"Ama?"
"Luna, ada apa ini, nak?"
"Ah, itu~" Luna tidak tahu mau menjawab apa. Dia juga bingung dengan situasi saat ini. Tiba-tiba saja, Rara berguling-guling di halaman rumah, dan tepat di bawah kakinya.
"Maafkan saya atas ketidaknyamanan ini, nyonya." Revan membungkuk menghormati ibu Luna.
"Oh, tidak apa-apa, nak."
"Luna, bagaimana kalau semuanya dibawa masuk saja? Tidak enak dilihat tetangga," saran Ama nya.
Luna mengangguk setuju. "Nyonya, Tuan, mari masuk terlebih dahulu," ajaknya.
Karena tidak ada pilihan lain, mau tidak mau Revan dan Riana mengikuti Luna masuk kedalam. Rara kini berada dalam gendongan Luna.
Keano melihat kearah Rara. Gadis itu sedang tersenyum sekarang. Benar-benar kelakuan yang luar biasa. Ia hanya dapat menggelengkan kepalanya dengan tingkah kembarannya itu. Sedikit memalukan, tapi entah kenapa dia juga suka dengan idenya.
"Silahkan duduk." Ama Luna mempersilahkan tamunya yang tak disengaja ini untuk duduk di kursi.
Ama Luna tal sengaja melihat Revan yang memperhatikan sekitaran rumah. "Maaf jika tidak nyaman. Inilah rumah kami apa adanya," ujarnya dengan tawa kecil.
Revan menatap wanita paruh baya itu kaget. Ternyata tanpa disengaja, ia malah melihat-lihat sekeliling rumah. Itu adalah perbuatan yang tidak sopan. Revan tau itu.
"Maafkan saya. Bukan saya bermaksud seperti tadi. Saya hanya kagum dengan interior rumah ini. Sekali lagi saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini," ucapnya membungkuk sedikit.
"Tidak masalah anak muda. Saya juga tidak mempermasalahkannya," jawabnya dengan senyuman.
"Apa nenek tinggal berdua saja dengan ibu pengasuh?" tanya Rara.
"Iya, gadis kecil. Di rumah ini hanya ada nenek dan Luna saja."
"Suami nenek dimana?" tanya Rara.
Keano langsung menarik baju gadis itu untuk berhenti bertanya lebih jauh lagi. Rara melihat kearah Keano dan menatapnya kesal. "Apa sih?"
"Haha, tidak apa-apa. Suami nenek sudah lama meninggal," jawabnya sembari menutup mulutnya karena baru saja tertawa.
"Maaf, nenek," sesal Rara.
"Oh, jangan berkecil hati. Itu hanyalah pertanyaan, tidak akan menjadi masalah," ujarnya.
Revan hanya memperhatikan interaksi mereka. Riana kini berbincang dengan Ama Luna.
Luna datang dengan membawa nampan yang berisi air minum. Gadis itu menyuguhkan pada semuanya. Dua gelas susu untuk Rara dan Keano.
"Silahkan di minum," pinta Ama Luna.
Mereka mengangguk dan meminumnya sebagai bentuk menghargai tuan rumah yang telah menyiapkan minuman untuk tamu.
"Mm, sepertinya saya pernah melihat kamu wahai anak muda. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Ama Luna pada Revan.
Revan menaroh cangkirnya. "Iya, saya yang mengantar putri anda waktu itu ke rumah, untuk ke rumah sakit menemani anak saya," jelasnya.
"Oh, benar! Rupanya kamu, ya. Waktu itu juga pernah sekali kan?" tanya Ama Luna.
Revan hanya berdehem memberikan jawabannya.
"Mmm." Riana ingin memanggil Ama Luna, tapi tak tahu namanya.
"Panggil saja saya Yuni, nyonya." Ama Luna mengetahui kebingungannya, makanya ia langsung menyahuti.
"Baiklah, nyonya Yuni. Sebelumnya terima kasih karena telah mengizinkan kami masuk kedalam. Lalu, saya mewakili cucu-cucu saya untuk meminta maaf atas ketidaknyamanan yang tengah berlaku," ucap Riana penuh sesal.
"Tidak apa-apa, nyonya. Saya juga memahami apa yang anda rasakan. Karena saya juga punya cucu. Anak-anak di usia ini sedang dalam masa nakal-nakalnya."
Riana menunduk malu akan perbuatan Rara barusan. Ia benar-benar tak menyangka akan pikiran Rara itu. Rasanya ia hampir benar-benar kehilangan akal disaat itu juga.
"Maaf jika saya lancang, sebenarnya apa yang sedang berlaku?" tanya Ama Luna penuh kehati-hatian.
"Nama putri saya adalah Rara dan yang disebelahnya adalah kembarannya Keano. Masalahnya adalah, Rara ingin membawa putri anda untuk pulang ke rumah saya. Dia masih ingin bersama dengan ibu pengasuhnya. Saya tidak mengizinkan hal itu, saya kira semuanya telah berakhir, rupanya dipikirannya sudah ada rencana seperti tadi. Dan itu benar-benar di luar kendali saya. Oleh sebab itu, sekali lagi saya meminta maaf pada anda, mewakili perbuatan putri saya."
Ama Luna melihat kearah Rara. Tetapi gadis itu malah memalingkan wajahnya. Ama Luna merasa bahwa gadis itu merasakan perasaan bersalah karena perbuatannya itu. Gadis kecil itu mengingatkannya dengan cucu perempuannya yang sama bandelnya. Ia terkekeh geli ketika mengingat momen itu.
"Rara," panggil Ama Luna.
"Iya, nek?"
"Kenapa Rara ingin bersama dengan ibu pengasuh?" tanyanya.
"Karena ibu pengasuh itu baik." Setelah bersemangat mengatakannya, wajahnya kini terlihat sedih.
"Kami ingin merasakan apa itu ibu. Kami ingin ibu pengasuh, karena kami butuh ibu," jawabnya dengan wajah menunduk.
Semuanya tertegun mendengar jawaban Rara. Revan juga tak menyangka bahwa anaknya akan merasa kesepian seperti itu. Ia melihat wajah putrinya yang tertunduk lesu. Keegoisannya malah menghilangkan sosok yang diinginkan anaknya. Selama ini, ia berpikir bahwa hanya dengan keberadaannya saja cukup untuk mengisi kekosongan itu. Oleh sebab itu ia tak memikirkannya. Karena baginya, ibu si kembar hanyalah istri pertamanya sekaligus wanita yang sangat ia cintai. Tapi, itu semua malah berefek pada anak-anaknya.
"Maaf, saya keluar dulu untuk mencari udara segar." Revan berjalan keluar meninggalkan orang-orang yang berada didalam.
Rara memperhatikan ayahnya. Ia kembali tertunduk sedih. Ia tak tahu apa yang terjadi. Sepertinya ayahnya benar-benar tidak suka dengan keberadaan ibu pengasuh. Makanya ia dilarang untuk bersama dengan ibu pengasuh.
Rara menarik tangan Keano untuk keluar. "Nenek, kami ingin berbicara dengan ayah. Rara sudah kelewatan. Rara ingin minta maaf."
"Apa tidak masalah membiarkan mereka saja yang keluar, nyonya?" tanya Luna tak yakin.
"Tenang saja, Luna. Semuanya akan baik-baik saja. Biarkan ayah dan anak itu saling bicara." Riana kembali menyesap tehnya. Ia merasakan bahwa semuanya akan kembali baik-baik saja. Dan mungkin akan membawa berita baik nantinya.
...To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
Rara & Keano sikapnya dewasa bgt
2024-05-06
2