Bab Delapan Belas

"Mas, siapa Celina?" Dira mengulang pertanyaannya. Saat hatinya sedang berbunga karena sang suami pada akhirnya mau menunaikan kewajibannya, dia harus menerima kenyataan jika ada wanita lain di hati Yusuf.

Walau dari awal Dira sudah menduga jika sang suami ada wanita lain, tapi tetap saja sakit mendapati kenyataan ini. Dari sikap suami yang begitu acuh, dia sadar jika Yusuf tidak mencintainya sama sekali.

"Dari mana kamu tau nama Celina, apa ibu yang mengatakan?" tanya Yusuf. Bukannya menjawab pertanyaan sang istri, dia justru balik bertanya.

"Ibu tak pernah cerita apa pun tentang wanita yang pernah dekat denganmu. Kamu sendiri yang menyebut namanya tadi saat pelepasan," ucap Dira pelan.

Dadanya kembali sesak mengingat suaminya menyebut nama wanita lain saat berhubungan. Dia yang sadar tak dicintai hanya mencintai tapi tak siap jika dalam melakukan hubungan pun suaminya hanya mengingat nama lain.

Apakah se cinta itu suaminya pada sang wanita, sehingga begitu sulit melepaskan bayangannya.

Yusuf sangat terkejut mendengar pengakuan sang isteri. Dia mencoba mengingat apa benar yang Dira katakan, tapi dia tak bisa ingat lagi. Jika itu benar, dia pantas dicaci dan dimaki.

Yusuf mengusap wajahnya kasar. Menarik rambut frustasi. Walau pun dia tak mencintai Dira tapi tak ada niat menyakiti hingga seperti ini.

"Maafkan aku jika memang begitu kejadiannya. Aku tak bermaksud menyebut namanya!" ucap Yusuf dengan penuh penyesalan.

Dira bangun dari tidurnya. Bagian inti tubuhnya terasa masih sakit, tapi lebih sakit hatinya. Padahal apa salahnya dia. Satu-satunya kesalahan Dira, karena dia terlalu mencintai Yusuf.

Dengan menahan sakit, Dira berjalan menuju kamar mandi. Di dalam dia menghidupkan kran agar tangisannya tidak terdengar.

Tangisan Dira akhirnya pecah. Tak tahu harus mengadu pada siapa tentang rasa sakit ini. Dia yang menginginkan pernikahan ini padahal tahu jika tak ada cinta di hati pria itu.

"Seandainya kamu bisa membaca pikiranku dan tau bahwa aku begitu tulus mencintaimu. Mungkin kamu akan mengerti dan tau caranya menghargai. Dan diamku ini ingin membuat kamu mengerti tetapi malah memperlakukan aku sesuka hatimu. Tapi memang seharusnya aku sadar diri kalau posisiku tak ada sedikit pun dihatimu. Maafkan jika aku terlalu dalam mencintaimu. Memang seharusnya aku tak pernah berharap lebih, karena aku sedang mencintai bukan dicintai."

Cukup lama Dira di kamar mandi membersihkan dirinya. Setelah merasa sesak di dadanya mulai berkurang, dia keluar dari kamar mandi. Dia tak melihat ada Yusuf. Entah di mana pria itu saat ini.

Yusuf ternyata berada di teras rumah. Memandangi langit dengan pikiran terus ke Celine. Dia tak bisa melupakan wanita itu barang sedetikpun. Entah apa yang membuat dia begitu mencintai wanita itu walau mereka hanya bertemu sebentar.

Tuhan, aku sedang merindukan seseorang. Aku mohon jaga dia baik-baik di manapun dia berada dan biarkan dia bahagia. Tuhan, sampaikan rinduku padanya dengan cara apa saja. Entah dengan cara dia mengingatku dengan tiba-tiba atau dengan menghadirkan aku di dalam mimpinya. Aku sangat merindukannya, namun, aku tak bisa mengatakannya. Andai saja dia tau jika kabar darinya selalu aku tunggu hingga detik ini.

Dira mencari keberadaan Yusuf. Saat melihat suaminya ada di teras sambil termenung, wanita itu kembali masuk ke kamar. Hatinya masih terasa sangat sakit membayangkan yang terjadi tadi.

Ketika jam telah menunjukan pukul dua belas malam, Yusuf masuk ke rumah. Dia langsung menuju kamar. Melihat istrinya yang terbaring, pria itu lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Yusuf naik ke atas ranjang, dan menatap wajah sang istri. Dia berpikir jika Dira telah terlelap. Dengan lembut di kecupnya dahi wanita itu. Dia merasa sangat bersalah.

"Maafkan aku, Dira. Maaf, karena aku belum bisa mencintai kamu. Tapi aku janji akan berusaha untuk itu. Kamu wanita baik, pantas mendapatkan yang terbaik juga," ucap Yusuf dengan suara pelan hampir berbisik.

***

Yusuf duduk di pinggir kolam renang, memandangi istrinya yang sedang berenang dengan riang. Dira tampak begitu bahagia, sementara Yusuf merasakan hatinya kosong.

Yusuf pagi tadi mengajak Dira ke pemandian yang ada dekat desa mereka sebagai penebus rasa bersalahnya. Ternyata usahanya itu berhasil, wanita itu tampak sangat bahagia menikmatinya.

"Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Dira begitu menyukai perjalanan seperti ini, sementara aku merasa hampa. Aku harus tetap melakukan yang terbaik untuknya, meskipun aku tak mencintainya," gumam Yusuf dalam hatinya.

"Mas ... Ayo ikut berenang! Airnya begitu segar!" ajak Dira dengan semangat. Sepertinya telah lupa dengan kejadian semalam. Mungkin karena rasa cintanya yang besar sehingga mudah memaafkan.

"Tidak sekarang, Dira. Biarlah kamu menikmati dulu. Aku sedang beristirahat sejenak," jawab Yusuf dengan senyuman yang dipaksakan.

"Baiklah, Mas. Kalau begitu aku akan meneruskan berenang."

Yusuf memandangi Dira, dirinya yang begitu hidup dan bahagia, meskipun dia sendiri tak merasa seperti itu. Dira adalah wanita yang cantik, penyayang, dan selalu mendukung Yusuf dalam setiap hal. Tapi sayangnya, cinta antara mereka tak pernah tumbuh. +

"Dira begitu bahagia saat bepergian, meskipun aku tahu ini bukan hal yang membuatku bahagia. Tapi aku mungkin bisa tetap melakukan ini untuknya untuk menebus semua rasa bersalahku," gumam Yusuf dalam hatinya.

Dari kejauhan tampak Dira yang berlari ke arah Yusuf dengan wajah berbinar, "Mas, tadi aku melihat ada pameran seni di galeri dekat sini. Kita bisa mengunjunginya, kan?" tanya Dira dengan suara pelan.

Yusuf menghela napas sebelum menjawabnya, "Baiklah, Dira. Kita bisa pergi jika kamu ingin. Tunggu sebentar, aku akan berganti pakaian."

Yusuf beranjak dari tempat duduk dan pergi ke bilik ganti untuk mengganti pakaian. Dia berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. Meskipun dia tak mencintai Dira, dia tetap ingin memberikan yang terbaik untuknya. Itulah yang selalu dia lakukan sejak awal pernikahan mereka.

Mereka berjalan-jalan di pusat kota, menuju galeri seni yang Dira sebutkan tadi. Dira berjalan di samping Yusuf dengan bersemangat, sambil mengeluarkan beberapa pertanyaan tentang seni kepada Yusuf, meskipun dia tahu bahwa Yusuf bukanlah pecinta seni.

"Mas, lihatlah lukisan di sini. Apa pendapatmu tentang karya seni ini?" tanya Dira. Dia sengaja bertanya agar suaminya itu bersuara. Karena jika tak ditanya, pria itu tak akan bicara.

"Ya, lukisan ini ... menarik. Tapi aku tak tahu banyak tentang seni, Dira," jawab Yusuf dengan malas.

"Tak apa, Mas. Aku senang kamu mau menemaniku dan mencoba memahami kegiatan yang aku sukai," balas Dira.

Dari hobi dan kegemaran saja mereka berdua sangat berbeda. Jika Dira suka lukisan, sedangkan Yusuf lebih suka konser musik.

Meskipun Yusuf tak merasa antusias, dia tetap mencoba memberikan respon positif kepada Dira. Perjalanan mereka berlanjut mengunjungi tempat-tempat dan acara yang semua kegiatannya hanya untuk membuat Dira bahagia. Mereka berjalan-jalan, menyantap makanan lezat, bahkan berfoto bersama untuk mengabadikan momen indah itu.

Di akhir hari, ketika mereka sedang duduk di sebuah kafe, Yusuf melihat ke arah Dira dengan tatapan kosong. Dia berusaha memperbaiki hatinya yang tidak pernah merasakan cinta untuk Dira.

"Aku harus tetap melakukan yang terbaik untuk Dira, meskipun aku tak mencintainya. Dia tak bersalah atas apa yang aku rasakan," gumam Yusuf dalam hati.

"Terima kasih, Mas. Hari ini benar-benar menyenangkan. Aku sangat bahagia," ucap Dira dengan menggenggam tangan suaminya itu.

"Aku senang kamu bahagia, Dira. Kamu pantas mendapat yang terbaik," balas Yusuf.

Jam sembilan malam barulah mereka pulang. Sampai di rumah mereka langsung tidur setelah membersihkan diri.

Pagi harinya Yusuf langsung kembali ke kota. Dira membuatkan rendang sebagai bekal makanan sang suami.

"Mas, apa aku boleh kapan-kapan ikut ke kota?" tanya Dira dengan hati-hati.

"Tentu saja boleh. Kapan kamu mau ikut saja," jawab Yusuf.

"Betul, Mas," balas Dira dengan riang.

Yusuf mengangguk sebagai jawaban. Dia lalu masuk ke mobil setelah mengecup dahi sang istri.

Dira memandangi kepergian sang suami hingga mobilnya hilang dari pandangan. Setelah itu dia kembali masuk ke rumah.

Dira melihat ke arah foto pernikahan mereka yang telah dibingkai dengan megah. Dia memajangnya di kamar. Kemarin Yusuf yang membawanya.

Dira lalu meminta Pak Karno untuk memajang yang satu lagi di ruang tamu. Dia tersenyum melihat betapa Yusuf begitu tampannya di dalam foto itu. Dia sudah tak sabar ingin memperlihatkan foto itu pada Lili, karena wanita itu sering bertanya tentang suaminya.

Terpopuler

Comments

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

yg kuat ya Celina takdirmu sedang menguji kesabaran mu... aq nyesek 😭😭😭

2024-06-06

1

Dwi MaRITA

Dwi MaRITA

wah..... dira dah mo maasangkan foto pernikahannya nih..... calina pun terkezot, syedih lan 😳😩😪

2024-05-23

0

Yunia Afida

Yunia Afida

bayangin perasaan lily pasti sakit banget itu

2024-05-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!