"Ehem!" Pak Ica berdehem seketika Latica, Elvin dan Rayyan langsung terhenti. Latica langsung terdiam dan menunduk.
"Latica perhatikan sikap mu Nak, bagaimanapun beliau adalah tamu kita. Rayyan, turun dari pangkuan Om-nya, jangan panggil dia Ayah! Karena bagaimanapun dia bukan Ayah mu mengerti!" Tegas Pak Ica, seketika Rayyan terisak, Latica juga menunduk tak berani mengangkat kepalanya.
"Nak, bila Nak Elvin ingin tinggal di sini sebaiknya perhatikan sikap Nak Elvin." Elvin yang merasa tidak bersalah memeluk Rayyan dan tidak melepaskannya.
"Pak? Maafkan saya, apa ada yang salah dengan apa yang saya lakukan? Ica hanya ingin dekat dengan putranya dan saya juga demikian." Elvin tak takut, karena dia memang menghormati orang tua tapi bukan berati bisa di perlakukan seenaknya.
"Itu adalah kesalahan, Latica telah di cap sebagai wanita tidak baik di sini. Bagaimana-pun saya sebagai ayahnya tak ingin membuat dia terus di cap tidak baik." Pak Ica menghela nafas panjang.
"Rumor hanya rumor dan tidak akan mengubah kenyataan, Latica adalah wanita yang baik di mata saya dan saya menghargainya." Elvin tersenyum, menatap Latica yang menunduk tak berani mengangkat kepalanya sedikitpun.
"Saya memang lancang mengatakan ini Pak, tapi saya sudah mencintai Putri Bapak secara sepihak sejak lama." Elvin menguatkan hatinya demi mengatakan hal itu.
'Lega juga, setidaknya aku tidak terlihat sebagai pengecut kali ini.' Gumam Elvin dalam hati, dia tak mau membuat kesalahan dua kali.
"K-kak?" Latica tertegun menatap Elvin yang tersenyum ke arahnya, sedangkan kedua orang tua Latica yang memang telah mengerti sejak awal hanya menghela nafas berat.
"Saya acungkan jempol atas keberaniannya. Tapi, apa orang tua mu sudah mengetahui apa yang anda katakan saat ini?" Elvin tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Saya berkata seperti ini karena orang tua saya telah mengetahuinya, saya tidak ingin membuang peluang yang mungkin tak akan hadir dua kali dalam hidup saya." Elvin dengan berani mengutarakan hal itu, Latica seketika tertegun mendengarnya.
"Meski mungkin menjadi salah satu pria yang merupakan pengagum Latica dari jauh, namun saya meyakini atas apa yang saya lakukan atas dasar kesadaran dan cinta bukan hanya rasa kasihan atau ketertarikan sesaat." Elvin kembali berucap, semua orang bungkam mendengar pengakuan Elvin.
"Bagaimana dengan Latica?" Tanya Pak Ica menatap putrinya yang masih menuduk, Latica tidak ingin berucap apapun kala itu.
"Saya tahu Latica mungkin belum dapat menerima saya, saya juga mungkin masih mencintainya secara sepihak saat ini. Tapi saya juga memiliki batasan dan tidak akan membuat Latica dalam kesulitan." Ucap Elvin tersenyum tulus.
'Tidak membuat Putri ku dalam kesulitan konon, saat ini dia malah sedang membuat Putri ku dalam kesulitan. Dasar pemuda ini!' Gumam Pak Ica dalam hati, dia ingin murka. Namun segala yang di ucapkan Elvin terlalu luar biasa untuk dapat dia bantah.
Canggung, itulah yang saat ini mereka rasakan. Terutama Latica, dia yang berada di antara situasi yang aneh benar-benar tak dapat beranjak dari tempat itu.
"Ah, itu Bah. Kalian sebaiknya melapor ke Pak RT bila Nak Elvin akan menginap di sini." Bu Ica memecah kecanggungan yang ada.
"Ah, sudahlah. Tamu kita pasti lelah, biar dia istirahat dulu. Rayyan mau ikut Abah?" Tanya Pak Ica mengulurkan tangannya pada Rayyan. Namun Rayyan masih terisak dan tak mau keluar dari pelukan Elvin.
