Bab 3

Setelah pemeriksaan itu Latica dan sang Ayah akhirnya kembali ke rumah, dengan senang hati Latica memeriksa baju-baju yang di berikan oleh Bu Bidan.

Ada perasaan pedih dalam hati kedua orang tua Latica, mereka memang tak membeli baju sehelaipun untuk calon cucunya. Namun melihat rasa antusias Latica membuat keduanya dapat bernafas lega.

Meaki banyak gosip buruk tentang kehidupan Latica di masa lalu, namun tak jarang pula banyak orang baik yang dengan senang hati mengulurkan tangan mereka untuk menolong.

Meski mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Latica, namun mereka tanpa rasa takut memberikan bantuan yang bisa mereka berikan.

.

.

.

Beberapa hari kemudian, suara gaduh terdengar di kediaman Latica. Sang Ayah menjemput Bu Bidan dengan tergesa-gesa akibat Latica yang mengalami pendarahan.

"Bu cepat tolong Latica Bu!" Ibu Latica merasa panik dengan kondisi putrinya yang nampak tidak baik-baik saja. Bu Bidan juga terlihat pucat meskipun dia berusaha tenang menghadapi situasi yang ada.

"Ica punya BPJS kan Bu?" Tanya Bu Bidan yang merasa tidak akan sanggup melakukan persalinan di rumah, Ibu Putri mengangguk membenarkan.

"Panggil suami saya Pak, tolong bilang untuk bawa mobil ke sini. Kita rujuk Latica ke rumah sakit sekarang juga!" Ucap Bu Bidan cepat, Ayah Latica langsung berlari menuju kendaraannya.

Tangannya yang bergetar dapat menafsirkan bertema cemasnya dia saat itu, doa terus dia bisikkan dalam bibirnya dengan sekuat tenaga dia langsung memanggil suami Bu Bidan.

"Kenapa Bu?" Suami BU Bidan datang dengan perasan cemas, Bu Bidan nampak telah menyiapkan segala perbekalan Latica.

"Kondisi gawat A, bukan kepala yang berada di bagian bawah saat ini." Ucap Bu Bidan panik, dia langsung meminta suaminya dan Ayah Latica mengangkat tubuh Latica menuju mobil.

Mereka berangkat di antara gelapnya malam perkampungan, untunglah jarak mereka pada rumah sakit umum tidak begitu jauh hingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk mereka sampai di sana.

"Ada apa ini?" Tanya seorang dokter sepuh yang nampak akan segera pulang, Bu Bidan yang agaknya mengenal dokter tersebut langsung memberikan informasi mengenai kondisi Latica saat ini.

"Kita coba persalinan normal terlebih dahulu, panggilkan Dokter Fika ke mari secepatnya!" Ucap Dokter sepuh tersebut, seorang Dokter wanita yang masih mengenakan piyama nampak datang nafas terengah.

Sedangkan Latica saat itu tegah di tangani oleh beberapa Bidan dan perawat, termasuk Dokter sepuh sebelumnya.

Persalinan akhirnya berjalan dan dengan kesabaran Raisa yang begitu di puji oleh para Dokter dan perawat, serta ke profesionalan Dokter Fika akhirnya berhasil menyelamatkan Latica dan putranya.

Berbeda dari kelahiran pada umumnya, putra Latica lahir bukan kepala yang lebih dulu keluar namun kaki, itulah sebabnya Bu Bidan mengatakan bila kondisi persalinan tidak baik.

Tapi untunglah Latica yang sabar dan dengan sadar mendengarkan setiap ucapan dokter memudahkan persalinannya dan tidak harus mengambil jalan terakhir yaitu melakukan operasi Caesar.

Ucapan syukur terdengar dari seluruh orang yang ada, tanpa terkecuali ayah dan ibu Latica. Mereka merasa bahagia dengan kelahiran cucu pertama mereka.

"Lihatlah bayinya imut sekali bukan?" Dokter Fika mempersilahkan agar seluruh keluarga dapat menjenguk Latica. Sedangkan Dokter Fika nampak berbincang dengan Bu Bidan.

"Sebenarnya Latica belum menikah Dok, saya takut bila hal ini akan membuat pandangan orang lain buruk terhadapnya." Bu Bidan yang memang teman dari Dokter Fika merasa was-was.

