BERTEMU PAPAH

..."Like Father Like Son!"...

...-Rendra. ...

...°°°...

Sudah selama empat belas tahun selama bersahabat dengan Dimas. Rendra dekat dan selalu bersama dengan Dina. Saat itu Dina baru menginjak usia dua belas tahun dan baru kelas 6 SD. Rendra menyayangi gadis itu seperti adiknya sendiri, terlebih Andin adik Rendra juga bersahabat dengan Dina.

Namun perlahan, Rendra menyadari semakin dewasa Dina semakin ia menyayangi gadis cantik yang bergantung padanya. Sifatnya yang sedikit manja dikarenakan ia dan Dimas yang sering memenuhi keinginannya sejak kecil, namun Rendra sangat senang jika Dina selalu bergantung dan meminta bantuannya.

"Pak, rapatnya akan segera di mulai." ucap staff hotel masuk ke kamar Rendra.

"Oke, saya siap-siap," ucap Rendra bangkit dari duduknya dan mengambil tas kerjanya.

Pikiran Rendra tak karuan, ia terus memikirkan Dina dan suara lelaki itu. Selama mengenal Dina ia tak pernah tahu menahu tentang lelaki yang di sukai dan dekat dengan Dina.

"Mari rapat kita mulai." ucap Rendra memulai rapat.

Satu jam sudah rapat selesai dilaksanakan, Rendra masih terdiam.

"Pak, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya sekretaris hotel.

"Tolong hubungi saya proses renovasi, saya harus segera pergi. Semua data sudah saya terima saya harap kalian bisa bekerja dengan baik." ucap Rendra.

"Baik pak, apa anda akan segera kembali?" tanyanya.

"Saya rasa tugas saya sudah selesai, mungkin bulan depan saya akan kembali, laporkan jika ada yang masalah." ucap Rendra.

"Baik pak," jawab sekretaris tersebut.

Rendra mengangguk dan langsung pergi ke kamar hotel. Hari ini setelah mendapat lima panggilan dari Nadia ia memutuskan untuk menjenguk Papahnya itu. Meskipun dirinya sendiri masih belum ingin bertemu Papah kandungnya itu.

...*-*-*-*...

Rendra sudah mengepak semua pakaiannya ke dalam koper, rencananya hanya seminggu di Jakarta ia batalkan. Lagi pula ternyata hotelnya sudah ditangani oleh orang kepercayaan Papahnya.

Rendra memakirkan mobilnya di parkiran Rumah sakit tempat Papahnya dirawat. Ia turun dari mobil sambil menghela nafasnya, ia membuka ponselnya dan melihat wallpaper foto Ibu dan Andin. Hari ini ia takkan mengecewakan dua wanita yang berarti dihidupnya.

"Bang Rendra?" ucap Nadia menatap Rendra yang berjalan ke arahnya.

Rendra hanya menatap dingin pada wanita berparas mirip ayahnya itu. Wanita itu tersenyum kaku antara gugup dan takut melihat Rendra yang kini di hadapannya.

"Papah ada di dalam sama Mamah," ucapnya gugup.

Rendra yang mendengar ucapan Nadia mencoba mengontrol emosinya, sebenarnya ia merasa kesal terlebih dua wanita yang tidak diinginkannya berada di sini. Ia berharap ini terakhir kalinya ia bertemu dengan mereka.

"Ayo bang masuk," ajak Nadia membukakan pintu.

Rendra masuk ke dalam dan melihat Papahnya yang sedang di suapi. Melihat kedatangan Rendra, mereka berdua terkejut, istrinya menatap Rendra sambil tersenyum canggung sedangkan Papahnya menatapnya dengan tatapan berbinar.

"Rendra, silahkan duduk." ucap Mamah Nadia.

"Bisa tinggalkan kamu berdua?" tanya Rendra.

Nadia dan Mamahnya saling bertatapan, Nadia mengajak Mamahnya keluar dan membiarkan Rendra berbincang dengan Papahnya.

"Papah kira kamu tidak akan datang," ucapnya tersenyum.

