hana juga sudah pergi seminggu yang lalu. Selama itu, Saga baik-baik saja."

"Aku yakin, ada yang Saga sembunyikan. Dia mendadak berubah setelah donor darah itu dia dapatkan. Tunggu! Apa ada sesuatu dengan Saga sekarang? Apa ... ah! Tidak-tidak, aku yakin Saga tidak melakukan hal gila yang bisa merugikan dirinya sendiri."

Sementara Karya sibuk dengan tebakannya tentang temannya itu, Saga sudah pun meninggalkan rumah sakit. Sebelum pulang ke rumah, Saga menyempatkan diri untuk mampir ke toko kue. Dia membelilan beberapa buah kue bolu coklat dengan toping yang berbeda.

"Semoga hari ini dia sudah tidak marah lagi," ucap Saga sambil melihat boks kue yang ada di tangannya.

Saga pulang dengan penuh harap. Sampai di rumah, seperti kemarin, Lusi maaih belum pulang. Saga menyerahkan kue itu ke tangan bi Rina.

"Sediakan kue ini kalo Lusi sudah pulang, Bi."

Si bibi sedikit bingung. Tapi, hatinya cukup bahagia akan perubahan majikannya itu. Senyum manis pun dia layangkan.

"Baik, Den."

Si bibi dengan penuh semangat memindahkan kue ke dalam kulkas. Ada yang Saga lupakan ketika dia membeli kue tadi. Maklum, perasaan untuk Tari masih ada. Meski kini dia sibuk dengan Lusi, tapi Tari yang sudah membekas dalam hatinya tidak mudah ia geserkan. Alhasil, kue yang dia beli malah bukan kue yang Lusi bisa makan. Karena semua kue itu terdapat kacang di dalamnya. Seperti halnya ketika Saga membelikan kue kesukaan mantan istrinya dulu.

Beberapa saat berlalu, Lusi akhirnya pulang. Setelah mengganti pakaian, wanita cantik itu akan menikmati waktu sore nya dengan menikmati segelas jus untuk mengembalikan semangat setelah seharian berada di luar rumah.

"Non, ayo di coba!" Bi Rina berucap sambil meletakkan kue di depan Lusi.

Lusi tertarik. Tapi ketika dia ingin mencobanya, dia mencium aroma kacang dari kue tersebut. Tingkat kewaspadaan Lusi yang tinggi setelah dia salah makan waktu itu, jadinya dia sekarang sangat berhati-hati saat ingin menikmati apapun jenis kue.

"Bi Rina. Kuenya ... bibi yang bikin?"

"Ngga, Non. Den Saga yang bawa tadi."

"Oh. Saga."

"Simpan lagi, Bi. Aku gak bisa makan kue ini."

Terpopuler

Comments

Ria Nasution

Ria Nasution

rasanya hati ini ingin tenang

2024-07-27

1

Irma

Irma

sabar lusi

2024-07-27

1

Zainab Ddi

Zainab Ddi

author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 😍🙏🏻💪🏻

2024-07-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!