Sentuhan lembut Dinda berikan pada pundak Lusi. Dia tahu seperti apa sahabatnya dulu menyukai Saga. Meski dia tidak tahu kalau saat ini, Saga dan Lusi sudah menjadi pasangan suami istri, tapi dia cukup tahu bagaimana hati Lusi untuk Saga.
"Jangan sedih ya, Si. Sudah aku bilang sebelumnya, dia bukan jodoh kamu kok. Lupakan saja dia. Cari cowo yang lain aja deh. Udah jadi duda juga dia, tetap saja kamu dan dia tidak bisa bersama."
"Din."
"Aduh!"
Lusi tiba-tiba mengeluh karena ulu hatinya sakit. Kali ini bukan sakit karena luka akibat perbuatan Saga. Melainkan, sakit karena dia yang tidak makan sejak kemarin malam. Dan lagi, dia punya riwayat penyakit lambung yang cukup parah. Maag nya itu akan kambuh jika dia telat untuk mengisi perutnya dengan makanan.
"Lusi! Kamu kenapa?" Panik Dinda saat melihat sahabatnya kesakitan.
"Kamu kenapa, Si? Apa gara-gara Saga kamu sakit seperti ini. Dia itu gak pantas untuk kamu. Tahu tidak? Sadarlah!"
Si sahabat malah ngerocos lagi. Benar-benar bikin hati yang tidak baik-baik saka itu semakin memburuk. Sikap Lusi menutup mulut Dinda.
"Bisa diam gak sih? Aku lagi sakit perut, tau? Bukan sakit hati. Aduh .... "
"Ya elah .... Kamu pasti sakit perut karena belum makan. Maag kamu kambuh kali, Si. Ayo kita ke rumah sakit sekarang juga."
"Nggak ah! Bawa aku ke rumah makan saja. Tar, kalo udah makan juga akan membaik."
"Oo tidak bisa, bestei. Kamu harus ke rumah sakit terlebih dahulu. Tar aku yang diomelin om sama tante gara-gara gak bawa kamu ke rumah sakit saat tahu kamu sakit. Ogah aku cari gara-gara."
"Lah, tapi .... "
"Aa ... udah, gak ada tapi-tapinya. Ke rumah sakit sekarang juga."
Pada akhirnya, Lusi hanya bisa pasrah akan apa yang sahabatnya itu katakan. Karena sahabat baiknya itu tak ubah sebagai mama kedua untuknya. Terlalu keras kepala dan juga sangat perhatian. Pokoknya, gak akan punya alasan Lusi untuk menolak apa yang sudah dia putuskan.
Adinda pun langsung membawa Lusi ke rumah sakit terdekat. Selesai diobati, Lusi minta dibawa pulang kembali ke kantor. Dinda pun langsung mendengarkan permintaan sahabatnya itu.
Saat akan keluar dari rumah sakit, di depan pintu utama, Lusi dan Dinda malah berpapasan dengan Saga yang sedang terburu-buru untuk masuk ke dalam. Hampir bertabrakan, keduanya pun langsung bertukar pandang selama beberapa saat.
"Lusi."
"Ngapain kamu di sini?"
"Bukan urusan kamu." Dinda menjawab dengan ketusnya.
"Aku tanya Lusi, bukan kamu."
"Aku sahabatnya Lusi, siapa kamu yang bisa bertanya pada sahabatku?"
"Aduh, udah deh, Din. Ayo pergi saja. Ngapain kamu ajak orang lain debat. Gak penting banget deh."
"Eh, iya juga ya. Buang-buang waktu saja," kata Dinda setuju.
Ada yang aneh dengan hati Saga saat mendengar penuturan Lusi barusan. Mendadak, hatinya terasa hambar begitu saja ketika wanita yang biasanya sangat perhatian berubah jadi sangat dingin dan terlalu cuek.
Lusi pun beranjak dengan cepat tanpa melirik Saga sedikitpun. Saat itu, tangan Saga ingin meraih tangan Lusi, sayangnya, gerakan Lusi lebih cepat sampai Saga hanya bisa meraih angin saja.
Sedikit kesadaran yang saat ini sedang menyelimuti hati. Dia sadar jika dirinya terlalu berlebihan pada Lusi tadi malam. Dia terlalu terbawa emosi sampai tidak bisa mengontrol diri. Dia sedang banyak masalah di rumah sakit yang membuat batinnya lelah. Karena itu, dia bersikap sangat keterlaluan melukai hati Lusi.
'Dia marah? Rasanya sangat aneh.' Saga berucap dalam hati sambil terus melihat punggung Lusi yang bergerak semakin menjauh.
"Dokter Saga. Dekan sudah menunggu di ruangannya sekarang."
"Ayo! Saya antar."
"Ah! Baik, Sus."
"Oh iya. Tunggu sebentar!"
"Ya, Dok. Ada apa?"
"Bisa cari tahu untuk saya tentang keluhan pasien yang baru saja berkunjung atas nama Lusiana, Sus? Saya ingin tahu apa keluhan sampai dia datang ke rumah sakit ini."
"Oh, baiklah, Dok. Saya akan lakukan."
"Nanti, saya akan berikan informasinya pada dokter setelah saya temukan ya."
"Baik, Sus. Saya tunggu."
"Ya, Dok."
Saga ingin tahu keluhan Lusi karena hatinya merasa sangat bersalah. Dengan tahu apa yang sedang Lusi alami sekarang, dia berniat untuk memberikan perawatan pada Lusi jika memang Lusi terbukti benar sedang sakit. Saga akan merawatnya sebagai tanda permintaan maaf. Begitu yang saat ini sedang ada dalam pikiran Saga.
...
Lusi dan Dinda sedang berada di restoran sekarang. Setelah keluar dari rumah sakit, Dinda segera membawa sahabatnya ke restoran untuk makan.
Sejak berada di dalam mobil, Lusi terus terdiam. Dinda yang cukup paham seperti apa sahabatnya itu merasa agak cemas. Dia merasa ada yang mengganjal saat ini dengan hubungan antara sahabatnya dengan pria yang sahabatnya sukai.
"Si."
"Hm."
"Kamu kok diam aja sih? Masih sakit ya?"
"Ngga lagi kok."
"Tapi kok diam aja. Sejak tadi lho diamnya."
"Tunggu deh! Kamu ... kepikiran soal Saga ya?"
"Hah? Apaan sih? Kenapa jadi ngomongin dia?"
"Ya habisnya, kamu diam aja sejak ketemu Saga di depan pintu rumah sakit tadi. Gimana aku gak mikirnya ke dia coba?"
"Apaan sih, Adinda Riskanya? Aku diam, ya jelas gak ada hubungan nya dengan manusia itu. Lagian, kamu pikir cuma dia aja yang bisa ada di pikiran aku gitu? Nggak kali."
"Ya tapi, aku merasa ada yang aneh dengan kamu. Tepatnya, dengan kalian. Tadi itu untuk yang pertama kalinya dia peduli padamu. Eh ... tapi malah kamu gak acuh padanya. Ada apa sih sebenarnya?" Kesal Dinda bukan kepalang.
Wajah Lusi sedikit tegang karena perkataan sahabatnya barusan. Maklum, pernikahan rahasia itu memang tidak ia katakan pada Dinda karena untuk memenuhi permintaan Saga yang tidak ingin ada yang tahu bahwa mereka sudah menikah. Alhasil, yang tahu mereka menikah hanyalah orang-orang yang terlibat dengan kehidupan sehari-hari mereka berdua saja.
Gegas Lusi mengubah ekspresi wajahnya. Senyum manis pun ia layangkan.
"Apa sih yang aneh? Dia peduli mungkin karena dia dokter. Lagian, dia juga tahu aku ini karyawan penting perusahaan papanya. Makanya dia sok-sokan peduli."
"Nah, untuk aku. Mulai dari sekarang, aku gak ingin jadi perempuan bodoh yang bucin pada seorang pria lagi. Aku sudah memutuskan untuk aku mencintai diriku sendiri dengan sepenuh hati."
"Persetan dengan cinta. Aku sudah bosan dengan hal-hal yang kaitan dengan cinta, Din."
Senyum lebar plus tepuk tangan Dinda berikan.
"Nah, gitu baru sahabat baik aku."
"Huh ... akhirnya ini manusia satu sadar juga. Entah apa yang sudah membuat otak cinta mu musnah, Si. Yang pasti, aku sangat bahagia karena kesadaran yang sekarang kamu miliki. Aku ucapkan selamat untuk kamu."
Gegas pula Dinda mengulurkan tangan pada sahabatnya. "Selamat ya, sayang. Akhirnya kamu sadar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Dewi S Ayunda
lanjut... moveon lus.. biarin gantin saga yg kejar kmu
2024-07-26
1
Dwi Setyaningrum
ini baru aku seneng dgrnya semangat Lusi utk melupakan saga biarlah saga yg berjuang apabila saga punya rasa sm km jgn km yg berjuang oke..
2024-07-25
1
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 💪🏻😍🙏🏻
2024-07-25
1