"Sekian lama aku mencari kamu, ternyata kamu ada disini." gumam Gala pelan saat dia duduk di ranjang kamarnya. Di tangannya memegang selembar kertas yang sejak tadi membuat dia tersenyum sendiri.
"Pintar sekali kamu menyembunyikan dia." Senyum miring terbit di bibir Gala. "Kalian nggak akan bisa lari lagi,"
Tapi setelahnya, senyum di bibir Gala luntur. Dia nampak menghela nafasnya panjang. "Setidaknya, kalau aku nggak bisa bertanggung jawab atas kamu, aku masih berkesempatan bertanggung jawab kepada Raka."
Ya, kertas yang di pegang oleh Gala adalah surat rahasia dari rumah sakit yang menyatakan jika Gala dan Raka memiliki kecocokan tes dalam tes DNA yang dilakukan oleh Gala tanpa sepengetahuan Raka. Kini, sudah lebih dari satu minggu setelah kecelakaan Raka. Gala belum bertemu lagi dengan Raka karena dia pun baru saja pulang dari luar kota untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Dasar perempuan menyebalkan!! Kamu bahkan bilang sama pacarmu kalau ayah Raka sudah lama meninggal." Senyum kecil muncul lagi di bibir Gala. "Aku masih hidup, Bodoh!!"
Tak lama kemudian, senyum miris terulas di bibir pria itu. "Begitu tidak inginkah kamu jika aku bertanggung jawab? Sepertinya kamu sangat membenciku." Gala terus berbicara sendiri dengan pikiran menerawang. Sesekali ia memandang kertas di tangannya itu.
"Pantas saja kamu seperti tidak mengenalku."
Ceklek.
Lamunan Gala buyar kala mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Dia lantas terburu-buru memasukkan kertas tadi ke dalam amplop.
"Ada apa, Pa?" Itu suara Renata, istri Gala. Ya, setelah perjodohan itu sepertinya hanya Renata yang mencintai Gala.
"Nggak ada apa-apa." Lelaki itu berdiri. "Kamu sudah pulang?" Gala bertanya dengan ramah dan diangguki oleh Renata. Seperti biasa, wanita itu pulang selepas shopping.
Memang, selama ini rumah tangganya bersama Renata terlihat sangat wajar dan harmonis. Mereka bisa saling menempatkan diri sebagai pasangan suami istri meskipun Gala belum berhasil mencintai Renata. Mereka pun juga berhubungan layaknya sepasang suami istri normal seperti pasangan lain. Mereka tidur sekamar, berhubungan baik, bahkan mereka juga berhubungan badan.
"Kamu sudah bertemu Ciara? Sejak kemarin dia nanyain kamu terus, katanya kapan kamu pulang dari Jogja,"
"Baiklah, aku akan menemui dia sekarang."
Lelaki itu bergegas keluar dari kamarnya, meninggalkan sang istri yang nampak menghela napas pasrah. Rupanya, sedingin itulah Gala kepadanya meskipun secara lahiriah, Gala nampak baik kepadanya. Tak hanya kali ini saja, Gala lupa memberi Renata sekedar pelukan atau ciuman setelah lama tak bertemu.
Sedangkan lelaki dengan sejuta pesona itu langsung menuju ke kamar putrinya yang baru saja pulang sekolah.
"Hai, anak Papa yang cantik!"
Seorang gadis kecil berusia 7 tahun yang sedang fokus dengan gadget di tangannya, menoleh ke arah sumber suara. Ciara langsung meletakkan gadgetnya dan berlari menyongsong sang papa yang berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Papa...." Sudah cukup besar, tapi anak itu langsung naik ke gendongan Gala. Ya, bagi Gala, Ciara selalu dianggap bayi olehnya.
"Apa kabar anak Papa?"
"Aku baik, Pa. Tapi Papa terlalu lama perginya. Aku kangen sama Papa."
"Papa juga kangen sama kamu." Lelaki itu mencium pipi sang anak. "Oh ya, Papa punya oleh-oleh buat kamu."
"Oh ya?!" Binar ceria muncul di wajah Ciara.
"Tentu saja,"
Gadis kecil itu langsung turun dari gendongan sang papa dan mengambil paper bag yang tergeletak karena Gala menggendong Ciara tadi.
