Pagi ini Rendra mengantarkan Andin, adik satu-satunya yang sangat ia sayangi pergi ke sekolah barunya. Setelah perdebatan beberapa hari lalu, akhirnya Rendra memutuskan untuk mengalah dan membiarkan Andin memilih sekolah yang ia inginkan, asalkan dengan syarat Andin harus terbuka pada dirinya dan Mamahnya jika ada sesuatu yang terjadi padanya.
Sekolah baru Andin memang bukan sekolah favorit seperti sebelumnya, hanya saja sekolah ini lebih nyaman menurut Rendra karena ia lulusan dari SMA tersebut.
Selesai mengantar Andin ke sekolah, Rendra memilih langsung pergi ke kantornya. Perusahaan Rendra sendiri adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang kerajinan. Perusahaan Rendra membuat kerajian keramik yang sudah berdiri 6 tahun lalu.
Barang-barang yang di hasilkannya juga sudah dijual sampai keluar negeri, hanya saja beberapa bulan ini perusahaan Rendra sudah berbagi saham dengan perusahaan lain karena kurangnya dana yang Rendra butuhkan dan Rendra terpaksa menjual setengah sahamnya agar investasi perusahaannya tetap berjalan.
...***...
Rendra membuka jasnya dan menggantungkan di ruangannya. Ia memang jarang menggunakan jas kecuali dalam keadaan tertentu. Biasanya ia sering menggunakan kemeja biasa.
Rendra duduk di kursinya sambil mengusap wajahnya.
Teleponnya berdering sebuah pesan dari Dina.
Lusa Dina Wisuda, jangan lupa Aa harus datang, nggak pake tapi dan alasan apapun!
Rendra hanya tertawa kecil membaca pesan dari Dina, ia sudah mengetahui jika Dina akan wisuda lusa dan ia juga sudah menyiapkan hadiah kecil untuknya.
Rendra kembali bekerja, sambil mengecek komputer tiba-tiba teleponnya berdering, dan ia sedikit terkejut saat mengetahui telepon itu dari Nadia.
"Halo bang," ucap Nadia di balik telepon.
"Ada apa?" tanya Rendra.
"Papah kritis di rumah sakit," ucap Nadia dengan nada suara seperti habis menangis.
Rendra terdiam, benarkah Papahnya sedang kritis atau kembali berpura-pura agar Rendra datang.
"Papah dua hari yang lalu kena serangan jantung, sekarang masih kritis."
"Maaf saya nggak bisa ke sana, kamu hubungi lagi kalau nanti beliau sadar," ucap Rendra.
"Bang, apa nggak bisa sekali ini aja maafin Papah? tolong."
"Maaf saya masih ada kerjaan, nanti kamu hubungi lagi," ucap Rendra mematikan sambungan telepon.
Rendra mengepalkan tangannya dan memejamkan matanya, mengapa setiap Papahnya sakit selalu menelponnya? Apakah kemarin tidak cukup saat Papahnya membohonginya dan memanfaatkan dirinya. Sudah cukup penderitaan Rendra dengan semua kenyataan yang ada, Rendra ingin hidup tenang bersama Mamah dan adiknya.
...***...
Rendra terdiam di sebuah Café yang sering ia kunjungi bersama kedua sahabatnya Dimas dan Gilang. Namun kali ini hanya dirinya sendiri yang sedang terdiam dengan pikiran yang melayang-layang.
Sejak Nadia adik sekandungnya menelepon mengabarkan tentang Papahnya kritis, sebagai anak Rendra tentu merasa khawatir meskipun masih ada rasa kecewa teramat besar dengan apa yang pernah Papahnya lakukan pada dirinya dan juga Mamah dan adiknya.
Rendra mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya, sudah lama ia tidak pernah merokok batangan biasanya ia memilih rokok elektrik. Namun kini rokok batangan sangat ia butuhkan untuk menenangkannya.
Dari jauh, wanita berambut coklat kehitaman yang di kucir ekor kuda sedang menunggu pesanannya. Sambil menatap ponsel pintarnya ia sesekali mengedarkan pandangan ke sekeliling café yang tidak terlalu ramai.
Gadis dengan celana jeans dan kaos warna kuning kusam bergambar donat itu menyorot ke arah lelaki yang tengah duduk bersandar dengan rokok yang di selipkan di jari-jarinya. Tampak sedang banyak masalah dan sedang mencoba mencari ketenangan.
"Teh, ini pesanannya."
"Oh iya, ini uangnya," jawab wanita itu.
Wanita itu memasukan uang kembalian ke dompet bewarna coklat yang ia genggam kemudian berjalan membawa pesanannya ke arah meja yang di tempati lelaki yang tadi sudah ia tandai.
"Ikut duduk," kata wanita itu menarik kursi di depan lelaki itu.
"Ngapain lo di sini?" tanya Rendra.
"Kenapa kalau gue di sini? Emang ini café punya lo?"
"Mauren, gue lagi nggak mau debat," jelas Rendra malas.
