Raka hanya berdiri mematung di jembatan penyeberangan. Melihat lalu lalang kendaraan di bawah sana. Ya, setelah diusir dari sekolah tadi, dia tak berani langsung pulang. Ia terlalu takut jika sang mama tidak memaafkannya kali ini.
"Gue harus gimana?" lirihnya pelan sekali. Memandang pada selembar kertas dari kepala sekolah yang harusnya ia berikan kepada sang ibu.
"Pasti mama bakal marah. Hhhhh," Raka menghela nafasnya lelah. Dan karena dia teringat pesan mamanya sebelum berangkat sekolah tadi, akhirnya Raka memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Karena ingin mengulur waktu dari omelan sang mama, Raka sengaja pulang sekolah dengan jalan kaki. Tak menaiki ojek online seperti biasanya.
Sementara, Gala yang baru saja kembali dari meeting di luar kantor, tak sengaja melihat Raka yang tengah berjalan dengan gontai di pinggir jalan.
"Itu kan anak yang kemarin." gumamnya yang langsung menepikan mobilnya di dekat Raka berjalan. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Gala memang tengah mencari tahu tentang Raka dan Karina. Lantas, sekarang lelaki itu justru bertemu anak itu disana.
Tin!! Satu suara klakson tak mampu menarik perhatian Raka. Anak itu tetap berjalan dengan pikiran yang melayang.
Tiiin tiinn tiiiiiiinnnn, barulah Raka menoleh. Dia menatap mobil yang berjalan pelan seperti mengikutinya.
"Ngapain kamu keluyuran disini? Kamu nggak sekolah?" suara itu muncul setelah sang pengendara mobil tadi membuka kaca mobilnya.
"Om orang yang kemarin?" sejenak, Raka memperhatikan kaca bagian depan mobil orang itu. Ya, orang itu sudah memakai mobilnya kembali, tidak seperti saat ke kantor polisi semalam. Dan rupanya kaca mobil pria itu sudah diganti dengan yang baru. Pasti karena uang dari mamanya. Itu yang dipikirkan Raka.
"Hey!! Saya bicara sama kamu."
Raka baru tersadar dari pikirannya. "Ada apa, om?"
"Kamu nggak sekolah?"
"Udah pulang."
"Jangan bohong kamu!! Ini masih jam sekolah. Pasti kamu mau tawuran lagi kan?" tuduh lelaki itu.
"Tenang, om. Saya nggak akan rusakin mobil om lagi. Lagi pula, mending om pergi sekarang kalo om pikir saya akan tawuran lagi. Dari pada mobil om jadi korban lagi."
"Jadi benar kamu akan tawuran lagi?" pekik Gala terkejut.
Raka hanya memutar bola matanya malas. Tanpa berpamitan, Raka berbalik begitu saja dan mulai berjalan kembali.
"Hey tunggu, bocah!!"
Raka mendengus. Kemudian membalik badannya. Dan ternyata, Gala sudah keluar dari mobilnya.
"Ada apa lagi, om? Urusan kita sudah selesai kan? Jangan bilang uang ganti rugi dari mama saya kurang?"
"Sembarangan kalo bicara!! Jangan pikir saya nggak bisa ganti kerusakan mobil saya sendiri. Saya cuma mau kasih pelajaran buat kamu dan teman-teman kamu biar kalian jera." Gala berbicara tak terima.
"Kalo emang nggak mau minta uang lagi, om mau apa manggil saya?"
Gala mengendurkan ekspresinya. Ini kesempatannya untuk mendekati anak itu agar mengetahui seluk beluk Karina.
"Apa saya salah kalo menyapa kamu di jalan, sementara kita sudah saling kenal sebelumnya." Gala mencoba menggunakan bahasa yang paling enak untuk berbicara dengan anak remaja itu. "Sepertinya kita bisa berteman."
Lagi-lagi Raka mendengus. Dia sungguh malas berbicara banyak-banyak dengan orang lain. Dia belum tenang kalo belum tahu reaksi mamanya soal surat skorsing itu. Tapi, remaja itu juga takut akan amarah sang mama.
"Saya sudah punya banyak teman. Dan saya nggak berminat berteman dengan orang tua."
Gala sempat kesal dengan jawaban menyebalkan Raka. Tapi, dia harus tetap baik kepada Raka jika ingin tahu soal mereka.
'Dasar bocah tengil!! Sepertinya dia bukan anak gue.' Gala hanya bisa mengucapkan dalam hatinya.
"Kalo gitu kamu bisa anggap saya kakak kamu. Saya yakin kamu tidak punya kakak kan? Apalagi mamamu masih muda sekali."
"Om sedang memuji mama saya?" Raka menaikan satu alisnya.
Gala menghela nafas panjang. Ah, dia lelah menghadapi bocah SMP itu. Tapi, dia terlalu penasaran dengan Karina.
"Baiklah, boy. Sekarang om tanya baik-baik. Kenapa kamu ada disini? padahal ini masih jam sekolah."
"Bukan urusan om."
"Kalo gitu biar saya laporkan kamu ke sekolah kamu kalo kamu bolos sekolah sekarang."
Raka semakin kesal. Kekesalannya semakin lama berubah menjadi emosi. "Memangnya om itu kurang kerjaan? Sampai mencampuri urusan saya?" nada bicara Raka sudah tak ingat sopan santun.
"Saya cuma peduli sama kamu, boy. Sayang sekali kalo anak sebaik kamu, jadi salah pergaulan."
"Dari mana om tau saya anak baik? Saya kan anak nakal yang suka tawuran." entahlah, sepertinya Raka terlanjur kesal karena kejadian hari ini. Belum selesai dari galaunya karena skorsing yang ia Terima, kini Raka harus dihadapkan dengan orang menyebalkan seperti Gala.
"Oke. Kamu benar-benar nggak mau bicara baik-baik dengan saya?" Gala sudah menyerah. Sepertinya dia akan langsung menyelidiki ke rumahnya saja. "Saya pergi dulu kalo gitu." tanpa menunggu jawaban Raka, Gala memasuki mobilnya lagi, tapi tidak menjalankan mobilnya. Dia masih memperhatikan Raka yang berjalan dengan gontai. Sepertinya anak itu sedang ada masalah.
'Apa orang tuanya terlalu keras memarahinya?' Entah kenapa Gala jadi seperhatian itu. Ah ya, mungkin memang karena dia penasaran kepada Karina saja.
Sebenarnya, Gala sendiri berpikiran jika Raka adalah anaknya, karena Gala yakin jika Karina memang benar gadis yang dulu ia nodai. Tapi, Gala masih belum yakin akan kebenaran itu. Bisa saja Karina sudah menikah dengan orang lain.
Gala masib terus memperhatikan Raka yang berjalan semakin jauh darinya. Anak itu terlihat menyebrangi zebra cross. Dan saat itu, Gala melihat ada sebuah motor yang tengah melaju dengan cepat ke arah Raka.
"Astaga!! Awas Raka!!" Tak ada gunanya juga Gala berteriak di dalam mobilnya.
Ckiiiitttt
Brugh
Secepat kilat, Gala keluar dari dalam mobilnya, berlari menghampiri Raka yang sudah terjatuh di aspal. Sialnya, si pengendara sepeda motor tadi malah kabur dengan cepat.
"Permisi!!" Gala membelah kerumunan orang yang mengerubungi Raka disana. "Raka?! Kamu tidak apa-apa?" Gala sedikit bisa bernafas lega karena ternyata Raka masih sadar dan hanya jatuh terduduk.
Melihat ada Gala satu-satunya orang yang ia kenal disana, Raka pun berbicara. "Kaki saya sakit, om."
Seketika, Gala memperhatikan kaki Raka yang berdarah. Entah bagaimana caranya Raka mendapatkan luka itu, yang jelas kejadian tadi begitu cepat dan terlihat sebuah motor yang menyerempet Raka. Kini, Gala berjongkok memeriksa kaki Raka.
