Di rasa sangat lelah, malam itu Aurora tidur dengan pulas, dia bahkan tak ikut makan malam. Aurora tidur hingga pagi hari.
"Selamat pagi Nona." Sapa Nina saat mendapati Aurora telah terbangun, Aurora bergumam dan ingat bila dia masih berada di toko bersama Henry sebelumnya.
"Udah pagi aja, Henry yang mengantarkan aku kayanya." Gumam Aurora, dia menguap sebelum akhirnya berjalan menuju ke kamar mandi.
Hari ini Aurora juga masih memiliki sebuah misi, Yaitu membuat sebuah pakian yang nyaman agar dapat di pakai untuk latihan. Saat sudah siap, nampak seorang pria sudah melambaikan tangan dari luar gerbang kediaman tersebut.
Entah kenapa Aurora merasa sangat senang saat melihat Henry, dia bergegas turun dari kamarnya dan menggunakan penutup wajah setara pakaian ala masyarakat biasa.
"Mau ke mana?" Tanya Ibu Aurora saat melihat Putrinya sendiri tak sarapan dan malah berlari ke luar Kastil.
"Rahasia!" Teriak Aurora yang lansung keluar dari Kastil tersebut dan tersenyum pada Henry. Henry terkekeh melihat semangat luar biasa yang di miliki oleh Aurora.
"Ya ampun anak itu, dia bersama pria?" Gumam Ibu Aurora saat menyadari putrinya pergi bersama seorang pria.
"Iya, kemarin juga seperti itu." Ucap Duke Barrel, keduanya duduk di kursi makan dan mulai berbincang mengenai apa yang terjadi pada Putrinya. Namun Duke Barrel juga kekurangan informasi, karena saat Aurora pergi dia tak meninggalkan jejak sedikitpun.
Sedangkan di luar Kastil Aurora merasakan perutnya yang bersuara, Henry jua sebenarnya sangat bersemangat pagi itu untuk bertemu kembali dengan Aurora. Hinga dia juga lupa sarapan dulu, keduanya akhirnya memutuskan untuk membeli beberapa roti untuk mengganjal perut.
Hingga mereka sampai di depan sebuah butik biasa, namun jangan tanya dalamnya seperti apa. Suasana mewah terasa nyata saat memasuki butik itu, Aurora juga merasa antusias saat melihat banyaknya pakaian yang dipajang di tempat itu.
"Henry, di mana aku bisa memesan pakaian sesuai dengan keinginan ku?" Tanya Aurora, beberapa penjaga butik tersebut nampak sudah waspada.
"Ayo ikut aku!" Henry berjalan menuju ke belakang sebelum akhirnya di hentikan oleh salah seorang penjaga butik.
"Tidak sembarangan orang bisa masuk ke belakang!" Ucap pria tersebut, Henry tersenyum dan membuka penutup wajahnya.
"Memang tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam sana bukan?" Ucap Henry, pria itu langsung ciut dan membukakan pintu untuk Henry.
"Astaga Henry, bila aku sedang berada dalam opera. Pasti aku mengira tengah berkencan dengan serang Pangeran." Bisik Aurora, Henry hanya tersenyum menanggapi ucapan tersebut.
'Statusku memang pangeran si, dia pintar sekali.' Ucap Henry dalam hati, dia memperhatikan seorang pria yang tengah bergulat dengan banyaknya pakian di hadapannya.
"Astaga! Buat kaget saja!" Ucap pria tersebut saat melihat Henry masuk dan membawa seorang wanita bersamanya.
"Henry? Apa dia pemilik butik ini?" Tanya Aurora memperhatikan pria bertubuh ramping di hadapannya.
"Iya, meski dia bawel tapi dia seorang seniman yang bisa di andalkan." Aurora tersenyum, saat pria di hadapannya nampak masih elus dada.
"Henry ya? Hem, sejak kapan?" Tanya pria itu menyelidik dengan perasaan ingin meledek.
"Apa, sejak kapan? Ini Aurora dia ingin membuat beberap pakaian." Aurora tersenyum dan membuka penutup wajahnya.
"Astaga Putri Duke Barrel ya?" Tanya pria itu Aurora tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Benar, saya tidak menyangka bila anda akan mengenali saya dalam sekali lihat." Ucap Aurora, dia mengambil beberapa kertas yang dia selipkan dalam bukunya.
