"Dasar laki-laki nggak bertanggung jawab!!" hardik Karina begitu panggilan teleponnya dijawab oleh Gala.
"Ada apa, Rin?" Nada bicara Gala terdengar kebingungan.
"jangan sok nggak tahu kamu!! Kamu sengaja bikin Raka naik motor sendiri dari dealer motor? Kamu nggak mikir kalau sampai terjadi sesuatu sama dia? Motor itu belum memiliki surat resmi."
"Oke, baiklah. Aku tahu apa maksud kamu sekarang" Yang di seberang sana masih menjawab dengan santai.
"Kamu memang harus tahu. Aku sedang marah sama kamu. Kamu sudah membuat anakku dalam bahaya."
"Raka juga anakku, Rin."
"Ngakuin anak tapi tega bikin dia pulang sendiri pakai motor baru yang belum ada surat-suratnya. Emangnya kamu nggak mampu bayar jasa pengiriman? Kalau nggak mampu, bilang!!"
Terdengar helaan napas panjang dari Gala. "Raka yang minta bawa pulang sendiri, Rin. Jangan marah dulu sebelum menanyakan kebenarannya."
"Ini, aku kan lagi nanya sama kamu."
"Kamu nanyanya sambil marah." Gala terdengar tertawa kecil. "Awas!! Kamu bisa cepat tua kalau marah-marah terus."
"Dasar!! Bukannya ngakuin kesalahan,, tapi malah ngatain."
"Siapa yang nggak ngakuin kesalahan? Aku juga nggak ngatain kamu kok." Masih terdengar tawa lagi dari bibir Gala.
"Terserah!! Pokoknya aku nggak mau kejadian seperti ini terulang lagi. Kalau kamu emang niat bahagiain Raka, bahagiain sepenuhnya. jangan setengah-setengah begitu. Kalau belum mampu, lebih baik jangan dilakuin." Karina tak hentinya ngomel sepanjang jalan kenangan.
"Aku udah bilang, Raka sendiri yang minta saking Senen dia. Lagi pula, dia sudah pegang STNK sementara. Asal kamu tahu, aku ngikutin Raka dari belakang."
"Bohong!! Buktinya aku nggak lihat kamu." tantang Karina.
"Oh... Jadi kamu mau lihat aku?" Suara Gala terdengar menyebalkan. " Kenapa? Kamu kangen sama aku, Hem?"
"Dasar nggak tahu diri!!"
Tut. Karina menutup begitu saja panggilan teleponnya kepada Gala. Dia kesal kepada Gala yang selalu membuatnya naik darah. Sebenarnya, yang dilakukan Gala pun terbilang wajar, hanya saja karena Karina membenci Gala, maka apapun yang Gala lakukan, akan selalu salah di mata Karina.
"Mama kenapa?"
Karina tersadar karena pertanyaan Raka yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Sempat merasa khawatir jika Raka mendengar apa yang ia bicarakan dengan Gala. Tapi melihat anak itu yang biasa-biasa saja, sepertinya Karina aman dengan rahasianya.
"Mama lagi cari angin." Karina berkilah untuk menutupi kebohongannya. "Kamu ngapain ikutin Mama kesini?"
Ya, saat ini mereka sedang ada di taman kompleks pertokoan yang disediakan oleh developer ruko itu. Tak jauh, hanya di depan ruko yang mereka sewa.
"Aku mau minta ijin sama Mama."
"Ijin apa?" Maya menuntun sang anak duduk di sampingnya. "Duduk sini!"
"Masa hukumanku kan belum habis, Ma. Tapi aku ada latihan basket sama anak-anak buat turnamen antar sekolah bulan depan. Aku boleh ikut nggak, Ma? Om Rendra kok guru pendampingnya. Mama bisa pantau aku lewat beliau."
Karina tersenyum hangat kepada putra tercintanya itu. "Mama tahu kamu anak yang baik." Mama muda itu mendekap Raka dalam pelukannya. "Kamu juga anak yang pandai dan juga berprestasi. Hanya saja, karena kejadian kemarin, kamu harus menerima hukuman dari Mama agar kamu nggak ngulangin lagi."
"Aku tahu, Ma."
"Jadi, karena kamu udah jadi anak yang baik, Mama akan menghentikan hukuman kamu, asal...." Karina menggantung ucapannya.
"Asal apa, Ma?" tanya Raka penuh harap. Siswa kelas dua SMP itu melepas pelukan sang mama.
"Asal kamu janji nggak ngelakuin seperti kemarin lagi dan juga kenakalan remaja lainnya."
"Aku janji, Ma." Raka tersenyum lebar. Semangat anak muda kembali bergelora di dalam dirinya.
"Sama satu lagi."
"Apa itu, Ma?" Raka mengerutkan keningnya.
"Kamu boleh menggunakan motor baru kamu kalau memang urgent saja. Dan sebelum kamu punya SIM, kamu nggak boleh pergi ke sekolah dengan motor sendiri. Jadi kamu siap-siap dapat hukuman yang lebih berat dari ini jika kamu melanggar,"
"Oke, siapa takut?!" Anak remaja itu malah menantang namanya.
"Pintarnya anak Mama..." Sang ibu mengusap puncak kepala Raka dengan lembut.
Kemudian pasangan ibu dan anak itu berpelukan penuh rasa kasih sayang.
******
"Tumben banget ngajakin aku jalan nggak ngajak Raka?" tanya Karina kepada Rendra sambil mengamati pemandangan sekitar cafe.
"Ada yang mau bicarain sama kamu."
Karina mengerutkan keningnya. "Serius banget kayaknya, Mas? Apa terjadi sesuatu yang buruk?"
Tiba-tiba, Rendra mengambil tangan Karina yang ada di atas meja. Lelaki itu menggenggamnya dengan lembut.
"Karin"
"Ya?!" Karina sedang menunggu Rendra berbicara.
"Kapan kamu siap aku lamar?"
"Hah?!"
"Kapan kamu siap aku lamar?" ulang lelaki itu lagi.
"O-oh..." Karina gugup. "A-aku....."
"Kenapa? Kamu belum siap?" tebak Rendra yang tepat mengenai sasaran.
Akhirnya, dengan perasaan tak enak hati, Karina mengangguk.
"Sampai kapan kamu belum siap terus, Rin? Kita sudah menjalin hubungan lebih dari satu tahun sejak Raka mulai masuk SMP, dan kini Raka sudah kelas delapan, hampir naik ke kelas sembilan." Rendra mulai merasa lelah menunggu Karina, karena selama ini Karina selalu menunda lamaran darinya.
"Aku tau, Mas. Tapi aku memang belum siap."
"Ya aku tanya, sebenarnya apa yang selama ini selalu membuat kamu merasa belum siap setiap aku bertanya soal itu?" Rendra menghela napas lelah. "Apa ada yang sedang kamu tunggu, Rin?"
"A-aku...."
"Kamu yakin suami kamu sudah meninggal?" Tiba-tiba Rendra menanyakan hal tak terduga.
"Hah? Maksudnya gimana, Mas? Kamu nggak percaya sama aku?" Karina sedang menutupi rasa gugupnya.
"Bukan tidak percaya, tapi aku hanya khawatir, kalau ternyata masih ada seseorang yang kamu tunggu karena kamu selalu menolak lamaranku."
"Maaf, Mas. Aku tidak sedang menunggu siapapun, tapi aku memang belum siap menjalani kehidupan rumah tangga. Aku benar-benar masih ingin fokus pada anakku."
"Raka sudah remaja, Rin. Dia juga tumbuh menjadi anak yang baik dan berprestasi. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan lagi. Kamu hanya tinggal mengawasi dan menafkahi saja. Dan jika kamu terima lamaranku, aku akan membantumu merawat dan menjaga Raka." jelas Rendra dengan maksud membujuk pujaan hatinya itu.
Lagi-lagi Karina merasa tak enak hati kepada Rendra yang begitu tulus kepadanya, sementara dia justru terus memberi harapan palsu dan mengulur waktu. "Baiklah, akan aku putuskan secepatnya. Kamu mau menunggu kan, Mas?"
"Jangan lama-lama berpikirnya, Ibuku sudah menanyakan terus kapan aku akan melamar kamu. Kamu tahu kan berapa umurku? 30 tahun itu sudah mendekati perjaka expired, Rin." ucap lelaki itu dengan sedih.
"Baik, Mas. Aku akan kasih kamu kabar secepatnya." Karina mengulas senyum. Meskipun dia tidak bisa menuruti kemauan kekasihnya itu, setidaknya dia bisa menenangkan Rendra yang nampak gusar itu.
Bukan, bukan karena Karina tidak mencintai Rendra. Karina pun sama. Dia juga memiliki perasaan yang sama kepada Rendra. Tapi entahlah, dia sendiri tak tahu apa yang sedang ia tunggu sehingga terus mengecewakan Rendra setiap lelaki itu bertanya. Padahal, semua orang yang mengenal mereka, Rendra dikenal sebagai calon suami Karina, bukan hanya sekedar kekasih saja. Bahkan, peran Rendra untuk Raka sudah mendekati peran seorang ayah kepada anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments