Lusi pun langsung tersenyum lebar. Dia malu-malu, tapi, uluran tangan Dinda tetap dia sambut dengan cepat.
"Apa-apaan sih kamu."
"Aku bahagia. Sumpah. Sangat bahagia dengan kabar kamu yang sudah menyerah mengejar Sagara. Karena kau harus tahu, dia tidak pantas untuk kamu kejar. Karena dia sama sekali tidak tahu caranya menghargai sebuah kebaikan."
"Aish. Ya sudahlah, Din. Jangan dibahas lagi. Yang salah juga aku, bukan? Tidak pernah mau menyerah dalam mengejarnya. Aku yangterlalu yakin dengan diriku sendiri. Tapi sekarang, aku sudah sadar, kalau keyakinan itu tidak afa artinya. Hal yang tidak bisa aku dapatkan, untuk apa aku kejar. Masih banyak yang lain yang perlu aku lakukan, bukan?"
"Gadis pintar!" Acungan jempol Dinda berikan. "Ayo rayakan keputisan besar ini, Si. Aku beneran bahagia, tau?"
"Ish, kamu."
Keduanya pun langsung tertawa bersama. Sahabat baik adalah tempat terbaik untuk berlabuh. Meski cinta menolak, itu tidak akan berarti terlalu menyedihkan selagi kamu punya sahabat baik. Seperti itulah yang saat ini Lusi rasakan.
Sagara menolak dirinya berulang kali. Tapi Dinda sudah berusaha keras meyakinkan Lusi bahwa Saga tidak pantas untuk sahabtnya itu perjuangkan. Meskipun begitu, Dinda terus mendukung keputusan Lusi apapun itu bentuknya.
Dan sekarang, saat Lusi memutuskan untuk menyerah karena terlalu kecewa dengan Saga, Dinda menyambutnya dengan sangat bahagia. Kebahagiaan yang Lusi rasakan saat bersama Dinda, adalah kebahagiaan yang nyata.
"Aku bahagia punya sahabat seperti kamu, Din."
"Sama. Aku juga. Meski sahabat aku punya otak cinta yang akut, tapi otaknya masih waras kok. Dan sekarang, kesadarannya atas otak cinta itu sudah pun pulih."
"Apaan sih kamu. Masih saja ngomongin itu."
"Habisnya, bikin aku sangat kesal kemarin."
"Ye ... kamu ngesel terkadang."
"Biar aja. Wek."
Mereka terus bersama. Usai makan, Lusi dan Dinda malah melanjutkan bermain. Jalan-jalan, hingga berbelanja sesuka hati di mall. Sementara itu, Saga yang tahu kalau Lusi datang ke rumah sakit karena maag nya kambuh, hatinya mendadak merasa agak cemas dengan keadaan Lusi. Usai merawat pasien istimewa nya, Saga memutuskan untuk pulang.
Ketika dia tiba ke rumah, mobil Lusi masih belum ada di garasi. Gegas dia mengeluarkan ponsel dari saku celana. Lincah pula tangannya mengutak-atik ponsel tersebut. Namun, tiba-tiba saja, gerakan lincah itu terhenti karena ego yang sangat tinggi.
"Ini masih sore. Dia pasti masih bekerja di kantor."
"Biarkan saja. Dia juga nanti akan pulang sendiri," ucap Saga sambil menyimpan ponselnya kembali.
Saga pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, rumah yang penuh dengan kenangan manis, yang membuat hatinya terluka setiap kali kembali, sepi tanpa suara. Tidak pula ada sambutan ketika dia pulang.
Ketika Saga melangkah menuju anak tangga, suara bi Rina langsung terdengar.
"Den Saga, pulang?"
"Mau makan apa malam ini?"
"Masakan yang biasa aja, Bi."
"Oh iya, Lusi .... "
"Non Lusi masih belum pulang, Den. Mungkin sebentar lagi."
"A apa tadi pagi dia sarapan, Bi?"
"Gak den. Non Lusi malah tidak makan sejak tadi malam. Paginya, dia malah berangkat pagi-pagi lagi. Hanya berhitung beberapa menit setelah den Saga pergi."
Saga terdiam. Dia memikirkan tadi pagi. Dia berangkat sangat pagi karena keadaan mendesak. Pasien istimewa yang ia rawat sedang tidak baik-baik saja. Karenanya, dia harus berangkat sangat cepat.
Lalu, kenapa Lusi juga berangkat begitu cepat? Itu yang saat ini ada dalam pikiran Saga.
Kemudian, hatinya langsung berkata.
'Apa gara-gara kejadian tadi malam? Dia kesal padaku, makanya dia pergi pagi-pagi sekali?'
'Ah, tapi .... '
'Ah! Biarlah. Nanti juga dia akan pulang. Aku akan bicara padanya baik-baik setelah dia pulang.'
Saga memutuskan kembali ke kamar. Merebahkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang, lalu memejamkan mata rapat-rapat. Entah karena terlalu lelah, Saga akhirnya terlelap begitu saja.
Ketika Saga membuka matanya, hari sudah mulai gelap. Dengan malas, dia paksa tubuhnya untuk beranjak dari atas ranjang. Selesai membersihkan diri, Saga bergegas turun menuju lantai dasar.
Langkah kaki Saga melambat ketika di lantai dasar tidak dia temui tanda-tanda keberadaan dari orang yang sudah dia nantikan kepulangannya sejak tadi. Meskipun kenyataan bahwa dia menunggu Lusi itu tidak ia akui. Tapi hatinya jelas-jelas sangat menginginkan pertemuan dengan Lusi sejak dia pulang ke rumah tadi sore.
"Den Saga."
"Bi Rina. Makanannya ... masih utuh? Lusi belum makan juga sekarang?"
"Belum, Den."
"Anu, non Lusi bahkan belum pulang sekarang."
"Hah? Lusi ... belum pulang?"
"Belum, Den. Tapi, tadi non Lusi bilang kok lewat pesan singkat, kalau malam ini, dia pulangnya agak telat."
"Kenapa? Apa yang terjadi?"
Antusias Saga ingin tahu tentang Lusi membuat Bi Rina terdiam sejenak karena bingung, plus tak percaya. Karena biasanya, pria itu sangat acuh pada Lusi biasanya. Tapi sekarang, wajah cemas itu sangat nyata terlihat.
"Den Saga ... khawatir pada non Lusi ya?"
Mendadak, Saga langsung menyadari apa yang baru saja dia lakukan. Sebisa mungkin dia menyangkal apa yang baru saja bi Rina tuduhkan padanya.
"Apa? Siapa yang khawatir? Aku hanya ingin tahu saja tentang dia. Aku tidak ingin dia berulah di luar sana. Cukup saja dia gila di rumah. Jangan sampai dia gila di luar. Aku tidak ingin nama keluarga ku tercoreng karena ulahnya."
"Ee ... den. Sebenarnya, tadi siang Tuan datang. Tuan terlihat sangat kesal. Itu soal .... " Si bibi malah mengantungkan ucapannya.
Tapi, kalimat sambungan itu sudah bisa Saga tebak. Apalagi yang bisa membuat papanya marah kalau bukan hal viral yang sudah dia lakukan.
Saga terdiam sekarang. Dia pun memilih untuk mengabaikan ucapan bi Rina. Beranjak dari tempat dia bersiri, dia memilih duduk di salah satu kursi yang ada di samping meja makan.
"Biarkan saja papa marah. Aku berbuat seperti itu hanya karena aku punya tanggung jawab saja. Papa tidak akan mengerti."
"Tunggu! Jangan-jangan ... ah! Semakin rumit saja masalahku sekarang."
"Ada apa, Den?"
"Gak papa, Bi. Simpan saja makanan ini. Aku makan barengan Lusi saja nanti. Soalnya, ada yang mau aku bicarakan dengannya sambil makan." Alasan Saga yang terdengar agak tidak nyambung dengan keadaannya sekarang.
Si bibi yang tahu akan hal tersebut hanya bisa nurut tanpa menyanggah. Makanan dia bereskan, tapi Saga masih diam di meja makan saat ini.
Satu jam berlalu, Lusi masih belum kembali. Saga yang bosan menunggu di meja makan, kini sudah pun berpindah ke ruang tamu. Kekesalan dalam hatinya bercampur dengan rasa cemas. Berulang kali tangannya mencoba untuk menghubungi Lusi, tapi tetap saja, nyalinya untuk benar-benar menghubungi istrinya itu tidak kunjung muncul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 💪🏻😍🙏🏻
2024-07-26
1
Zainab Ddi
iya Lusi ngapain mikirin orang yg tidak mencintai kita mending happy denga temen biar rasa tuh si saga
2024-07-26
2