Ciara memeluk kedua orang tuanya sambil menangis terisak-isak. Ia rasanya benar-benar tak rela harus berpisah dengan kedua orangtuanya dalam waktu yang cukup lama.
"Jaga diri baik-baik ya sayang. Kamu tidak usah khawatir Ayah sudah melakukan negosiasi ulang dengan Pak Toni." Ciara manggut-manggut sambil mengusap air matanya.
"Kalo ada apa-apa hubungi Pak Riko asisten Ayah. Dan berkabar selalu dengan Ayah bunda ya."
"Pasti Ayah."
"Yaudah kami pergi dulu ya sayang," sang Bunda mencium kening putrinya sebelum melangkah pergi.
"Hati-hati Ayah, Bunda." Ciara melambaikan tangannya dengan tatapan lirih.
Begitupun dengan kedua orangtuanya yang nampak berkaca-kaca.
Ciara menunduk seraya menyeka air matanya. Ia pun menarik nafas dalam untuk meredam rasa sesaknya.
Ciara mengambil kunci mobil di kantongnya dan berbalik badan ingin pergi.
Bruk...
"Aduh," pekik Ciara sambil memegangi jidatnya.
"Lo gimana si? Jalan yang bener dong!" Laki-laki yang dadanya tertabrak Ciara nampak menatapnya marah.
Ciara pun mendongak menatap orang yang telah Ia tabrak dan baru saja memarahinya itu. Keduanya saling memandang dengan mata melebar.
"Lo? Lo maling kemaren, kan?"
"Berapa kali si saya bilang. Saya bukan maling Pak."
"Humh, mana ada maling ngaku maling, yang ada penjara penuh." Hassel melipat kedua tangannya dan buang muka angkuh.
"Terserah lo deh! Mau nuduh gue maling kek copet kek begal kek. Capek ngomong sama cowok ngeselin, emosia, arogan kaya lo! Bisa sinting gue lama-lama." Entah terlampau emosi atau mood Ciara yang sedang tidak bagus, Ia dengan beraninya menggunakan kata lo gue untuk berbicara dengan Hassel bahkan Ia tanpa takut menyemprot laki-laki itu balik.
"Apa lo bilang?" Hassel semakin dibuat naik pitam karena baru kali ini ada orang yang berani berbicara seperti itu kepadanya apalagi seorang perempuan yang biasanya perempuan lain akan selalu sok cantik dan sok anggun di depannya.
"Kak udah Kak. Aku ketinggalan pesawat nih kalo Kakak terus-terusan debat disini." Haven sang adik menarik lengan kakaknya agar laki-laki itu mau menghentikan cekcoknya.
"Urusan kita belum selesai!" Hassel menatap Ciara tajam dengan penuh gemuruh emosi seraya berlalu pergi mengikuti tarikan sang adik.
Ciara menunduk dan menelan ludahnya tegang. Apa yang telah Ia lakukan barusan?
'Haduh mati si gue. Mana gue pengen ngelamar kerja di kantornya lagi.' Ciara mengigit bibir bawahnya gelisah.
"Gue harus permak sekarang." Ciara pun buru-buru pergi.
Tujuannya sekarang yaitu ke salon untuk memotong pendek rambutnya. Untuk baju dan celana Ciara rasa Ia tak perlu membeli karena Ia mempunyai Abang yang baik hati dan pastinya rela untuk meminjamkannya baju.
Walaupun di perjalanan tadi Ciara sangat PD dan yakin, entah kenapa ketika Ia sudah duduk di depan cermin besar milik si tukang salon rasa ketidakrelaan itu mulai hadir di hatinya.
Rambut panjangnya yang cantik yang Ia rawat seperti anak sendiri, kini harus Ia relakan.
"Hufh... Gak papa cuma rambut bisa tumbuh lagi. Sedangkan Abang lo? Kalo meningsuy gak bisa dia tumbuh lagi!" Ciara mengangguk serius dengan penuh keyakinan.
Ia memejamkan matanya ketika si mbak mbak salon mulai memotong rambut panjangnya secara brutal. Sepanjang pemotongan Ciara terus memejamkan mata hingga...
Khok... Khok...
Si Mba Mba salon geleng-geleng kepala melihat pelanggannya malah tertidur. Namun si Mba Mba profesional itu nampaknya tak sedikitpun merasa kesusahan untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Kak, udah selesai Kak." Si Mbak menggoyangkan tubuh Ciara hingga akhirnya gadis itu terbangun dari tidurnya.
"Eh, maaf Mba ngantuk hehe..." ujarnya seraya menoleh ke arah kaca didepannya.
Ia terdiam cukup lama memperhatikan penampilan barunya. Ciara menyugar rambutnya yang masih sedikit gondrong itu ke atas.
"Waw... Mba itu S1 percukuran ya? Bagus banget Mba hasilnya,"
"Saya sebetulnya S2 manajemen Kak. Tapi saya sedih karena pekerjaan saya hanya menjadi karyawan tukang cukur."
"Ha yang bener Mbak?" Ciara menoleh menatap si mbak salon serius.
"Iya. Baru tadi malem wisuda."
Ciara memasang wajah kakunya. Ia sekarang paham apa yang dimaksud si mbaknya. Bagaimana bisa Ia dengan seriusnya percaya.
"Jadi berapa mbak?"
"Tiga puluh aja." Ciara mengangguk dan mengeluarkan kartu atm-nya.
"Sebentar ya..." Ciara mengangguk dan menunggu mbak itu kembali.
"Nih... Terimakasih canteng." Ciara memundurkan kepalanya mendengar panggilan mbak itu.
Ciara pun menerima kartu ATM miliknya yang Mbak itu sodorkan.
"Nama saya bukan canteng Mbak."
"Maksud saya kamu itu cantik tapi ganteng juga."
"Terserah Mbak deh," Ciara memutar bola matanya malas.
"Nanti langganan disini ya." Si mbaknya mengedipkan sebelah matanya membuat Ciara bergidik ngeri dan merasa resah.
Tanpa membalas apapun Ciara langsung ngacir pergi keluar salon dengan perasaan takut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Yani
Seru ni ceritanya
2024-07-18
1
Suaebah Suaebah
suka cerita nya ada kocak"nya.
salam kenal thor.lanjut dan semangat..🥰🥰
2024-07-09
2
Ita Xiaomi
Jd ingat ama Malika 🤣🤣🤣
2024-06-22
4