KANTIN

Malam ini hujan turun dengan derasnya, rasa dingin menyelimuti Dina yang kini sedang duduk termenung di kasur sambil memeluk teddy bear yang baru ia beli tadi sore bersama Rendra.

Teddy bear bewarna coklat itu adalah pemberian Rendra untuknya sebagai hadiah ulang tahunnya kali ini. Namun bukannya senang atau pun sedih dengan hadiah yang ia terima, ia menyukainya hanya saja ia masih teringat dengan foto dirinya di dompet Rendra. Foto berukuran dompet yang ia simpan beberapa tahun lalu sampai sekarang membuatnya menjadi penuh dengan pertanyaan di kepalanya.

Tak mau banyak berpikir ia memilih untuk merebahkan badannya sambil memeluk boneka barunya itu.

...***...

Rendra terdiam di kamarnya sambil menatap ke arah jendela. Ia memandangi hujan yang sudah turun dengan sendirinya. Rendra terdiam sejenak mengingat kejadian tadi sore saat ia memberikan dompetnya pada Dina dan ia lupa dengan foto Dina yang ia simpan di dompetnya yang akhirnya ketahuan olehhnya. Entah senang atau sedih ia hanya takut Dina berubah dan menjauhinya jika gadis itu mengetahui perasaannya selama ini.

Ketukan pintu menyadarkan Rendra dari pikiran dan lamunannya.

"Kamu belum istirahat?" tanya Ibu masuk ke kamar.

"Belum, Mah" jawab Rendra.

"Tadi siang Andin bicara sama Mamah, dia minta untuk pindah sekolah," ujar Mamah.

"Pindah sekolah? Dia kan baru masuk SMA kenapa harus pindah?" tanya Rendra.

"Dia bilang kurang suka dengan sekolahnya, tadinya dia minta Mamah untuk nggak bilang ke kamu, tapi Mamah harus minta juga pendapat kamu karena bagaimana pun kamu kakaknya," ucap Mamah.

Rendra binggung, selama ini adiknya tampak baik-baik saja di sekolah, lalu mengapa ia ingin pindah sekolah? Terlebih ia baru masuk beberapa bulan lalu.

"Biar Rendra tanya langsung sama dia Mah, lagi pula dia baru masuk sekolah dan belum terlalu beradaptasi, kalau nanti dia pindah sekolah lagi dia harus mulai beradaptasi kembali," ucap Rendra.

"Ya sudah kamu bicara baik-baik lagi sama dia supaya dia mengerti," ucap Mamah pergi.

Rendra mengusap wajahnya, ia binggung dengan adiknya itu, sampai hari ini Andin belum mau berbicara padanya, jangankan mau berbicara, melihat Rendra saja ia langsung mengalihkan pandangannya dan langsung menghindar masuk kamar.

Namun Rendra memang perlu berbicara dengan Andin, bagaimana pun Andin adalah adiknya dan tanggung jawabnya, tak mungkin selamanya gadis itu terus salah paham dengan apa yang terjadi.

...***...

Dina bersiap-siap ke kampus. Setelah beberapa minggu ia diantar Dimas dan di jemput Rendra. Hari ini motornya sudah sembuh dan ini adalah kebahagiaan baginya agar bisa singgah kemana pun tanpa harus menunggu jemputan.

"Oh jadi sekarang si cimot udah siuman," ucap Rendra tiba-tiba datang.

"Iya dong cimot udah dapat donor yang tepat, sekarang butuh pemulihan sedikit aja," jawab Dina memakai helmnya.

"Yakin tuh si cimot kuat di ajak jalan?"

"Yakin, dia udah baikan kok, lagian ini motor kesayangan,"ucap Dina.

"Yowes, padahal tadi mau nawarin motor apa buat kado, tapi kayaknya udah sayang sama si cimot jadi ya udah," ucap Rendra memasukan tangannya ke saku.

"Kado motor?" tanya Dina melepas kembali helmnya.

"Iya, kan Aa belum kasih kado yang bener, rencananya ke sini mau nawarin kamu motor sebagai kado, tapi ya karena motornya udah baikan jadi ya sudah," ucap Rendra cuek.

"Ih kok gitu, kalau udah rencanain harus jadi."

"Nggak ada, uangnya mau di pake modal nikah kita aja," ucap Rendra.

"Nikah mulu, nikah aja sama bayangan sendiri!" ucap Dina kemudian memakai helmnya dan pergi.

Rendra hanya diam menatap Dina yang kini pergi dengan motornya. Ia mengelus dadanya, wanita itu memang kadang sering menguji kesabarannya.

"Ngapain di sini?" tanya Dimas.

"Nyariin uang jatuh," ucap kemudian menaiki motornya kembali.

"Dih orang kaya tapi nyari duit di rumah orang," ledek Dimas.

"Nggak apa-apa rezeki kan datangnya dari mana aja," ucapnya.

"Lha terus sekarang mau kemana lagi bukannya baru datang?"

"Mau kejar jodoh gue takut keburu di tikung," ucap Rendra memakai helm.

"Lo gak mau ketemu gue?"

"Kagak! Doakan aku kakak ipar," ucapnya kemudian tancap gas.

Dimas hanya menggaruk kepalanya. Kelakuan sahabatnya pagi ini memang sangat aneh dan sepertinya memang sudah aneh sejak lama.

...***...

Dina memakirkan motornya di parkiran sekolah, ia melihat Ghea yang sedang menunggunya sejak tadi. Sebelumnya memang Dina sudah mengabari ia baru berangkat.

"Ciye yang udah nunggu dari tadi," ucap Dina melepas helmnya.

"Nunggu traktiran," ucap Ghea sambil menyengir kuda.

"Kadonya mana?" pinta Dina menadahkan tangannya.

"Kadonya udah di panjatkan dari kemarin."

Dina hanya tersenyum sambil turun dari motor, ia berjalan menggandeng tangan Ghea yang badannya sedikit lebih berisi darinya itu.

"Pramudina!" teriak lelaki dari belakang.

Dina dan Ghea menoleh ke arah suara.

"Kak Riko, ada apa?" tanya Dina.

"Laporan penyuluhan kemarin datanya ada di kamu kan?" tanya Riko.

"Oh iya kak ada, tapi belum di salin datanya," jawab Dina.

"Ya sudah nanti istirahat saya tunggu di perpustakaan. Saya masih harus nyusun datanya," ujar Riko.

"Iya, Kak," jawab Dina.

Riko sudah pergi meninggalkan mereka berdua, sedangkan Ghea sedang tersenyum jahil menutup mulutnya sambil menatap ke arah Dina.

"Kayaknya ada yang mulai perdekatan," ucap Ghea.

"Nggak usah bikin gosip deh masih pagi," ucap Dina seraya berjalan.

"Oke-oke, eh gimana sama A'Rendra hubungannya?" tanya Ghea.

Ghea memang sudah tahu tentang Rendra dari Dina karena sering menceritakannya. Yang ia tahu Dina hanya menganggap lelaki itu sebagai kakaknya.

"Masih baik-baik aja," ucap Dina.

"Nggak ada perkembangan? Aku kira kemarin pas ulang tahun kamu, dia ngelamar."

"Ngelamar? Mana mungkin dia kan Sahabat Mas Dimas, dan aku udah anggap dia kakak," jawab Dina.

"Yakin selama ini nganggap dia sebagai kakak?" tanya Ghea mengangkat sebelah alisnya.

"Maksudnya?"

"Nanti kamu dapat jawabannya sendiri," ucap Ghea berjalan mendahului Dina ke dalam kelas.

Dina hanya termenung mencerna ucapan Ghea, apa maksudnya mengatakan itu? Selama ini dia hanya menganggap Rendra sebagai kakaknya tak lebih.

...***...

Rendra baru selesai mengajar, ia singgah ke kantin untuk mengisi perutnya. Keadaan di kantin tampak ramai, Rendra sabar berdesakan dengan para mahasiswa. Meskipun sebenarnya ia kesal karena harus mengantri bersama mahasiswa.

"Selamat siang pak Rendra," sapa dua orang mahasiswi pada Rendra.

"Siang," jawab Rendra singkat.

"Bapak tumben makan di sini," tanya salah satu mahasiswi itu.

"Tidak apa-apa, lagi pula kantin ini umum kan?" ucap Rendra kemudian mengambil pesanannya.

Mahasiswi tersebut hanya tersenyum kecut mendapat jawaban dari Rendra. Sikap Rendra memang selalu begitu, lelaki itu jika mengajar ia akan berubah menjadi tegas dan beribawa seperti mengantor pun sikapnya akan sama.

Berbeda jika ia sedang berkumpul bersama teman-temannya terutama jika bersama Dina, jangan ditanya lagi lelaki itu akan berubah menjadi kucing yang manis di hadapan mereka.

"Numpang duduk," ucap wanita tiba-tiba duduk di bangku depan Rendra.

Rendra yang baru saja minum terkejut kemudian menatap ke arah wanita yang langsung duduk sambil memainkan ponselnya.

"Mauren?" tebak Rendra.

Wanita tersebut mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Rendra dengan tatapan datarnya.

"Kenapa tahu nama gue?" tanya Mauren.

"Gue Rendra sahabat Dimas suaminya Anin dan sahabat Anin dari kemarin," ucapnya mengingat perkenalan pertama mereka.

"Oh cowok belagu itu kan?" ucap Mauren dengan kencang.

Sontak beberapa mahasiswi dan dan mahasiswa yang berada di kantin menengok ke arah mereka berdua. Rendra yang malu menundukan kepalanya mendengar ucapan Mauren yang baru saja mempermalukannya sebagai dosen terfavorit di kampus.

Mauren adalah sahabat dekat Anindira istrinya Dimas, saat mengadakan syukuran anak keduanya barulah Rendra bertemu dan berkenalan dengan gadis jutek ini.

"Kenapa lo di sini, jangan-jangan sengaja ngikutin gue?" selidiknya.

"Lo bisa kecilin suara lo nggak? Cewek kok suara kayak toa Mesjid," ucap Rendra.

"Apa lo bilang? Toa mesjid? Lo kalau ngomong bisa di jaga nggak?" ucap Mauren makin tinggi.

Muka Rendra sudah memerah, kali ini seperti mimpi buruk baginya bertemu dengan Mauren dan mengajaknya berbicara seperti membangunkan Singa yang sedang tidur.

"Oke-oke gue salah, tolong jangan teriak-teriak ini bukan pasar," ucap Rendra.

"Biarin, terserah gue emang kampus ini punya lo main ngelarang gue," ucap Mauren.

Rendra hanya mengangguk seraya meminum kembali minumannya untuk meredakan emosinya, jika tahu di depannya tadi Mauren lebih baik ia tak menyapanya dan pura-pura tak kenal dengan wanita ini.

"Eh mau kemana lo?" tanya Mauren saat Rendra berdiri.

"Mau ke THT benerin kuping, budeg gue denger lo teriak-teriak!" ucap Rendra kesal.

"Tunggu!" ucapnya berdiri.

"Duh ampun deh gue nggak akan gangguin lo, gue udah malu sama anak-anak," ucap Rendra yang hendak pergi.

"Woy, lo harus tanggung jawab!" teriaknya dari belakang.

Sontak suara menggelegar dari Mauren membuat seisi kantin menengok ke arah mereka. Rendra menatap ke arah Mauren dengan rasa malu yang luar biasa, gadis itu mengatakan bertanggung jawab dan sudah pasti banyak yang menduga telah terjadi masalah serius dengan mereka berdua.

"Lo ngapain teriak-teriak?" tanya Rendra pada Mauren.

"Ya habis lo tinggalin gue suruh siapa? Antarin gue ruang dosen," ucap Mauren.

"Ruang dosen?" tanya Rendra.

"Gue ada urusan, cepetan anterin gue soalnya nggak ada yang gue kenal di sini," ucapnya menatap ke arah sekeliling kantin yang masih menatapnya.

"Lo ikutin gue."

Mauren pun berjalan mengikuti Rendra yang berjalan lebih dulu, berberapa orang masih menatap ke arah mereka, sedangkan Mauren tak mempedulikannya.

"Nih ruangan Dosen udah sampai!" ucap Rendra berhenti.

Mauren menatap Rendra sebentar, kemudian masuk ke dalam melewati Rendra.

Rendra hanya diam sambil mengelus dadanya, bertemu dengan Mauren membuatnya hampir saja serangan jantung. Di tambah wanita itu mempermalukannya di kantin.

Baru saja Rendra berjalan pergi tiba-tiba kepala Mauren mengitip dan membuat Rendra terkejut.

"Thanks," ucapnya dengan wajah datar dan kembali masuk ke dalam.

"Thanks? Harga diri gue hampir turun cuman bilang thanks? Dasar cewek aneh!" ucap Rendra sambil berjalan pulang.

...°°°...

...Terimakasih yang sudah membaca kelanjutannya. ...

...Jangan lupa vote & komentarnya yaa ...

...^_^...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!