"Wah, sepatu. Makasih, Papa...." Anak itu memeluk Gala dan memberikan ciuman di pipi kiri kanan lelaki itu.
"Baiklah, Girl. Sekarang waktunya kamu tidur siang."
"Papa mau pergi lagi?" tanya Ciara dengan sedikit kecewa.
"Papa masih ada pekerjaan, sayang."
Meskipun berat melepas sang ayah pergi. Tapi anak itu tetap merelakan cinta pertamanya itu pergi dari rumah.
"Sampai jumpa nanti malam, anak Papa," Gala mengusap puncak kepala Ciara dengan lembut.
*******
"Ini kan sekolahnya?" Gala memandang gedung sekolah menengah pertama Bhakti Bangsa di depannya.
Benar, pekerjaan yang dimaksud oleh Gala waktu berbicara dengan Ciara tadi adalah menunggu Raka di depan sekolahnya. Beruntungnya lelaki itu karena saat ini bertepatan dengan jam pulang sekolah di sekolah Raka.
"Mana anak itu? Temannya udah pada keluar, tapi dia belum muncul juga. Apa dia nggak masuk sekolah?" Gala terus memindai pintu gerbang agar tak terlewat saat Raka keluar.
Tak lama kemudian, apa yang ditunggu Gala muncul juga. Seorang anak laki-laki yang berjalan santai tapi bersama dua temannya yang menggunakan sepeda motor. Dari dalam mobilnya, Gala melihat Raka melambaikan tangannya kepada dua temannya yang telah lebih dulu melajukan motornya.
Dengan gerakan yang sangat ringan, Gala bergegas keluar untuk menghampiri Raka.
"Raka!!"
Sang pemilik nama pun menoleh. "Om Gala?!"
"Kamu udah sembuh?" Gala sudah berada di depan Raka.
"Lumayan, Om. Jahitannya sudah kering." Anak itu tersenyum manis.
"Kamu nggak pulang?"
"Ini mau pulang, Om. Lagi nunggu ojol."
"Saya antar kamu aja mau nggak?" tawar Gala dengan penuh harap.
"Makasih, Om. Tapi saya udah pesan ojek."
"Dicancel aja," usul Gala.
"Kasihan lah, Om. Tukang ojek kan butuh penumpang biar dapat duit."
"Baiklah...." Raut wajah Gala nampak kecewa.
Tak lama dari itu, seorang pengemudi motor dengan jaket hijau menghambat Raka. "Dengan Mas Raka?" Pengemudi itu memperhatikan Gala dan Raka bergantian.
"Ya, Pak. Saya Raka." Lantas Raka beralih berbicara dengan Gala. "Saya duluan ya, Om."
"Tunggu, Raka!! Ada yang mau Om bicarakan sama kamu."
Raka nampak bingung. Dia melihat ke arah ojol yang sedang menunggunya itu sekilas saja. "Tapi mas ojolnya gimana, Om?"
"Sebentar!" Gala mengeluarkan dompetnya dari kantong jasnya. Setelahnya dia mengeluarkan uang seratus ribu dan ia berikan untuk tukang ojek.
"Ini apa, Pak?" Si tukang ojek kebingungan.
"Maaf, Mas. Ini buat bayar ojek Raka. Tapi Raka nggak jadi pakai jasa Bapak. Bapak boleh pergi dan cari penumpang lain." Gala menjelaskan.
"Tunggu, Pak. Saya ambilkan kembaliannya."
"Nggak usah, Mas. Buat Mas aja. Mas boleh pergi sekarang."
"Serius, Pak? Wah, Terima kasih banyak, Pak." Dengan senyum terkembang, mas ojol pergi meninggalkan mereka.
"Om mau bicara apa?" Raka mulai pada inti tujuan Gala.
"Nggak enak kalau bicara disini. Kita ngobrol sambil makan ya?" Gala meminta persetujuan Raka.
"Tapi, nanti mama pasti nyariin saya, Om." Raka nampak ragu.
"Biar saya yang berbicara sama mama kamu kalau saya mengantar kamu pulang nanti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
Anaknya gala sm karina dah besar sekolah menengah pertama,,,
2024-06-17
0
Yuli a
apakah gala mau jujur...???
2024-06-15
0