Aku suka mata pelajaran sejarah, jadi aku bercita-cita menjadi tour guide yang akan memandu wisatawan ke tempat-tempat bersejarah. Waktu masih SD aku pernah bercita-cita menjadi guru, tapi sekarang tidak lagi.
Kegiatan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) telah di mulai dengan kegiatan tur sekolah, pengenalan guru dan warga sekolah, sosialisasi tata tertib dan aturan sekolah, pengenalan visi misi sekolah, materi kedisiplinan, kepemimpinan, dan kewirausahaan, pengenalan kegiatan ekstrakurikuler, Bakti dan Sosial (Baksos), pameran seni, dan juga teka-teki MPLS.
Aku mengikuti semua kegiatan dengan lancar jaya tanpa hambatan dan rintangan yang berarti, tapi sudah pasti capai sekali.
"Indah, kamu di cari Om dari bapakmu," ucap nenek saat aku baru saja memarkir sepeda butut ku.
Ada apa ini? Aku tidak terlalu dekat dengan saudara-saudara bapakku. Bahkan kami hanya bertemu setahun sekali saat lebaran. Kenapa Om tiba-tiba mencari aku? Aku tidak bisa memprediksi apa yang membuat Om datang ke rumahku, karena ini untuk yang pertama kalinya Om datang ke rumahku setelah bertahun-tahun aku berpisah dengan kedua orang tuaku.
Aku masuk ke dalam rumah dan langsung meraih serta mencium punggung tangan Om ku. Aku tidak tahu ini adik bapak yang nomor berapa.
Terus terang, dari pihak bapakku, aku hanya tahu rumah kakek dan nenek saja. Aku nggak tahu rumah saudara-saudara bapak. Aku terlalu sungkan dan pendiam jika belum terlalu mengenal seseorang. Jadi aku merasa sungkan pada keluarga bapak yang hanya aku temui setahun sekali.
"In, katanya kamu diterima di SMA satu, ya?" tanya Om ku tersenyum hangat.
"Iya, Om," sahutku duduk menunduk sopan.
"Kamu pinter, ya? SMA satu, 'kan, sekolah favorit dua," ujar Om dan aku hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Om.
"Nanti kalau Om dan saudara bapak kamu ada rezeki lebih, kami akan ngasih kamu uang jajan. Kamu ikut Om, ya? Biar Om tunjukkan rumah Om dan saudara yang lain yang dekat sama sekolah kamu. Mau, 'kan?" tanya Om lembut.
"Iya, Om," sahutku tersenyum tipis.
Akhirnya hari itu aku di bawah Om ku dan ditunjukkan rumah tiga orang saudara bapak yang dekat dari sekolah. Ada rumah On Narno yang sekarang bersama aku, rumah Paman Toro dan rumah Bik Yani. Rumah Paman Toro lah yang paling dekat dengan sekolah aku yang baru.
"Ini, kenalkan, ini Kak Gagas dan Dik Atik," ucap paman Toro padaku memperkenalkan kedua anaknya.
Aku menyalami kedua anak paman. Kak Gagas masih sekolah SMK dan Dik Atik masih SMP. Mereka ramah dan menyambut aku dengan hangat.
"In, ayo kakak tunjukkan ayam bapak kakak. Bapak kamu juga suka memelihara ayam Bangkok, 'kan? Bapak kakak juga punya ayam Bangkok," ujar Kak Gagas menggandeng tanganku menuju kandang di samping rumah.
Ah, senangnya punya saudara laki-laki. Selama ini di rumah hanya ada Kak Seruni dan Reni. Semuanya perempuan. Aku sering iri melihat anak-anak lain bermain bersama kakak laki-laki mereka. Aku punya adik laki-laki tapi sudah terpisah sejak kecil.
"Ini, lihat ayam Bangkok nya besar, 'kan?" tanya Kak Gagas begitu bangga pada ayam bapaknya.
"Iya. Ada lima ekor, ya, Kak?" tanyaku setelah mengamati kandang.
"Iya. Tapi yang kecil ada banyak. Kata bapakku, bapak kamu di Bengkulu juga punya beberapa ekor," sahut Kak Gagas lalu menunjukkan ayam Bangkok miliknya yang masih kecil.
Aku memang dengar dari nenek, kalau bapak suka memelihara ayam Bangkok dan burung. Karena itulah ada burung beo di rumahku yang suka berbohong kemarin. Tapi sayangnya burung beo pembohong itu sudah meninggoi.
"Gas, adiknya di ajak makan dulu!" teriak istri Paman Toro, kita panggil saja Bik Toro.
Paman Toro, Bik Toro dan Om Narno sedari tadi mengobrol di ruangan tamu. Sedangkan Dik Atik sedang asyik bermain boneka.
"Iya, Bu," sahut Kak Gagas, "ayo, makan, In!" ajak Kak Gagas kembali menarik tanganku.
"Iya," sahutku tersenyum lebar. Ah, aku benar-benar merasa senang memiliki seorang kakak laki-laki.
Aku dan Kak Gagas makan sambil berbincang dan bercanda. Ah seru rasanya. Aku merasa senang sekali. Aku merasa Kak Gagas menganggap aku seperti adiknya sendiri, meskipun kami hanya saudara sepupu.
"Kak, dimana tempat cuci piringnya?" tanyaku karena tidak melihat wastafel dan baru hari ini ke rumah Paman Toro.
"Ibu biasa nyuci piring di luar," sahut Kak Gagas.
"Sudah, nggak usah di cuci. Biar nanti bibi cuci," ujar bibi yang mendengar percakapan kami.
"Nggak apa-apa, kok, Bik. Di rumah juga biasa nyuci piring," sahutku yang memang benar adanya. Sedangkan bibi tersenyum hangat.
"Mau Kakak tunjukkan tempatnya?" tanya Kak Gagas yang wajahnya selalu di hiasi senyuman.
"Iya, Kak," sahutku tersenyum tipis.
Aku membawa piring kotor ke tempat yang ditunjukkan oleh Kak Gagas, lalu mencuci piring kotor, dan juga beberapa peralatan dapur kotor yang ada di tempat cucian piring.
Usai mencuci piring, aku menyusun piring dan peralatan dapur di tempatnya. Setelah mencuci dan menyusun piring dan peralatan dapur, aku mengangkat jemuran bibi di luar yang sudah kering. Aku melipat semua pakaian itu seperti yang biasa aku kerjakan di rumah.
"Eh, main kok malah nyuci piring, angkat jemuran dan lipat pakaian," celetuk Bik Toro yang berprofesi sebagai guru SD.
"Nggak apa-apa, Bik. Nggak ada kerjaan juga," sahutku yang sudah hampir selesai melipat pakaian keluarga paman.
"Adik kamu ternyata rajin, Gas," ucap bibi tersenyum hangat.
"Iya, nih, beda sama Atik. Kerjaannya main mulu," sahut Kak Gagas.
"Yee..aku, 'ka, masih kecil. Belum bisa cuci piring dan lipat pakaian," sahut Atik yang baru naik kelas empat SD.
"Sudah gede gitu, masih saja bilang masih kecil," sahut Kak Gagas.
"Kalian ini berantem terus kalau kumpul," sahut bibi menggelengkan kepalanya pelan seraya mengambil pakaian yang sudah aku lipat.
"Bik, aku pamit pulang," ucapku saat melihat hari sudah sore.
"Loh, kok cepet amat?" tanya bibi.
"Lain kali aku akan main lagi ke sini, Bik," sahut ku tersenyum tipis.
"Ya sudah, sering-sering main ke sini, ya!" pinta bibi.
"Iya, Bik," sahutku.
"Cepet banget, sih, In, pulangnya?" ucap Kak Gagas dengan wajah lesu. Sepertinya Kak Gagas suka aku main ke rumahnya.
"Nanti aku main ke sini, lagi, Kak," ucapku yang malah merasa senang melihat ekspresi lesu Kak Bagas yang berarti dia ingin aku di rumahnya lebih lama.
"Ini, bawa pulang untuk cemilan," ucap bibi seraya memberikan sekantong plastik kerupuk padaku.
"Terima kasih, Bik," ucapku tersenyum senang. Meskipun hanya kerupuk yang diberikan bibi, tapi aku sudah merasa sangat senang.
Aku menyalami dan mencium punggung tangan bibi, dan pamanku, lalu pamit pada Kak Gagas dan Dik Atik. Om Narno mengantarkan aku pulang menaiki motornya.
"Ingat, 'kan, jalan ke rumah Paman Toro?" tanya Om Narno saat dalam perjalanan mengantarkan aku pulang.
"Ingat, Om," sahutku tersenyum tipis.
Sudah sampai masuk SMA, baru kali ini aku tahu rumah saudara bapakku. Wajar saja karena tempat tinggal mereka di kota dan aku di desa. Aku bahkan tidak akan tahu rumah kakek dan nenekku, jika nenek dan Paman Supri tidak mengantar aku bertemu kakek dan nenek setiap lebaran. Karena itulah aku tidak mengenal saudara-saudara bapakku. Miris bukan? Tapi inilah kenyataannya.
Tapi kenapa bisa seperti ini?
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Anitha Ramto
Jgn² nanti Gagas suka beneran sm Indah...bs jd mereka berjodoh
saudara sepupu mh boleh nikah..asal jgn adik kandung..sm om ato tante yg sedarah
2024-07-25
2
Mr.VANO
gak pp in,,,yg penting masih ketemu sama saudarah Ayah,,
2024-07-01
4
Anik Trisubekti
mereka menemui Indah tulus apa ada niat lain🤔
2024-06-30
4