Bab 6

(Mulai besok Novel ini ganti judul menjadi: Bukan Sekedar Kebebasan)

Fajar mulai menyingsing, Aurora perlahan membuka matanya dan dia melihat sekeliling. Sebuah kamar mewah khas seorang Putri, Aurora menatap sekeliling dan mendapati beberapa pelayan yang terkejut. Beberapa Pelayan memilih keluar dari kamar itu, hingga aganya tersisa dua orang di dalamnya.

"Ampun Nona, kami tidak melakukan apapun kami hanya ingin membersihkan kamar anda." Dua pelayan langsung bersujud di hadapan Aurora, Aurora melihat salah satu pelayan itu.

Aurora teringat dalam novel sesungguhnya bila Aurora memiliki temperamen yang mudah tersinggung, dia juga mudah marah dan memaki sesukanya saat dia merasa kesal. Aurora menekan kepalanya, kening juga rasanya bila harus memiliki kepribadian sensi seperti itu.

"Kamu Nina bukan?" Tanya Aurora, dia ingat bila salah satu pelayan itu pernah terlintas dalam ingatannya, pelayan yang di panggil Aurora, menunduk ketakutan.

'Kenapa aku sudah ada di kamar? Bila tidak salah tadi malam aku masih ada di hutan Stardoks bersama Henry.' Gumam Aurora, dia melihat pelayannya yang ketakutan.

"Lupakan saja, bantu aku menyiapkan air mandi." Aurora turun dari ranjangnya, dia memperhatikan banyaknya gaun mewah dengan banyak perhiasan di sana.

"B-baiklah Nona, saya akan siapkan air mandi." Nina mulai pergi ke kamar mandi, sedangkan pelayan yang satunya keluar kamar dan mengabarkan tentang bangunnya Aurora pada kedua orang tua Aurora. Aurora akhirnya mandi, awalnya Nina ingin melayani Aurora untuk mandi, namun Aurora memilih mandi sendiri dan keluar kamar mandi dengan keadaan bersih.

"Gaun apa yang ingin anda kenakan hari ini Nona?" Nina memperlihatkan banyaknya gaun yang berada di lemari Aurora.

"Yang itu saja!" Aurora menunjuk sebuah gaun sederhana, dan mungkin paling sederhana di anatara gaun Aurora yang lainnya. Anna yang merasa aneh hanya mengikuti keinginan sang Nona.

"Aurora!" Teriakan seorang wanita memaksa masuk ke dalam kamar Aurora, seorang wanita berambut perak masuk dengan berurai air mata.

'Ini pasti Ibu-nya Aurora.' Gumam Aurora dalam hati, dia yang saat ini di peluk dengan sangat erat hanya dapat pasrah saja. Tak lama kemudian, seroang pria berambut pirang juga datang dan nampak berurai air mata.

"Kamu tidak apa-apa Nak?" Tanya wanita itu melihat sekeliling tubuh Aurora, Aurora menggelengkan kepalanya.

"T-tidak apa-apa Ibu. Ibu jangan cemas." Aurora merasakan adanya kelembutan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, kelembutan yang selama ini dia dambakan.

Senyum manis terukir di bibir Aurora, sontak saja kedua orang yang melihat itu merasa aneh, tapi juga merasa bahagia. Selama ini mereka selalu melihat Aurora yang keras kepala dan manja, namun saat ini Aurora nampak berbeda dari dirinya yang dulu.

"Apa yang sebenarnya terjadi Nak? Untung saja ada orang baik yang menyimpan kamu di depan pintu gerbang Kastil ini." Aurora tertegun, nampaknya Henry yang membawanya ke tempat tersebut.

"Terima kasih banyak telah mencaskan aku Ibu, tapi aku baik-baik saja sekarang." Aurora tersenyum tulus, bisa bahaya bila semisalkan kedua orang tuanya tahu bila dia masuk ke Arena Gladiator.

"Kamu tahu bertapa sedihnya Ibu saat mendapati kereta kuda yang kamu tumpangi sudah hancur, bahkan kusirnya juga di temukan tewas." Ibu Aurora menangis tersedu-sedu memeluk Putrinya yang telah kembali.

"Iya Ibu, maafkan aku sudah membuat mu cemas." Aurora balik memeluk dan mengelus punggung wanita itu, sedangkan Duke Barrel yang melihat itu merasa tersentuh dan mendekat pada kedua wanita yang amat dia sayangi itu.

"Bila kamu memang sangat ingin menikah dengan Pangeran Mahkota, Ayah akan mencari cara agar kamu bisa menjadi istri sahnya bukan menjadi selir." Duke Barrel tersenyum pada Aurora.

"Tidak Ayah, sepertinya kalian sedikit salah faham dengan ku. Aku memang berencana pergi ke Istana, tapi bukan untuk meminta menjadi salah satu selir Pangeran Mahkota. Aku hanya ingin ..." Aurora terdiam sejenak, dalam otaknya saat ini buntu, dia kehabisan kata-kata untuk berbohong.

"Ingin apa Nak?" Duke Barrel menunggu ucapan Putrinya yang tergantung.

"Bila aku mengatakannya, apa Ayah tidak akan marah?" Aurora menundukkan kepalanya, kedua orang tua Aurora saling berpandangan dan mengelus rambut perak Aurora.

"Tidak Nak, apapun yang kamu inginkan pasti kami akan berusaha mewujudkannya." Ibu Aurora berusaha menenangkan Putrinya.

"Sebenarnya, aku tidak mau hanya mengobati pihak keluarga Kerajaan saja. Kemampuan ku ini di berikan oleh dewa bukan hanya untuk di gunakan keluarga Kerajaan saja." Aurora menunduk, kedua orang tua Aurora tersenyum dan membawa Aurora untuk duduk di tepi ranjang.

"Nak, bila kita mengutarakan memiliki kemampuan tidak biasa seperti manusia pada umumnya, maka kita akan di buru dan akan banyak orang yang mengincar nyawa mu Nak. Mengertilah, bila apa yang kami lakukan adalah demi kebaikan mu Nak." Aurora tersenyum mendengar penuturan sang Ayah, untunglah Aurora asli memiliki otak yang bodoh, hingga sangat mudah membuat hal bodoh untuk menyembunyikan kebenaran yang ada.

"Begitu ya Ayah? Terima kasih banyak sudah memberi tahu ku." Aurora tersenyum lebar, kedua orang tuanya nampak kebingungan sejenak. Karena mau bagai manapun, Aurora tak pernah bicara demikian. Aurora terkenal dengan sikapnya yang membangkang dan keras kepa.

"Hari ini pasti sangat melelahkan bagi kamu bukan Nak? Bunga di taman belakang nampak indah sekarang, bagaimana bila setelah sarapan kamu melihat-lihat ke taman?" Aurora tersenyum, merekapun akhirnya berjalan menuju meja makan.

Setelah selesai sarapan, Aurora tidak berjalan menuju ke taman belakang seperti rencana yang di utarakan sang Ayah. Melainkan dia melihat-lihat ke tempat pelatihan para Kesatria.

Para Kesatria nampak acuh tak acuh dan bermalas-malasan, mereka nampak tiduran di tempat pelatihan bahkan beberapa Kesatria nampak tidak memiliki otot sedikit-pun. Aurora menggelengkan kepalanya melihat hal itu, bagaimana jadinya bila ada perang internal dan pihak lain menyerang kediaman Barrel?

Aurora masih belum ingin memberi peringatan, dia masih ingin melihat-lihat dan mencari peluang terbaik untuk dapat meningkatkan kinerja para Kesatria. Aurora memperhatikan pedang dan perlengkapan para Kesatria yang nampak sangat buruk. Bahkan pedang yang ada di sana adalah pedang dengan kelas terendah di Kerajaan.

Saat siang hari Aurora akhirnya mulai menulis apa saja yang harus dia lakukan, namun dia harus mengawali hal itu dengan memperhatikan dana yang masuk untuk para Kesatria. Dia juga harus memperhatikan perihal administrasi dalam keluarga Barrel.

Sedangkan di sisi lain, Duke Barrel yang masih merasa bila ada sesuatu yang aneh pada Putrinya tak hanya diam saja. Dia memerintahkan orang kepercayaannya untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada Aurora.

Duke Barrel juga memerintahkan untuk mencari tahu mengenai sosok yang mengantarkan Aurora, bagaimanapun juga keluarga Barrel tak ingin berhutang budi pada siapapun. Apa lagi bila orang tersebut adalah rakyat biasa, dia sama sekali tak ingin menyulitkan siapapun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!