Mauren hanya diam sambil meminum penasanannya tadi. Ia menatap Rendra yang tampaknya memang tidak ingin di ganggu. Namun entah mengapa Mauren malah tak pedulikan risihnya lelaki itu.
"Gue lagi nggak ada temen, nggak sengaja lihat lo jadi ya gue duduk di sini," ucap Mauren.
"Memang kita teman?" tanya Rendra.
"Ya udah kalau lo nggak mau di ganggu gue pergi," ucap Mauren kesal dan berdiri.
Rendra menahan tangan Mauren yang kesal dengan ucapannya. Rendra tahu ia sedang banyak pikiran namun tak sepantasnya juga ia sinis dan melempar amarah pada orang lain termasuk Mauren.
"Sorry, gue lagi banyak pikiran."
Mauren memilih kembali duduk, ia menatap Rendra sekilas kemudian menyandarkan badannya ke kursi.
"Masalah keluarga?" tanya Mauren sambil meminum kembali minumannya.
Rendra menatap Mauren sejenak. Mauren memiliki postur tubuh tinggi kurus, kulitnya berwarna sawo matang namun wajahnya manis khas indonesia, jika ia senyum maka akan banyak yang jatuh cinta dengan senyum manisnya. Hanya saja gadis itu bukan orang yang ramah, dan murah senyum. Rendra baru sekali melihatnya senyum gadis itu.
Gayanya memang sedikit cuek, usianya sudah sangat cukup untuk menikah, hanya saja Mauren memang sangat sulit akrab dengan orang lain karena sifatnya yang dingin.
"Life is never flat!" ucap Rendra.
"Emang hidup itu nggak pernah datar. Jalanan aja ada polisi tidurnya," kata Mauren dengan wajah datarnya.
Rendra menarik sudut bibir sedikit, Mauren memang sedikit asyik kalau diajak bicara serius namun dilain itu jangan sampai Rendra dibuat malu kedua kalinya olehnya.
"Kalau gue tebak urusan bokap lo?" selidik Mauren.
Rendra yang masih mengesap rokoknya menatap ke arah Mauren yang dengan ekspresi datar seperti biasanya.
"Lo masih beruntung masih ada bokap. Gue sekarang kalau mau ketemu cuma bisa nitip doa," ucap Mauren kembali.
"Dari mana lo tahu?" tanya Rendra.
Mauren merubah posisi duduknya sambil bermain sedotan minumannya ia menatap Rendra sejenak, namun karena menurutnya pria ini tidak terlihat istimewah ia memilih menatap ke arah jendela di sampingnya.
"Lo itu selain wajahnya pas-pas-an, otak lo juga sama ya," ucap Mauren yang kembali berkata ketus.
Rendra yang sudah serius mencebik kesal, wanita ini kembali dengan kelakuan dan ucapannya yang selalu seenaknya.
"Handphone lo dari tadi hidup, lo simpan di meja dan nampilin panggilan tak terjawab dari nama Papah. Nggak mungkin kan kalau nama Papah itu selingkuhan lo!" ketus Mauren.
"Gue kira lo bisa ngeramal!" dengus Rendra yang menyadarkan badannya di kursi.
Keduanya saling diam, Rendra menatap ke arah jendela sedangkan Mauren memilih memainkan ponselnya mendownload drama korea terbaru mumpung Wi-fi café terhubung di ponselnya.
"Lo sering ke sini?" tanya Rendra kemudian.
"Nggak, kalau lagi pengen aja."
"Nggak ada kerjaan?
Mauren menatap jengah pada Rendra, niatnya ingin santai duduk meski pun ia tahu salahnya mendatangi kursi Rendra namun sikap Rendra yang menyebalkan membuatnya kesal.
"Gue kerja." jawab Mauren menatap Rendra.
"Apa? Gue lihat lo nggak kerja kayak tempo hari lo datang ke kampus sekarang lo keluyuran di sini."
"Lha kenapa emangnya? Apa harus kerjaan gue di lihatin ke orang-orang?"
"Oke, gue salah."
"Bagus kalau lo tahu salah!" jawab Mauren.
Rendra hanya menghela nafasnya dan memilih memasukan ponselnya ke dalam saku celana.
"Gue mau cerita!" ucap Mauren.
"Ngomong aja, nggak ada yang larang." jawab Rendra.
"Oke, gue nggak yakin lo mau denger tapi nggak mau tahu lo harus dengerin. Hidup gue dulu bahagia, sama nyokap dan bokap yang selalu nyayangin dan manjain gue. Terutama gue anak tunggal jadi apapun yang gue mau di kabulin. Sampai akhirnya gue selalu bergantung sama mereka, nggak bisa mandiri dan selalu mengandalkan mereka." kata Mauren serius kemudian terhenti sejenak.
Rendra yang tadinya tidak begitu tertarik memasang telinganya mendengar cerita gadis itu.
"Waktu SMP gue ngelihat Nyokap selingkuh sama temennya yang Duda. Sejak itu Bokap sama Nyokap sering berantem. Gue benci sama Nyokap yang udah berkhianat, sampai akhirnya Bokap sakit jantung dia meninggal dan gue bertambah benci sama Nyokap." sambung Mauren.
Rendra yang mendengar kisah Mauren sedikit mengerti, itulah mengapa Mauren telihat cuek dan dingin.
"Hal paling gue benci, Nyokap mutusin nikah sama selingkuhannya itu. Gue nggak bisa terima, Bokap udah meninggal dan Nyokap berusaha buat deketin gue dan ngeyakinin, sampai akhirnya gue sadar. Selama ini gue hanya dikuasi ego, nggak mau dengerin penjelasan mereka. Gue sadar Nyokap nggak sepenuhnya salah, karena dari awal pernikahan mereka itu cuma karena tanggung jawab buat gue. Akhirnya gue ikhlas dengan keputusan Nyokap, gue nggak mau ngebenci dia seumur hidup karena bagaimana pun dia Ibu kandung gue," jelas Mauren menatap Rendra.
Rendra menatap mata gadis itu, tak ada sorot kesedihan, hanya ada tatapan kekecewaan namun tidak terlihat dari wajahnya yang masih datar dan dingin.
"Cuma itu yang gue mau ceritain. Gue harap lo jangan ngebebanin diri lo seumur hidup dengan rasa benci." ucap Mauren.
Rendra mengangguk dan menjawab "Thanks, gue sedang mencoba seperti lo."
"Jangan mau kayak gue, hidup gue udah hancur tapi gue nggak mau ngehancurin lagi dengan kebencian."
"Kenapa?" tanya Rendra.
"Lo orang baik Ren, sayang kalau hidup lo di bayangin-bayangin kebencian. Gue memang nggak bisa ngeramal apa yang terjadi tapi gue bisa tahu sorot mata lo itu menandakan kebencian."
Rendra mengerutkan keningnya bingung.
"Terserah lo mau dengerin kata gue atau enggak, tapi gue cuma saran nih. Sebelum menyesal di kemudian hari, lo harus bisa berlapang dada."
"Nggak nyangka lo bisa bijak," ucap Rendra tersenyum simpul.
"Bukan bijak, gue cuman mau bagi pengalaman aja. Udah ah gue cabut drama gue udah selesai di download," ucap Mauren berdiri dan mengambil ponselnya.
"Btw makasih."m
Mauren hanya mengangkat dua alisnya kemudian mengambil minumannya yang masih berisi itu dan berjalan meninggalkan Rendra yang masih duduk dengan senyum sedikit mengembang.
Ternyata dibalik sifat cuek dan dinginnya Mauren juga cukup peduli pada sekelilingnya. Hanya saja dia tidak mau terlalu mengikat diri dalam hubungan pertemanan.
Rendra yang merasa sedikit tenang, kembali meminum kopi yang masih terasa hangat. Ia mengingat ucapan Mauren seperti memang benar seharusnya ia bisa memaafkan Papahnya karena bagaimana pun beliau tetap ayah kandungnya.
Rendra menatap ponselnya yang sudah ia matikan datanya karena Nadia terus mengirim pesan whatsapp kepadanya. Setelah merasa sedikit tenang Rendra memilih menghidupkan datanya dan membiarkan puluhan pesan dari Nadia masuk ke ponsel pintarnya.
Di balik jendela kaca Rendra, seorang wanita sedang duduk di motor memandang ke arah Rendra dengan perasaan tak menentu. Wanita itu tadinya memang akan mampir ke café yang sama dan menemui lelaki yang sangat di kenalnya.
Namun baru saja memakirkan motornya, ia melihat lelaki itu bersama wanita yang ia tahu adalah sahabat dari kakak iparnya. Dan wanita itu hanya diam di motor melihat interaksi antara lelaki itu dan teman wanitanya.
"Dina?" kata Rendra menatap ke arah jendela.
Dina yang sedang diam menyadari Rendra menemukannya, dengan perasaan masih tak percaya melihat Rendra bersama Mauren sebisa mungkin Dina mengulum senyum pada Rendra yang kini sudah berdiri meninggalkan kursinya dan berjalan menghampirinya.
"Kamu dari tadi di sini?" tanya Rendra menghampiri Dina.
"Nggak, baru sampai.
"Kenapa nggak ke dalam?" tanya Rendra.
"Enggak jadi, Aa udah selesai?" tanya Dina.
"Udah, ini mau balik ke kantor," jawab Rendra.
Rendra hanya tersenyum kecil sambil mengunci tali helm Dina yang terbuka.
"Ya udah, Dina juga mau pulang, Oh iya jangan lupa lusa datang."
"Inshaallah, kalau Tuhan mengizinkan," jawab Rendra tersenyum.
Dina terdiam mendengar ucapan Rendra, entah kenapa ia merasa kurang puas dengan jawaban Rendra kali ini. Namun ia yakin Rendra pasti akan datang di Wisudanya kali ini, karena sejak dulu lelaki itu akan selalu ada untuknya.
Dina menghidupkan mesin motornya dan kemudian pamit pada Rendra yang tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan.
...°°°...
...Terimakasih yang sudah membaca kelanjutannya...
...Jangan lupa vote dan komentarnya ...
...^_^...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Al Fatih
dina cemburu
2024-12-23
0