"Kita ke rumah sakit sekarang ya," seperti biasa tak ada yang berani mengambil keputusan, di antara banyaknya penonton di sana. Mau tak mau Gala lah yang menganjak Raka ke rumah sakit.
Kali ini tak ada lagi Raka yang menyebalkannya. Hanya tinggal Raka yang menurut. Anak itu mengangguk dengan wajah hampir menangis. Sisi kekanakan Raka keluar juga.
Tak butuh waktu lama, Gala dan Raka sudah sampai di rumah sakit. Raka pun segera ditangani di bagian IGD. Syukurlah, anak itu hanya mendapatkan beberapa jahitan saja di kakinya dan tak perlu di rawat secara intensif di rumah sakit.
"Raka, kamu ingat nomor telepon orang tua kamu?"
Dan Raka menggeleng dengan cepat.
Gala sempat heran dengan reaksi Raka. Bukankah kemarin anak itu lancar sekali saat ditanyai pihak kepolisian?
"Biasanya anak seusia kamu sudah membawa gadget." Gala berusaha mendesak Raka.
"Saya nggak bawa handphone, om."
"Terus, kemarin waktu di kantor polisi kamu bawa handphone?" Lelaki itu menaikkan satu alisnya.
Raka pun menggeleng. Dan Itu semakin membuat Gala heran.
"Lalu bagaimana mereka menghubungi orang tua kamu kalo bukan informasi dari kamu? Nggak mungkin kan temanmu lebih hafal nomor orang tuamu dari pada kamu sendiri?"
"Ke-kemarin teman saya ada yang bawa handphone, om." Raka berkilah.
"Baiklah," itu jawaban Gala pada akhirnya. Tapi lelaki itu masih merasa ada yang salah dengan Raka. "Kalo gitu saya antar kamu pulang."
Sejenak, Raka melihat jam di pergelangan tangannya. "Setengah jam lagi ya, om." Pinta Raka dengan memelas.
Gala pun semakin penasaran. Benar, ada yang salah dengan Raka. "Ada sesuatu yang kamu sembunyikan?"
Raka lagi-lagi menggelang.
"Baiklah, kalo gitu kita pulang sekarang. Saya nggak ada waktu nungguin kamu disini," Gala sengaja memancing Raka.
"Tunggu, om. Sebentar lagi," Raka menahan lengan Gala. Dan Gala hanya memicingkan matanya ke arah Raka.
"Se-sebenarnya saya di skors dari sekolahan, om." Raka pun menunduk.
"Diskors? Karena apa?" Gala kembali fokus pada Raka.
"Karena kejadian kemarin diketahui pihak sekolah, om." Raka menjawab jujur.
"Lalu kenapa kamu harus takut? Kan kamu nggak bikin kesalahan lagi."
"Raka takut mama sedih, om. Apalagi kalo mama marah. Raka nggak tega sama mama. Kemarin saja Raka sudah bikin mama susah. Masa iya, Raka harus bikin mama shock lagi?" Wajah Raka berubah sendu.
"Sepertinya kamu anak yang baik. Sama seperti yang saya lihat kemarin saat kamu berinteraksi dengan mama kamu. Tapi kalo kamu nggak mau melihat mama kamu sedih dan marah, lantas kenapa kamu malah melakukan hal tidak baik seperti kemarin?"
"Saya akui saya khilaf, om."
"Khilaf?!" Gala hampir tertawa mendengar jawaban anak SMP itu. Jawaban macam apa itu?
"Saya kepancing emosi gara-gara tim lawan, om."
"Baiklah, boy. Kamu bisa ceritakan apapun ke saya di mobil saja. Dan sekarang saya harus antar kamu pulang."
"Sebentar lagi, om." Mohon Raka sambil mengatupkan tangannya di depan dada.
"Sampai kapan kamu akan menyembunyikan semua ini sama orang tua kamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
Raka sebenarnya tdk tega sm mama pasti kecewa dan sedij raka diskor pihak sekolah...
2024-06-17
1
Yuli a
aku gk punya ayah om... hanya punya mama...hiks hiks....
dan dr situ lh.gala akan selidiki... wkwkwkwkw
2024-06-15
1