Ciara mengerjapkan matanya saat sinar matahari sudah menyeruak masuk ke dalam ruangan. Atensinya langsung tertuju ke arah Hassel yang nampak laki-laki itu telah bangun terlebih dahulu dan laki-laki itu sedang memainkan handphonenya.
"Udah bangun?" Hassel berbicara tanpa menatap Ciara.
"Belum Pak masih merem saya." Ciara senyum tertahan.
Hassel melirik sekilas dengan tatapan dinginnya. Hanya Ciara satu-satunya asisten yang berani membercandainya.
"Ambilin sarapan saya di meja." Ciara pun menurut dan mengambilkan bubur di atas meja yang telah tersedia.
"Ini Pak."
"Suapin!" Perintah Hassel masih fokus pada handphonenya.
"Perasaan Bapak gak papa tangannya." Protes Ciara.
Hassel melirik ke arah Ciara dengan mata elangnya.
"Emm, maksudnya iya Pak saya suapin." Ciara pun langsung menciut dan akhirnya terpaksa Ia pun mau menyuapi sang Bos.
Sepanjang Ciara menyuapi, bosnya terus saja bermain handphone. Tak ada obrolan antara keduanya hanya ada bunyi mangkuk dan sesekali notifikasi pesan masuk.
"Sekarang kita pulang, saya ada meeting penting siang ini."
"Tapi Bapak serius udah gak papa?"
"Gak papa." Acuh Hassel.
"Dokter juga kemarin udah ngizinin si Pak, saya juga udah dapet suratnya. Kita langsung pulang aja gak usah izin lagi. Paling nanti konfirmasi sama suster kasir."
"Terserah." santai Hassel seraya melepas infusan di tangannya dengan hati-hati, tak lupa Ia pun mematikannya juga.
Ciara pun meletakkan mangkuk bubur di tangannya ke atas meja.
"Sini saya bantu." Ciara meletakkan tangan Hassel ke pundaknya dan membantu laki-laki itu untuk turun.
"Kamu kerumah saya bantu saya siapkan perlengkapan." Pinta Hassel.
"Tapi saya belum mandi Pak."
"Ck, kamu pikir di rumah saya gak ada kamar mandi?"
"Emm... Tapi Pak__"
"Mandi di rumah saya." Tekan Hassel dingin.
"Tapi baju__"
"Baju saya juga banyak." Ciara menghela nafas gusar. Memang sulit berbicara dengan Bosnya yang pemaksa ini.
"Iya Pak." Ciara akhirnya memilih untuk pasrah.
Singkatnya kedua bos dan asisten itupun sampai di mansion Hassel atau lebih tepatnya milik ayahnya. Ciara beberapa kali dibuat takjub melihat keindahan dan kemegahan mansion bosnya itu.
"Ini si bukan rumah, istana." Monolognya pelan.
"Masuk." Hassel menyuruh Ciara untuk masuk ke kamarnya.
Ciara awalnya ragu-ragu karena sejujurnya Ia merasa takut harus berduaan di dalam kamar bersama laki-laki namun, Ia pun tak mau terkena semprot sang Bos. Dan tak mau juga Hassel sampai curiga dengan gendernya.
Akhirnya Ciara pun memilih untuk masuk dengan hati dag dig dug.
Ciara meringis melihat keadaan kamar laki-laki itu. Sangat berantakan dan seperti tidak pernah ada yang membersihkannya.
"Tunggu disini saya mandi dulu." Ciara refleks menutup matanya saat menyadari Hassel telah membuka jas dan kemejanya hingga kini laki-laki itu telanjang dada.
"Kita sama-sama cowok gak usah lebay!" Hassel memutar bola matanya dengan ekspresi datar.
Ciara berdekhem pelan dan menurunkan tangannya seraya menunduk. Saat menyadari Hassel telah pergi ke kamar mandi Ciara pun menghela nafas legah.
Ia masih mengingat bagaimana bentuk dada hingga ke perut laki-laki itu, yang memang tadi telah tidak sengaja Ia lihat. Ciara memegang hidungnya, untuk saja tidak berdarah!
Tangannya terlipat sambil memperhatikan sekelilingnya. Demi apapun Ia tidak suka melihat tempat ini.
"Pak Hassel gak punya pembantu apa? Kamar sebagus ini kok kaya kapal pecah." Celotehnya seraya bertindak untuk membereskan.
Beberapa baju-baju yang yang tertumpuk di atas sofa yang Ia rasa baju bersih, Ciara letakan di dalam lemari serta beberapa kemeja kotor kedalam keranjang. Sebetulnya baju kotor itu tidak bau hanya saja Ciara tau baju itu kotor dengan mencium parfumnya.
Tak lama kemudian Hassel pun keluar dari kamar mandi dengan handuk menutupi perut kebawah saja. Ciara lagi-lagi dibuat tremor saat melihat perut sixpack Hassel. Ciara berusaha rileks dan membiasakan diri. Ia tidak boleh sampai membuat sang Bos curiga.
"Bapak gak punya art? Kok kamarnya berantakan?" Celetuk Ciara yang masih sibuk menata cucian kering milik laki-laki itu ke dalam lemari.
"Saya gak mau ada satupun orang termasuk art masuk kedalam kamar saya. Saya gak suka."
"Saya sekarang masuk kamar Bapak?" Heran Ciara.
"Kecuali kamu karena saya ingin kamu kesini setiap pagi dan bangunkan saya. Inget, satu minggu kedepan saya akan selalu berangkat pagi jadi, kamu harus ke rumah saya dan bangunkan saya di kamar ini. Gak boleh sampai telat!" Pintanya.
"Mengerti?"
"Mengerti Pak." Ciara mengangguk pelan.
"Buruan mandi saya tunggu disini." Perintah Hassel dingin. Ciara mengangguk dan berjalan pergi memasuki kamar mandi.
Selang beberapa menit Ciara tiba-tiba teringat jika Hassel belum memberikannya baju. Tidak mungkin, kan Ia memakai baju di luar?
Ciara membuka pintu kamar mandi dan menyembulkan kepalanya dari celah pintu.
"Pak..." teriaknya melihat Hassel yang nampak sedang mengancing kemejanya.
"Baju Pak." Hassel berdecak seraya mengambil kemeja polos serta celana bahan hitam miliknya di dalam lemari.
Mencetak sejarah baru seorang asisten menyuruh Bosnya untuk mengambilkan baju. Dan lebih unggul lagi, Bosnya mau melakukannya.
Hassel pun berjalan menghampiri pintu kamar mandi seraya menyodorkan baju dan celana di tangannya.
"Bentar Pak."
Ciara menutup pintunya terlebih dahulu untuk berganti posisi. Kini hanya tangan dan sebelah pundaknya saja yang keluar pintu.
Hassel terdiam dengan mata membulat sempurna. Ia melihat bagaimana mulus dan putihnya pundak asistennya itu. Tanpa sadar Hassel menelan ludahnya terlampau tegang.
Hassel menggeleng menghilangkan pikiran anehnya. Hassel langsung meletakkan baju ditangannya ke atas telapak tangan Ciara yang sudah mengadah. Hassel pun berbalik badan dan berjalan menjauh. Ia berusaha menekan perasaan anehnya.
"Dia cowok! Ngapain lo tegang liat pundaknya. Dah gila lo Sel!" Hassel menghela nafas gusar seraya mendudukkan dirinya di tepi ranjang.
Tak lama kemudian Ciara pun keluar dengan sudah rapih mengenakan kemeja serta celana bahan yang tadi Hassel berikan. Dahinya mengernyit saat melihat Hassel nampak sedang kesusahan mengikat dasinya.
Ciara geleng-geleng kepala menyadari betapa payahnya laki-laki itu mengikat dasi.
Ciara berjalan mendekat. "Saya bantu Pak." Ciara pun mengambil alih dasi panjang di leher Hassel dan mulai membentuknya dengan perlahan.
Hassel memperhatikan wajah asistennya dari atas. Entah kenapa Ia merasa ada yang aneh dengan bentuk wajah laki-laki di depannya ini. Dilihat-lihat Ciara memang seperti mempunyai dua aura wajah.
"Nah gitu Pak baru rapih." Ciara tersenyum sambil memperhatikan penampilan Bosnya.
Hassel masih terdiam dengan ekspresi datarnya. Matanya masih tertuju pada wajah sang asisten.
"Pak?" Ciara mengibaskan tangannya ke depan wajah Hassel membuat laki-laki itu akhirnya membuyarkan lamunannya.
"Ah, ayo kita b__berangkat." Hassel berdekhem dan berusaha untuk tetap bersikap cool.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Yani
Hati" Ciara ntar ketahuan
2024-07-18
0
murni l.toruan
Hahaha tegangan tinggi ya Hazel lihat mulusnya bahu Tara. Awas ntar jatuh cinta pada Tara musuh bebuyutan
2024-05-12
4
jaran goyang
𝑚𝑜𝑔𝑎 𝑐𝑝𝑡 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑢𝑎𝑛
2024-05-12
0