*Part 5

Hatinya pun berkata. 'Memangnya salah kalau aku manggil suami ku berulang kali? Ya Tuhan .... '

Namun, segera ia menyadarkan diri dari pikiran kesalnya itu. Dia pun berusaha untuk berdamai dengan keadaan. Berusaha berpikiran yang baik-baik tentang semua orang yang ada di dekatnya.

Senyum kecil langsung ia layangkan.

"Gak ada, Bi. Hanya ingin bertanya, apa aku boleh mengubah kamar kosong itu menjadi kamar indah. Karena itu kamar yang akan aku tempati selama aku tinggal di sini, bukan?"

"Mm ... non hubungi saja den Saga langsung untuk bertanya. Karena mungkin, dia pulangnya akan lama, Non. Atau bahkan, bisa sampai berhari-hari tidak pulang."

"Hah? Berhari-hari?"

Wajah kaget tidak bisa Lusi sembunyikan. Walau sebenarnya, dia susah berusaha untuk tidak memperlihatkan pada Bi Rina kalau dirinya syok mendengar penuturan si bibi barusan.

"Iya, non. Berhari-hari. Den Saga biasa gak pulang berhari-hari kok, Non. Bahkan, pernah gak pulang ke rumah selama satu minggu penuh."

Benar-benar tidak ada yang bisa Lusi katakan lagi sekarang. Karena ternyata, meski dia sudah menikah dengan Saga, jarak pemisah antara dirinya dengan pria pujaan hatinya itu masih saja terlalu jauh.

"Tau gitu aku juga ambil kuliah bagian kedokteran waktu itu. Biar bisa selalu dekat dengan dia," ucap Lusi dengan bergumam pelan.

"Apa, non?"

"Eh ... gak ada apa-apa, Bi. Cuma lagi bingung aja. Gimana cara aku buat hubungi Saga sedangkan nomornya aku gak punya."

"Non gak punya nomor den Saga?"

Wajah tak percaya itu membuat Lusi merasa tidak nyaman. Dia pun hanya bisa mengangguk pelan sambil nyengir tak enak.

"Aaa ya sudah kalo gitu, Non. Biar bibi yang hubungi den Saga sekarang. Nanti, non yang bicara ya."

"Hah? Aku?"

"Iya."

"Aaa ... ya baiklah."

Si bibi langsung mengeluarkan ponselnya. Menghubungi majikannya dengan cepat. Tak lama kemudian, dari panggilan yang tersambung terdengar suara seseorang yang sedang menjawab panggilan tersebut.

"Ya, Bi. Ada apa?"

"Non Lusi mau bicara, Den. Ini dia."

Ponsel itu langsung bi Rina serahkan pada Lusi sebelum Saga memberikan jawaban atas apa yang bi Rina katakan. Kesal juga hati Saga, tapi dia tetap mengajak Lusi bicara.

"Saga."

"Ada apa?"

Suara dingin, kaku yang terdengar sedikit galak. Tapi Lusi sudah terbiasa dengan suara tersebut. Jadi, tidak ada yang salah saat Saga bicara dengan nada seperti itu padanya.

"Aku hanya ingin minta izin buat renovasi kamar yang saat ini aku tempati. Apakah boleh?"

"Apa!" Kesal Saga semakin terdengar.

"Hei! Aku hanya ingin merenovasi kamar, tuan Sagara. Tidak merenovasi satu rumah mu. Kenapa suara mu terdengar marah begitu?"

"Lagian, itu hanya sebuah kamar yang tidak tersentuh. Aku ingin merenovasinya karena aku tinggal di sana sekarang."

Saga terdiam. Ingatannya kembali ke masa lalu di mana saat dirinya sedang bersama Lestari.

"Kamar ini kenapa kamu biarkan begitu saja, Tar? Seluruh bagian rumah kamu yang tata. Sampai ke kamar tamu juga kamu yang atur. Tapi kamar ini, tidak kamu sentuh sedikitpun. Kenapa?"

Mereka sedang bicara di depan kamar yang ada di samping kamar mereka. Kamar yang saat ini Lusi tempati.

Pandangan mata Lestari sayu ke arah kamar tersebut. "Kamar itu sengaja aku biarkan. Karena nanti, akan ada pemilik yang mengubahkan."

Wajah kebingungan Saga terlihat dengan sangat jelas. "Apa maksudnya itu, Sayang? Pemilik siapa lagi? Ini rumah kita, bukan? Siapa lagi pemiliknya kalau bukan kamu? Jangan main-main deh, Tari."

Kekesalan Saga langsung membuat Tari mengubah ekspresi sayu ke wajah bahagia.

Dia menyenggol bahu Saga dengan lembut.

"Hei! Maksudku adalah, ini kamar akan aku renovasi setelah anak kita lahir. Kok gak ngerti juga sih, Mas?"

"Saga!"

Panggilan dengan suara keras barulah bisa menyadarkan Sagara dari apa yang sedang dia pikirkan sebelumnya. Panggilan itu pulalah yang berhasil membangunkan Saga dari ingatan masa lalu yang menyakitkan hati.

"Aku bicara lho dari tadi. Kenapa? Kamu tetap tidak setuju untuk aku merenovasi kamarnya? Kalau begitu-- "

"Terserah kamu."

"Apa?"

"Terserah kamu mau kamu apakan kamar itu. Tapi ingat! Hanya satu kamar itu saja yang bisa kamu acak-acak, Lusiana. Tidak dengan bagian rumah ku yang lainnya."

"A-- "

Belum sempat Lusi menjawab apa yang Saga katakan. Panggilan itu langsung Saga akhiri secara sepihak. Lusi pun hanya bisa menahan napas kesalnya saja karena ulah Saga yang memang sangat tidak bersahabat dengannya.

"Non."

"Mm ... ini, bi ponselnya."

"Gimana? Apa kata den Saga?"

"Mm ... seperti yang aku harapkan, Bi."

"Ya sudah. Aku masuk kamar dulu ya, Bi. Ada banyak hal yang harus aku urus nih."

Lusi melenggang sambil tersenyum. Si bibi hanya bisa memberikan anggukan pelan. Sementara itu, Saga yang masih terdiam di dalam mobil yang sedang ia pinggirkan masih dengan lamunannya.

Benaknya berusaha mencerna ulang setiap kata yang pernah Tari ucap. Bibirnya pun terasa bergetar.

"Apakah pemilik itu yang kamu maksudkan, Tar? Apakah sebelumnya kamu sudah punya firasat kalau kamu akan meninggalkan aku?"

"Itu kejam, Tari. Sangat kejam."

"Kamu tidak bisa meninggalkan aku begitu saja. Impian kita masih banyak yang belum terwujud, Tar."

Saga lalu tergugu dengan suara pelan. Tubuhnya berguncang akibat kesedihan yang melanda hati. Air mata lagi-lagi jatuh dengan derasnya. Dia terluka. Sangat terluka akan perpisahan itu.

"Masih banyak yang ingin aku bagikan padamu, Tari. Kenapa kamu dengan teganya malah meninggalkan aku? Aku sakit, Tar. Sangat sakit."

....

Beberapa hari kemudian, kamar yang Lusi renovasi akhirnya selesai juga. Dia memanggil tukang untuk menghidupkan suasana kamarnya. Tidak banyak yang Lusi ubah dengan tembok kamar. Hanya menambahkan stiker dengan warna hijau daun dengan motif dedaunan saja.

Kemudian, seprei dan gorden dia ganti dengan warna serba hijau. Plus, bunga tulip dia letakkan di beberapa sudut bagian kamar tersebut.

Kamar indah milik Lusi sudah pun siap. Lusi kini bisa menikmati indahnya suasana asri yang menenangkan bagi pikirannya.

"Seperti ini jauh lebih baik, bukan?"

"Yah. Meski ini masih tidak setara dengan kamarku yang ada di rumah mama. Tapi setidaknya, ini sudah lebih baik dari sebelumnya."

Puas menikmati hasil dari kamar yang baru saja selesai ia renovasi, Lusi pun merasa lapar. Dengan langkah besar, Lusi menuju dapur untuk melihat apakah ada yang bisa dia makan.

Ketika dia membuka kulkas, Lusi langsung menemukan kue coklat yang terlihat sangat lumer di mulut. Lusi yang memang suka ngemil tanpa pikir panjang langsung mencicipi kue tersebut.

Lusi memakannya dengan penuh semangat. Namun, tak lama kemudian, sebelum kue itu selesai ia habiskan, tubuhnya tiba-tiba memberikan efek yang sangat aneh.

Terpopuler

Comments

Zainab Ddi

Zainab Ddi

waduh ada apa dengan kue itu

2024-07-25

1

Patrick Khan

Patrick Khan

.. saga belom bucin aja.. masih galak2 😅😅

2024-07-22

1

Nurwana

Nurwana

nanti suatu saat, kamar yang ditempati Lusi akan menjadi pesakitan buat Sagara setelah kehilangan Lusi.

2024-07-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!