"Uhuk! Uhuk! A-apa?" Henry tersendat air liurnya sendiri, dia tak menyangka bila Aurora akan mengatakan hal seperti itu.
"Aish, biasa saja bisa bukan?" Henry menggelengkan kepalanya cepat, bagaimana dia bisa biasa saja saat mendengar lamaran dari seorang gadis seperti itu.
"Iya juga si, pasti kamu gak mau bukan? Aku memang tidak berguna, tapi aku bisa melindungi orang-orang ku bila kamu bersedia. Rasanya menanti yang tidak pasti juga tidak enak tau, tapi aku merasa nyaman bersama mu." Henry merasakan kedua pipinya memanas, dia memang belum benar-benar merasakan hal aneh pada dirinya saat berdekatan dengan Aurora.
'Aku tidak pernah merasakan hal aneh saat bersamanya, aku hanya merasa dadaku berpacu cepat dan merasa nyaman bersamanya, aku juga hanya merasa tak ingin kehilangan dirinya.' Gumam Henry dalam hati, tanpa sadar dia telah mengagumi Aurora secara diam-diam.
"Tidak semudah itu, lagi pula kita belum lama ini kenal dan belum saling mengetahui identitas masing-masing bukan?" Aurora terdiam, memang benar bila mereka belum seter*buka itu satu sama lain.
"Iya, aku juga tidak buru-buru." Ucap Aurora, karena saat ini untuk mewujudkan segalanya dia harus memenangkan perang internal terlebih dahulu.
Aurora juga tak ingin terlibat dalam alur novel yang akan sangat merugikan baginya. Aurora akan membuat jalurnya sendiri dan tidak mau terbunuh atau tertekan seperti dalam novelnya.
"Pesanan anda datang, apa ada yang lain lagi yang kalian inginkan?" Tanya seorang pelayan menyuguhkan dua mangkuk mie dengan potongan daging di atasnya.
Henry mengangguk ke arah Aurora seolah memberikan kesempatan pada Aurora untuk mengorek informasi, Henry juga sebenarnya ingin tahu mengenai apa yang di inginkan oleh Aurora.
"Apa anda tahu tentang keluarga Eliza?" Bisik Aurora, pria itu nampak mengosok-gosokan ibu jarinya.
Aurora mengerti dengan maksud pria tersebut, dia mengambil 5 keping emas namun cepat di hentikan oleh Henry. Henry mengambil sekantong emas dari tas miliknya dan melemparkannya di atas meja.
Aurora tertegun melihat banyaknya emas yang di miliki oleh Henry, agaknya benar apa yang di katakan oleh Henry. Aurora sama sekali belum mengenal Henry.
"Katakan!" Ucap Henry, pria itu kegirangan dan mengambil emas itu tanpa sungkan. Dia berlari menuju tempat dia datang semula. Pria itu juga segera kembali dengan kertas di tangannya, dia tersenyum ke arah Aurora dan Henry.
"Ini adalah info terkini, saat ini keluarga tersebut nyatanya tengah mengembangkan kemiliteran dalam jumlah yang tidak di perbolehkan oleh Kerajaan. Tapi Duke Eliza juga seorang yang tidak bodoh, dia bersembunyi dan mengigit seperti ular beracun." Aurora mengangguk dan mengambil kertas tersebut.
"Ada lagi yang dapat saya bantu?" Aurora menggelengkan kepalanya, Henry juga tersenyum melihat ekspresi Aurora yang nampak puas.
Pelayan itu akhirnya kembali ke tempatnya, sebelum akhirnya sebuah suara perkelahian terdengar. Para pelayan di sana nampak menggelengkan kepalanya, Henry juga langsung menarik tubuh Aurora menjauh dan keluar dari tempat itu.
"Tidak ada untungnya kita berada di dalam, sebaiknya kita mencari tempat lain untuk makan." Henry mengangkat tubuh Aurora ke atas kereta kuda dan mulai melaju kembali.
"Henry, aku merasa bila kamu itu menarik sekali ya?" Henry terdiam mendengar pujian dari Aurora.
"Aku berencana melakukan segalanya bersamamu mulai sekarang, bisakah aku percaya pada mu?" Henry menepikan kereta kudanya dan menghadap pada Aurora.
"Apa yang harus aku lakukan?" Aurora terdiam, jujur saja dia bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Karena Aurora sendiri tidak mengerti maksud Henry.
"Maksud kamu?"
"Apa yang harus aku lakukan agar aku bisa di percaya?" Aurora terkekeh mendengar ungkapan Henry, sejak pertama kali bertemu dengan Henry, Aurora merasa bila pria itu istimewa.
"Tidak sampai sebegitunya Henry, kamu percaya intuisi bukan?" Henry mengangguk, selama di medan perang, Intuisi adalah sesuatu yang penting untuk memperoleh kemenangan.
"Aku juga demikian, aku percaya pada mu dengan intuisi ku. Tidak semuanya harus tertulis dengan surat kontrak ataupun sumpah aneh yang sering di lakukan kebanyakan orang. Aku mempercayai mu karena aku yakin bila kamu juga percaya pada ku." Henry tersenyum mendengar jawaban dari Aurora.
"Kamu di penuhi banyak kejutan ya?" Henry tersenyum lembut, entahlah ada sesuatu yang terasa mekar dalam dadanya saat ini.
"Hehehe, tanpa sadar kamu juga mulai berbicara santai pada ku. Aku cukup senang mendengarnya." Henry terkekeh dan keduanya akhirnya masuk ke daerah ibu kota.
"Henry, aku lapar sekali!" Gerutu Aurora menekan perutnya, sejak awal dia merasa kelaparan.
"Mau makan apa?" Tanya Henry memperhatikan toko makanan yang berjajar di sepanjang jalan kota tersebut.
"Apa saja, aku lapar sekali." Henry terkekeh dan turun di depan sebuah restoran. Aurora masih mengenakan penutup wajahnya, begitupun dengan Henry.
Keduanya masuk hingga aroma nikmat mulai tercium pada hidung mereka, Aurora mulai memperhatikan sekeliling. Ternyaa itu adalah tempat makan yang sangat ramai, Aurora dan Henry saat ini memilih duduk di sudut ruangan dan memesan makanan mereka.
Aurora dengan lahap memakan makananya setali sampai, Henry sendiri merasa bahagia melihat Aurora yang lahap hingga dia kekenyangan sampai tak bisa bergerak.
"Aduh kenyang banget Henry, sekarang aku siap melakukan hibernasi." Henry menggelengkan kepalanya, dia membayar makanan itu dan mengangkat tubuh Aurora.
"Aduh senang-nya bila punya teman yang bisa di andalkan." Gumam Aurora meningkatkan tangannya di leher Henry.
"Sebagai bangsawan, apa anda tidak malu makan sebanyak itu bahkan sampai kekenyangan dan tidak bisa bergerak seperti ini?" Aurora nampak memejamkan matanya dan tidak merespon ucapan Henry.
"Dia sungguh-sungguh tidur," Henry akhirnya melaju menuju ke arah kediaman Barrel dan menitipkan kereta kuda itu pada salah seorang Kesatria dari kediaman tersbut. Beberapa pelayan juga mulai datang dan Henry pergi begitu saja.
"Dia juga langsung pergi begitu saja tanpa memberikan celah untuk kita dapat mengawasinya dengan sekat." Ucap seorang pria dalam sebuah rungan.
"Benar Tuan, namun melihat sikapnya pada Nona, sepertinya dia tidak memiliki niatan buruk." Duke Barrel menangguk setuju denan ucapan bawahannya.
"Kau benar, selama di luar Aurora juga menutup wajahnya agar tidak terdeteksi oleh musuh." Duke Barrel merasa bangga pada gadis kecilnya.
"Tuan, sepertinya Nona mendapatkan pelindung yang tepat saat ini." Duke Barrel menggelengkan kepalanya mendengar penuturan bawahannya.
"Tidak, aku tidak akan percaya semudah itu pada seseorang. Aku ingin tau apa yang dia inginkan dari putri ku, serta identitasnya yang sebenarnya." Duke Barrel merasakan bila pria itu bukanlah orang biasa, dari aura pria itu saja dapat di rasakan bila dia memiliki aura yang tidak seperti kebanyakan orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments