Bab 6

Hari-hari berikutnya juga sama, banyak yang mengajaknya menikah namun Latica enggan. Dia masih bisa menghidupi anaknya, namun semakin bertambahnya usia Rayyan maka semakin besar juga keperluan yang di butuhkan olehnya.

Sebuah tawaran di berikan oleh Bidan Indri, Ibunya uang di kota membutuhkan tenaga kerja baru karena beberapa pekerja lamanya memilih mengundurkan diri akibat sebuah kesalahan yang fatal.

Latica berfikir sejenak saat ingin mengambil keputusan, dia melakukan sholat istoqoroh dan bermunajat agar mendapatkan petunjuk bagi kebaikannya. Tak ada pertanda apapun, namun hatinya mengatakan bila dia boleh pergi.

Latica akhirnya meminta izin kepada kedua orang tuanya, meninggalkan Rayyan yang masih berusia 3 tahun berada dalam pengasuhan sang Ibu. Sangat berat bagi Latica, tapi hidupnya akan lebih berat bila dia tidak pergi.

Sebelum keberangkatannya menuju ibu kota yang pelik akan kehidupan manusia, Latica meminta do'a dari kedua orang tuanya sebelum pergi. Sebuah mobil travel yang biasa di gunakan oleh warga desa untuk pergi ke kota telah menunggu Latica di depan rumahnya.

"Mak, Abah, Ica pergi ya? Baik-baik di rumah." Latica mencium punggung tangan kedua orang tuanya, terakhir Latica mengecup seluruh wajah putranya yang berada dalam pelukan sang Ibu.

"Ayan, Bunda pergi ya sayang? Jangan nakal di rumah." Latica akhirnya pergi, ada sesak di dadanya yang tak bisa dia ungkapkan. Bagaimanapun meninggalkan anak yang masih balita bukanlah sesuatu yang mudah.

Gambaran setiap hari yang selalu di warnai dengan tawa dan tangis si kecil adalah semangat Latica untuk melangkah, Latica ingin memberikan yang terbaik untuk Putranya.

Dengan sebuah tas jinjing berukuran sedang yang biasanya di bawa Latica saat pulang kampung dulu, kini dia bawa kembali pergi ke Ibu Kota. Latica meneteskan air matanya saat mobil mulai menjauh dari pelataran rumahnya.

"Aduh pasti sedih ya Neng ninggalin anak masih kecil?" Tanya sopir yang merupakan warga desa di sana juga.

"Ah iya Pak, tapi saya juga bisa bagaimana?" Latica tersenyum menimpali ucapan pria itu.

"Hati-hati kalo di kota, sebaiknya jangan keluar keluyuran dari rumah besar itu nanti." Ucap sopir itu mewanti-wanti Latica.

"Iya Pak, Bapak sudah sering ke sana bukan? Bagaimana rupa dari tempat kerja saya nanti Pak?" Latica yang memang memiliki ijazah SMA awalnya berniat kerja ke pabrik, namun tawaran yang di berikan oleh Bidan Indri lebih menghasilkan, gajinya bahkan setara dengan orang kantoran.

"Wah, di sana megah banget Neng. Rumah Tuan yang akan di tinggali nanti sangat besar, bahkan kalo Neng tinggal di sana mungkin saking besarnya Neng gak akan ketemu sama majikan Neng." Latica tersenyum mendengarkan ucapan sopir.

"Tapi karena Bu Lastri adalah pekerja tetap sekaligus pekerja terpercaya di sana, jadi dia selalu menjadi kaki tangan majikannya saat di rumah." Latica kembali menganggukkan kepalanya.

Beberapa jam berlalu hingga akhirnya mereka sampai di ibu kota, keadaan travel juga tidak seperi awal lagi, banyak yang naik sekarang entah itu mahasiswa ataupun pekerja lainnya yang ingin pergi ke kota.

Latica akhirnya sampai di depan rumah megah berlantai dua itu, Latica turun dari mobil sedangkan sang sopir memilih ikut turun karena di takutkan Latica akan dalam kesulitan untuk masuk ke dalam rumah megah itu.

"Assalammu'alaikum? Permisi Pak, saya datang atas undangan dari Bu Lastri untuk bekerja di sini." Ucap Latica menatap seorang satpam yang terpogoh-pogoh menggunkan sarungnya dengan cepat.

"Wa'alaikum salam, iya sebenar ya Neng biar saya panggilkan dulu Bu Lastri-nya." Satpam tersebut kembali ke dalam rumah menggunakan jalur belakang, seorang wanita paruh baya akhirnya keluar bersama satpam tersebut.

"Neng Ica, alhamdulillah sudah sampai." Ucap Bu Lastri menghela nafas lega, sedangkan sang sopir travel juga akhirnya pamit dan pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Assalammu'alaikum Bu, Ibu sehat?" Tanya Latica, Bu Lastri tersenyum dan membantu Latica membawakan barang bawaannya. Namun dengan halus Latica menolaknya dan merekapun akhirnya berjalan masuk melalui pintu belakang.

"Ibu sehat, bagaimana keadaan Adit di kampung ya? Sudah lama tidak pulang kampung, malah Indri yang sering datang ke sini karena khawatir." Bu Lastri merasa senang saat Latica tiba, karena bagaimanapun Bu Lastri sangat hafal dengan sifat Latica.

"Adit sehat Bu, saya bekerjanya bagaimana di sini Bu?" Latica di bawa ke sebuah kamar di bagian samping kediaman tersebut, hanya ada satu kamar di sana.

"Ica bantuin Ibu masak dan beres-beres. Di sini tidak ada pekerja tetap seperti Ibu, Ibu juga tidak tinggal di sini. Untuk beres-beres di kamar Tuan Besar nanti ada asistennya sedangkan di kamar Tuan Muda sebaiknya jangan menyentuh apapun di sana, dia sangat sensitif dan tidak suka bila orang lain menyentuh barangnya." Latica menangguk, dia mendengarkan setiap ucapan Bu Lastri dengan baik.

"Nah ini kamarnya Ica, dulu ada dua pekerja yang tinggal di kamar ini tapi dua minggu lalu mereka di pecat karena melakukan kesalahan fatal. Bila Ica bisa bekerja extra dan bisa menutupi dua pekerja sekaligus, maka bayarannya juga akan dua kali lipat di sini." Latica tertegun, sangat menggiurkan rupanya.

"Bu, saya masih bingung dengan kesalahan fatal yang tidak boleh saya perbuat itu apa saja?" Latica menaruh tasnya di atas ranjang berukuran sedang.

"Tidak boleh menyentuh barang Tuan Muda, di larang bertanya berlebihan dan membicarakan rahasia keluarga ini ke khalayak umum. Itu adalah beberapa kesalahan fatal di rumah ini." Latica mengangguk.

"Selain itu, kesalahan yang di perbuat oleh pekerja sebelumnya adalah mereka mengambil barang berharga milik Tuan besar, sehingga mereka pada akhirnya di pecat. Untuk urusan makan, kamu bebas makan apa saja di sini. Bila kamu lapar tengah malam, kamu juga bisa masak di dapur tanpa ragu. Tuan Muda akan ikut sarapan pagi, tapi tidak dengan makan malam, dia akan pulang sangat sore atau bahkan larut malam." Ucap Bu Lastri kembali menjelaskan panjang lebar.

"Untuk Tuan Besar, kamu jangan cemas. Beliau adalah orang yang baik hati dan tidak akan mudah marah." Latica mengangguk-anggukan kepalanya. Waktu juga sudah sangat sore dan Latica sangat lelah akibat perjalanan yang jauh.

"Sebaiknya sekarang kamu istirahat dulu, besok baru mulai kerja dan kita ketemu dengan Tuan Muda dan Tuan Besar." Bu Lastri menyarankan, Latica kembali mengangguk. Sedangkan Bu Lastri akhirnya pergi meninggalkan Latica dari kamar itu setelah menjelaskan banyak petuahnya.

Untung saja Latica membawa lontong saat pergi pagi tadi, hingga saat malam hari dia bisa memakan itu dulu untuk mengganjal perutnya yang keroncongan, ingin ikut makan tengah malam juga malu karena dia belum bekerja.

Terpopuler

Comments

Ani

Ani

mudah mudahan inilah jalan menuju kebahagiaan mu Latica

2024-05-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!