"Indri, bukankah dia Latica yang dulu kamu beri tahu pada ku itu?" Dokter Fika nampak serius menghadapai hal tersebut.

"Ya, dia dulu kuliah di Farmasi. Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Latica, Latica bungkam tak ingin menceritakan apapun pada ku. Melihat dari reaksinya sepertinya ini sebuah hal yang tidak biasa." Jawab Bidan Indri merasa kasihan.

"Beberapa orang memiliki jalannya sendiri Indri, kita hanya dapat menolong sesama sesuai dengan apa yang bisa kita bantu." Dokter Fika tersenyum, sebagai seorang wanita dia dapat melihat mata teduh Latica yang nyaman. Dia sendiri tidak akan percaya bila Latica melakukan hal serong meski hanya dengan sekali lihat.

"Kamu pandai menilai orang, aku tahu bila dia mungkin tertutup pada orang luar. Tapi dia sangat baik dan mungkin kamu bisa melihatnya sendiri." Dokter Fika mengangguk setuju.

.

.

.

Dua hari Latica berada di rumah sakit dengan segala hal yang di selesaikan oleh Dokter Fika dan Bidan Indri. Dari mulai administrasi yang mengalami keganjilan hingga Latica dapat pulang kembali ke rumahnya.

"Bu, terima kasih banyak atas bantuannya. Saya tidak memiliki banyak hal untu di berikan, terima ini Bu." Latica memberikan uang berjumlah 2 juta rupiah pada Bu Indri, sebagai seorang yang pernah bergelut di dunia kesehatan. Latica tahu betul bagaimana perjuangan Indri selama di rumah sakit.

"Tidak apa-apa Ca, kamu ambil saja untuk anak kamu dan keperluan kamu." Bu Indri tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Ambil Bu, saya ikhlas memberikannya." Latica menyerahkan uang tersebut dengan senyuman, Bu Indri akhirnya menghela nafas berat dan menerimanya.

"Saya ambil sebagian, dan sebagian lagi saya juga sudah menerimanya. Tapi saya ingin menghadiahkan ini untuk putra mu. Siapa namanya?" Tanya Bu Indri menatap mata kecoklatan bayi dalam pangkuan Latica.

"Namnya Rayyan Bu, Muhammad Rayyan Al-fatih." Jawab Latica, Latica juga tak bisa menolak bila sudah seperti itu.

Kegaduhan yang tercipta karena Latica melahirkan akhirnya menyebar hingga ke seluruh penjuru desa, Latica juga membuat akta kelahiran untuk Putranya atas nama sendiri alias hanya ada nama ibu yang tercantum dalam akta kelahiran itu.

"Nak, maafkan Ibu yang hanya bisa memberikan kehidupan sekecil ini untuk mu. Tapi Ibu akan merawat mu dengan segenap kemampuan Ibu. Tumbuhlah dengan baik, dan buat Ibu berguna ya?" Latica mengecup kening bayi yang nampak masih merah itu.

Beberapa tetangga juga datang menjenguk, mereka memang tak membicarakan Latica secara langsung dan hanya memberikan uang atau istilah di desa namanya 'cempal' itu adalah tradisi di kampung-kampung di daerah jawab barat.

Uang yang terkumpul juga tidak terlalu banyak, namun cukup untuk Latica dan Putranya hidup beberapa bulan ke depan. Selain itu, Laptop dan ponsel Latica juga di jual untuk membantu perekonomian keluarganya.

Namun pencatatan kartu keluarga yang di lakukan membuat banyak kegemaran di kalangan pegawai kecamatan, bagaimanapun juga Latica adalah bunga desa yang selalu di idam-idamkan oleh setiap orang.

Ada yang mengira bila Latica berbuat serong, namun ada juga yang mengira Latica di tipu oleh kekasihnya, dan ada juga yang mengira bila Latica adalah korban pel*ec*ehan.

...PERTANYAAN...

Siapa nama lengkap putra Latica?

keluarga apakah yang di miliki oleh Serena?

Sebutkan 3 nama panggilan Gus Arya?

Terpopuler

Comments

Ani

Ani

semangat Laticia

2024-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!