"Yasudah, Abah ke luar dulu." Pak Ica bergegas keluar rumah dan sekilas dia menatap Latica yang masih setia menunduk.
"Di minum dulu teh-nya, sudah jangan di masukan ke dalam hati. Abah memang sepeeti itu, meski dia kelihatan garang tapi dia adalah pria yang baik." Bujuk Bu Ica merasa tidak enak pada Elvin.
"Tidak apa-apa, lagi pula apa yang saya katakan tadi memang benar. Cepat atau lambat juga saya harus mengatakan itu pada kalian bukan?" Senyum terukir di bibir Elvin.
"Ha, Latica itu sudah banyak yang melamar tapi pada akhirnya para pria menyerah karena Bapaknya galak. Tapi bila dia sudah menyukai seseorang, tentu tidak akan terlalu sulit membujuknya." Ucap Bu Ica, dia menghela nafas panjang, Elvin mengangguk faham.
.
.
.
Malam hari akhirnya tiba, Elvin beristirahat di kamar yang biasanya di pakai oleh Latica. Dalam dekapannya ada Rayyan yang terlelap akibat terlalu lama menangis.
Elvin perlahan membaringkan Rayyan dan tersenyum lembut, dia menatap sekeliling kamar sempit itu dengan teliti. Sebuah kardus besar di bawah ranjang menarik perhatiannya.
Sebuah buku bersampul merah muda napak masih rapi di sana, di bawahnya ada begitu banyak piagam Latica yang tertumpuk. Elvin mengambil buku merah muda itu dan menatap kardus besar yang ada di sampingnya.
Kumpulan buku pelajaran kampus menumpuk dan Elvin mengambil satu, beberapa latihan nampak di dalamnya dan Latica selalu mendapatkan nilai sempurna. Bahkan Elvin semakin mengagumi Latica.
Elvin menyimpan buku itu kembali masuk ke dalam bawah ranjang dan duduk di tepi ranjang membuka buku bersampul merah muda di tangannya. Tulisan tangan yang rapi nampak indah di sana bertuliskan nama lengkap Latica dan tahun pembuatannya.
"7 tahun lalu, berarti ini di buat saat Latica memasuki kampus untuk pertama kalinya." Elvin tersenyum dan membuka halaman ke dua, dia mana nampak sebuah foto Universitas I. Serta sebuah catatan yang mengatakan bila itu hari pertama Latica kuliah.
Buku harian itu terus di baca oleh Elvin, Latica juga menerangkan banyak kegiatannya tak ada keluhan didalamnya, meski ada sebuah catatan yang di buat tengah malam dan mengatakan baru selesai belajar.
Elvin terus menerus membuka lembaran buku tersebut, hingga entah sudah berapa puluh lembar yang di baca Elvin. Elvin kembali membuka lembaran selanjutnya, seolah buku tersebut membuat Elvin tak sanggup beranjak dari duduknya.
Sebuah lukisan tangan dari pensil menarik perhatian Elvin, sebuah rupa seorang pria yang agak familiar bagi Elvin. Sosok pria dengan jaket dan tas berhuruf E kecil di belakangnya.
Elvin tertegun sejenak, tak ada namanya di sana namun sebuah tulisan indah Latica seolah menyiratkan bila pria itu adalah cinta pertamanya, Elvin kembali membuka bagian sebelumnya dan meneliti sosok lukisan tersebut.
"Aku merasa kenal dengan orang ini, pernah lihat di mana ya?" Gumam Elvin, dia juga merasa sangat mengenal ransel yang di kenakan pria itu.
"Habibi?" Elvin terdiam saat membaca tulisan di sampingnya, apa nama pria itu Habibi?
Elvin kembali membuka lembaran-lembaran berikutnya hingga kedua pipi Elvin tanpa sadar memerah saat menyadari sosok yang di lukis oleh Latica kala itu, Latica menceritakan sosok tersebut dengan baik bahkan tercatat kata cinta di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Ani
cintamu tidak bertepuk sebelah tangan Elvin . Berjuanglah 💪💪💪💪
2024-05-06
1