"Tentu saja saya tahu, Putri yang terkenal dengan dunia sosialitanya. Mana mungkin saya tidak tahu mengenai anda, nama saya Alen." Ucap Alen menunduk memperkenalkan diri.
"Salam kenal, saya ke sini ingin membuat beberapa pakaian sesuai disain ini." Aurora memperlihatkan beberapa lembar kertas yang ada di tangannya.
"Fashion yang sangat aneh, para wanita biasanya tak suka mengenakan celana. Tapi ini sangat unik dan menarik bagi saya, apa di pasangkan dengan dia?" Tunjuk Alen pada Henry.
"Boleh juga," Ucap Henry singkat, Aurora juga tersenyum mendengar jawaban Henry.
"Baiklah, tunggu 5 hari lagi untuk dapat menyelesaikan semuanya. Pekerja ku memang banyak, tapi hanya sedikit yang memiliki teknik yang mempuni untuk membuat maha karya seindah ini." Ucap Alen, Aurora mengangguk setuju.
"Tidak masalah, mohon bantuannya untuk ke depannya Tuan Alen." Aurora menunduk, begitupun dengan Alen.
"Kami pergi dulu! Ah ya uang mukanya." Henry melemparkan sekantong emas, namun langsung di tangkap oleh Aurora.
"Giliran aku yang membayarnya tau! Kamu sudah mentraktir ku terlalu banyak kemarin. Ini uang mukanya, maaf saya lupa." Ucap Aurora memberikan sekantong emas, dan memberikan lagi emas Henry pada sang empu.
Alen dapat merasakan adanya perbedaan dengan kedua orang yang berlalu pergi dari hadapannya itu, dari mulai gaya bicara Aurora yang berbeda saat bersama Henry. Juga tingkah laku Henry yang sama sekli tidak mencerminkan dia sebagaimana biasanya.
"Aku mau beli sepatu, ke mana lagi tujuan kita selanjutnya Henry?" Aurora merasa lelah dengan sepatu di kakinya saat ini. Henry menatap kaki Aurora yang bengkak, sebagai seorang bangsawan mengenakan sepatu seperti itu memang terkesan sebagai sebuah kewajiban. Padahal itu sama sekali tidak nyaman dan sangat menyiksa.
"Kakinya lecet ya?" Tanya Henry, dia membawa Aurora duduk di sebuah bangku dan memeriksa kaki Aurora.
"Benar-benar bengkak, sejak kemarin kamu memakai sepatu seperti ini. Tunggu aku di sini, aku akan segera kembali." Henry kembali masuk ke dalam butik milik Alen dan meminta sebuah sandal biasa yang nyaman, serta kaos kaki.
Aurora tertegun saat melihat Henry kembali dengan sandal biasa dan kaos kaki yang nampak sangat nyaman bila di kenakan. Aurora menghela nafas lega dan Henry juga kembali menunduk di hadapannya.
"Rasanya aneh ya, saat ada seseorang menunduk di hadapan diri sendiri. Ini pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini." Ungkap Aurora, Henry tertegun sejenak.
Itu juga kali pertama bagi Henry menunduk di hadapan seseorang, bahkan di hadapan Raja saja dia tak pernah menunduk seperti itu. Namun di hadapan Aurora, bagi Henry juga sama, seolah ada perasaan aneh yang membuatnya ingin menunduk dan memakaikan kaos kaki di kaki Aurora.
"Aurora, tatap aku!" Ucap Henry, Aurora menatap Henry hingga kakinya terasa di pijit sejenak. Memang terasa sakit, namun itu hanya sementara saja.
"Sudah lebih baik?" Tanya Henry, Aurora menganggukkan kepalanya. Padahal dia memiliki kemampuan penyembuh yang luar biasa, namun dia malah membiarkan Henry menunduk di hadapannya begitu saja.
"Henry, aku memiliki sebuah rahasia yang ingin aku bagi bersama mu. Tapi kedepannya, aku mohon kamu untuk merahasiakan ini apapun yang terjadi." Henry mengangguk, dia sangat penasaran dengan apa yang ingin di sampaikan oleh Aurora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments