"Selamat pagi semuanya," sapa ibu kepala pengasuh pada rekan kerja. Sapaan itu juga dibalas dengan hangat oleh para karyawan.
Ini adalah Senin pagi, hari paling sibuk dari hari lainnya. Jam 7.30, anak-anak sudah berada di tempat ini. Jam itu pula semua ibu pengasuh sangat sibuk.
Luna bersiap-siap untuk menyambut anak-anak yang akan datang. Satu-persatu dari mereka mulai diantarkan oleh orang tua mereka. Luna menyambut mereka dan mengajak mereka masuk, begitu pula dengan rekannya yang lain.
Sebuah mobil hitam berhenti, kedua bocah kembar keluar dengan lelaki dewasa yang dapat diyakini adalah ayah mereka. Luna berdiam di tempat dan menyambut si kembar.
"Ibu pengasuh," teriak salah satu diantaranya.
"Rara." Luna merentangkan tangannya untuk meraih gadis itu yang sedang berlari kearahnya.
"Saya titip anak-anak saya." Revan menyerahkan Keano pada Luna dan menunduk sedikit.
Tidak ada senyuman ketika ia berbicara. Misterius sekali ayah si kembar. Luna, sadarlah. Dia adalah lelaki yang sudah menikah, dan memiliki anak-anak yang lucu. Jantungmu jangan berdebar pada sembarangan orang. Itulah yang Luna katakan pada dirinya sendiri.
"Iya, pak," jawab Luna membalas menunduk juga.
Luna membawa Rara dan Keano kedalam. Kedua bocah kembar itu melambaikan tangan kecil mereka pada sang ayah. Revan memperhatikan anak-anaknya masuk, kemudian berangkat menuju kantornya.
Kegiatan pagi ini adalah belajar matematika sambil bermain. Anak-anak diajak keluar untuk mengenal alam. Berhitung sambil memainkan sebuah permainan. Semuanya tampak senang dengan permainan ini.
Waktu terus berlalu dan sekarang jam makan siang. Semuanya makan bekal kemudian tidur siang. Kegiatan normal untuk anak-anak. Semuanya memang sedang tertidur, namun si kembar merenung di luar sambil bermain ayunan.
Luna tak sengaja melihat mereka. Ia beranjak keluar dengan tujuan untuk menghampiri. Ayunan itu ada 4, dua sudah diisi oleh si kembar, lalu Luna duduk di samping Keano. Ia masih diam melihat si kembar yang masih termenung.
"Rara, Keano," panggil Luna. Keduanya memalingkan wajah kaget karena adanya ibu pengasuh di samping Keano. Terlebih lagi Keano, lelaki kecil itu tersentak kaget. Luna tertawa kecil menanggapi adegan barusan.
"Ibu pengasuh? Sejak kapan ibu pengasuh ada disana?" tanya Rara.
Luna memainkan ayunannya. "Hmm, sejak Rara dan Keano termenung," jawabnya.
"Apa Rara dan Keano tak ingin tidur siang?" Luna menghentikan ayunannya lalu melangkah mendekati keduanya, berjongkok di tengah-tengah antara Rara dan Keano.
Rara dan Keano menggeleng kecil menanggapi jawaban Luna. "Kami tidak ingin tidur, ibu pengasuh," jawab Rara.
Luna memperhatikan raut sedih di wajah keduanya. "Rara, Keano, ada apa?"
Keduanya diam tak menjawab pertanyaan Luna. Luna mengerti, mungkin mereka tak ingin menceritakannya. Namun, Luna sebagai ibu pengasuh juga harus menggali masalah apa yang melanda pada anak-anak dibawah naungan mereka.
"Rara, Keano, ikut ibu pengasuh, yuk." Luna menggandeng kedua tangan kecil itu dan pergi ke dalam gudang. Mengambil dua buah polibag yang berisi bibit pohon mangga.
Rara dan Keano menatap ibu pengasuh bingung. Luna menyerahkan polibag itu pada Rara dan Keano. Walaupun bingung, mereka tetap mengambilnya.
"Ayo, ikut ibu pengasuh," ajaknya.
Kedua bocah kembar itu mengikuti setiap langkah Luna. Dan mereka kini berakhir di dekat pohon-pohon yang ada sebuah nama di pohon tersebut. Rara berjongkok, kemudian membaca nama yang ada di pohon itu. Pohon yang tak terlalu besar dan tak terlalu kecil.