Rendra hanya diam, sambil memasukan tangannya di saku, sedangkan tangan kanannya memegang ponselnya.

"Sebenarnya apa yang anda rencanakan?" tanya Rendra tanpa basa basi.

"Rendra, Papah rindu dengan kamu." ucapnya.

"Tidak usah basa-basi, ini terkahir kali kita bertemu." jawab Rendra.

"Rendra, maafkan kesalahan Papah, Papah sadar semua yang Papah lakukan adalah salah." ucap Papah dengan nada pelan.

Rendra tak berguman, ia hanya diam tanpa menjawab apapun, ia membiarkan lelaki itu berbicara padanya.

"Papah mengaku salah telah mengkhianati Mamah kamu dan juga meninggalkan kalian. Papah minta maaf, seharusnya Papah bisa membahagiakan kamu, tanpa Papah sangka ternyata sekarang kamu sudah menjadi orang hebat." ucap Papah kembali.

Rendra masih terdiam, lelaki ini masih belum berubah bahkan saat ia terbaring sakit kini pun ia masih tetap sama.

"Apa mau anda?" tanya Rendra dengan nada dingin.

"Papah ingin kamu tinggal di Jakarta bersama kami, bersama Papah. Kamu bisa urus semua bisnis Papah di sini yang akan di pindah tangankan ke kamu," ucap Papah.

"Lalu bagaimana dengan Mamah dan Andin? Mamah mungkin bisa tinggal di Bandung tapi Andin bagaimana? Bukankah dia anak Papah juga?" tanya Rendra dengan tenang.

"Tenang saja untuk Andin akan Papah biayakan semua keperluannya sampai lulus kuliah dan sampai ia menikah. Kamu tak perlu khawatir dengan dia, kamu tidak perlu tanggung jawab untuk dia, Papah akan memberinya biaya hidup." ucap Papah.

"Kenapa dia tidak bisa tinggal bersama Rendra dan Papah?" tanya Rendra.

"Kamu tahukan ia baru masuk SMA, dan dia juga sangat sayang dengan Mamah mu dia tidak mungkin mau tinggal bersama Papah." ucap Papah.

"Tawaran yang menarik, Rendra juga tak perlu susah-susah banting tulang untuk membiayai sekolah dan kebutuhan sehari-hari lagi." ucap Rendra.

"Betul, sekarang waktunya kamu meneruskan bisnis." Ucap Papah tersenyum.

Rendra menunduk kemudian ia tersenyum dan sedetik kemudian ia tertawa lantang, membuat Papahnya binggung dengan sikap Rendra.

"Papah ingin ketemu Rendra hanya untuk meminta Rendra tinggal bersama? Kenapa baru sekarang? Kenapa disaat Rendra masih SMP gak punya apa-apa dan harus banting tulang Papah nggak pernah peduli dan tanya kabar Rendra?" tanys Rendra dengan wajah memerah menahan amarah.

"Rendra bukan begitu." ucap Papah.

"Papah sekarang minta Rendra tinggal bersama karena Papah nggak punya anak laki-laki untuk meneruskan perusahaan? Dulu kemana? Kenapa dulu Rendra, Andin dan Mamah di buang begitu saja demi wanita itu?" ucap Rendra dengan nada tinggi tanpa peduli berada di ruang rawat inap.

"Rendra itu nggak seperti yang kamu pikirkan, Papah menikah dengan Mamah tiri kamu itu karena Mamah. Bukan Papah tak ingin menemui kamu itu karena Mamah kamu yang tidak menginzinkan," bela Papah.

Rendra tersenyum mengejek, semua ucapan Papahnya adalah omong kosong baginya. Ia tak peduli sekali pun Mamahnya salah tapi beliau tidak pernah meninggalkannya.

"Mamah di selingkuhi Papah, dia diam, Papah melakukan kekerasan dalam rumah tangga Mamah juga diam, Mamah ditinggal Papah dia diam, apa itu wanita yang anda bilang salah? Jangan pikir Rendra tidak tahu tentang apa yang Papah lakukan selama ini pada kita, selama ini Rendra diam hanya karena Mamah. Dan karena anda saya belajar untuk menghargai wanita dan bisa sukses seperti sekarang. Anda tahu saya sukses itu karena doa dari Mamah yang tulus menyanyangi anak-anaknya," ucap Rendra yang kini dengan mata berkaca-kaca.

Papah terdiam menatap Rendra. Sedetik kemudian ia tersenyum mengejek pada Rendra.

"Rendra, harta yang kamu miliki tidak seberapa, bisnis kamu dalam perusahaan itu juga bisa sewaktu-waktu hancur, tidak perlu kamu sombong di depan Papah kamu!" ucap Papah tersenyum mengejek.

"Saya tidak butuh harta, saya hanya butuh keluarga di mana hanya ada Mamah dan Andin di dalamnya, dan itu tidak bisa di bayar dengan uang. Sekalipun anda memanfaatkan Andin sebagai umpan untuk mendapatkan saya, saya pastikan anda tidak akan berhasil. Hari ini setelah sekian lama dia tidak mengetahui apapun, Akhirnya ia mengetahui tentang siapa Papah aslinya," ucap Rendra mengangkat ponselnya yang terhubungan dengan nomor baru Andin.

Papah terkejut dengan tindakan Rendra yang diluar dugaannya, ternyata kepintaran lelaki itu melebihnya. Rencananya untuk meminta Rendra tingggal dan mengelola perusahaannya gagal terlebih kini Andin sudah mengetahui semuanya.

"Apa sekarang anda menyesal karena wanita perusak hubungan itu tidak bisa melahirkan anak laki-laki karena rahimnya sudah di angkat? Dan sekarang anak lelaki satu-satunya yang di buang di punggut kembali demi menyelamatkan perusahaan?jika anda menginginkan saya untuk tinggal bersama anda, seharusnya anda juga mengizinkan Andin ikut. Tapi pikiran anda terlalu mudah di tebak," ucap Rendra.

"Rendra apa kamu lupa sedang berbicara dengan siapa? Apa seperti ini sikap kamu dengan orangtua? Tidak punya sopan santun bahkan disaat Papah tengah sakit? Ternyata didikan Mamahmu sangat rendah!" ucap Papah.

"Didikan Mamah tidak salah, hanya saja anda lupa satu hal, Like Father Like Son!" ucap Rendra tersenyum mengejek.

"Ini terkahir kita bertemu, saya harap anda tidak usah menghubungi saya dan keluarga saya, hidup saya lebih bahagia tanpa anda. Hotel anda akan saya pertimbangkan!" lanjutnya kemudian pergi.

Rendra mengepalkan tangannya menutup pintu, ia melihat dua wanita yang sekarang bersama Papahnya itu tengah duduk menunggu dengan cemas. Saat Rendra berjalan mereka berdiri sambil tersenyum canggung.

Rendra berjalan tanpa berkata apapun, namun beberapa langkah ia berhenti dan membalikan badannya.

"Tolong jaga dia dengan baik. Ini terkahir kali saya bertemu, semoga kalian sehat," ucap Rendra kemudian berjalan pergi.

Kedua Ibu dan anak itu hanya terdiam menatap kepergian Rendra. Rendra meraih ponselnya yang masih terhubungan dengan Andin yang baru membeli ponsel beberapa hari lalu. Ia mendengar isakan gadis itu bersama Mamah yang menenangkannya. Setelah sekian lama Andin tak pernah tahu apapun Rendra akhirnya memberanikan diri memberitahunya setelah rapat tadi ia sudah tahu apa yang direncanakan Papahnya itu sehingga ia merasa Andin sudah harus mengetahui sebenanya.

Rendra menghapus butiran air matanya yang sejak tadi ia tahan saat berbedat dengan Papahnya, namun setelah mendengar suara isakan Andin dan Mamahnya ia tak bisa menahannya kedua wanita itu adalah kekuatan dan kelemahannya. Rendra berjanji ia akan membahagiakan keluarganya. Semua tangis di bayar tawa bahagia. Rendra pastikan!

...°°°...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!