Rasyid, nama itu tertera di pohon tersebut. Rara menunjuk pohon itu, kemudian berkata, "Ibu pengasuh, kenapa ada nama Rasyid disana?"
"Semua pohon ini adalah pohon yang ditanam oleh teman-teman. Nama mereka ditulis dengan harapan nama itu tetap tumbuh sehat dan baik seperti pohon ini tumbuh nanti," jelas Luna.
Luna tahu kedua bocah itu tidak akan paham apa yang ia katakan. Ia tertawa geli, apa yang ia harapkan dari bocah yang berusia lima tahun? Tetapi, setidaknya cukup ia yang mengerti, tidak masalah.
Luna mulai menggali lubang, dan meminta mereka untuk membuka polibag, mengeluarkan bibit pohon dan memasukkannya dalam tanah yang sudah digali.
Rara dan Keano mengikuti arahan Luna. Mereka memasukkan bibit pohon itu kedalam, lalu menimbun dengan sisa tanah yang digali. Mereka menepuk-nepuk gundukan tanah itu.
Luna kini memberikan penyiraman air pada si kembar, dan meminta mereka untuk menyiram bibit pohon itu secara bersamaan.
Luna menuliskan nama Rara dan Keano dalam sebuah kertas yang bertali. Menyerahkan kertas itu pada mereka. "Ikatkan ini di salah satu ranting pohonnya, ya."
Rara dan Keano mengikat kertas yang berisi nama mereka itu. Keano menatap sejenak, kemudian beralih menatap Luna.
"Ibu pengasuh," panggilnya.
Luna berdehem menanggapi panggilan itu.
"Bolehkah Keano meminta kertas dan pena?" pintanya.
Kebetulan Luna membawa banyak kertas yang bertali itu. Ia menyerahkan kertas itu pada Keano.
Lelaki kecil itu mulai berjongkok dan menuliskan sesuatu. Rasa ingin tahunya Luna sangat tinggi. Ia ingin melihat apa yang tengah ditulis lelaki kecil itu. Namun, namanya privasi, ia tetap menahannya walaupun tetap mencuri-curi pandang.
Sedikit celah terlihat antara Keano. "Laura," ujar Luna tak sengaja.
"Ibu pengasuh sudah membacanya, ini adalah nama ibu kami," ucap Keano. Tapi Luna merasa sedikit aneh, bukankah seharusnya anak-anak akan bahagia ketika menuliskan nama ibu mereka? Tetapi ini kebalikannya. Keano tampak sedih menatap nama itu, Rara juga kelihatan sedih.
"Ibu sudah meninggal. Kami mengunjungi rumah ibu kemarin," sambungnya. Luna sedikit terkejut.
Luna mengusap kepala Keano dan Rara.
"Kami tidak sedih kok, ibu pengasuh. Kami hanya teringat saja. Kata ibu pengasuh, pohon ini adalah pohon harapan. Jadi, harapan Keano adalah, ibu bahagia di rumahnya yang baru. Dan ibu juga tidak perlu sedih, karena kami ini anak yang baik. Kami dengarkan ayah, nenek, dan yang lainnya. Semoga ibu bahagia." Keano mengikat kertas itu dekat dengan namanya. Rara mengusap air mata yang sudah menetes. Anak-anak ini tampak dewasa sekali.
Tanpa Luna sadari, ia berjongkok dan membawa keduanya kedalam pelukannya.
"Hangat," lirih Rara kemudian membalas pelukan Luna.
Keano memejamkan matanya dan meresapi kehangatan ini. Rara berkata benar, ini sangat hangat. Tanpa sadar, tangan kecil itu bergerak membalas pelukan Luna.
Luna kini menggandeng keduanya dan mengajak kedalam. Tak disangka, si kembar sudah tidak memiliki ibu.
Luna mengambil bantal dan juga selimut. Menyelimuti si kembar dan berbaring di samping Rara. Tangannya yang panjang dapat menjangkau keduanya. Ia menepuk-nepuk dada Rara dan Keano sembari menidurkan mereka.
Setelah dirasa keduanya tertidur lelap, Luna beranjak dan pergi keluar. Ternyata hal tadi mengingatkan Luna pada dirinya sendiri dahulu. Ia juga kehilangan sosok ayah, jadi ia tahu bagaimana rasanya.
...To be continue ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
Luna sayang bgt pd si kembar
2024-05-06
2