"Revan, mama sekalian ikut bersama kalian, ya."
Revan menghentikan kegiatannya, lalu melihat kearah beliau. "Emangnya mama mau kemana?"
"Mama ingin berjumpa dengan teman mama di dekat restoran depan kantor kamu. Sekalian kamu ajak mama juga," ujarnya.
Revan menganggukkan kepalanya. Mereka berempat kini masuk kedalam mobil. Rara dan Keano bercerita kepada nenek mereka berbagai macam hal. Sedangkan beliau menanggapi mereka dengan senyuman dan sesekali menyahuti cerita mereka. Revan hanya diam dan fokus menyetir, dia juga tidak ingin ikut campur dalam hal itu.
Mereka sampai di tempat penitipan Rara dan Keano. Melihat mamanya yang ikut turun juga membuat alisnya naik seketika. "Kenapa tidak menunggu di dalam saja, Ma?" tanyanya.
"Terserah mama lah." Mamanya memalingkan wajah dan membuat Revan semakin bingung, dia kan hanya bertanya saja, kenapa respon mamanya sensitif begitu?
"Rara, Keano!" Luna memanggil si kembar. Nenek mereka juga ikut melihatnya.
Si kembar langsung berlari kearah Luna dan memeluk kaki gadis itu. Mereka menatap Luna sambil tertawa cerah. Wanita paruh baya itu menatap haru pada cucu-cucunya, ini adalah pertama kalinya ia melihat cucu-cucunya tertawa secerah itu, selain dari pada mereka. Ia melangkah mendekati Luna.
"Selamat pagi, nak," sapanya. Luna melihat kearahnya sambil memberikan sapaan kembali.
"Saya Riana, nenek dari si kembar, salam kenal." Riana, mama Revan menjulurkan tangannya.
Luna meraih jabatan tangan itu, lalu berkata, "Selamat pagi juga nyonya, saya Luna, ibu pengasuh di tempat ini." Luna tersenyum pada Riana.
"Iya. Saya sering mendengar cerita tentang anda dari cucu-cucu saya." Riana tersenyum anggun memejamkan matanya.
"Kalau begitu, sampai jumpa lagi, Luna." Riana pergi sambil melambaikan tangan ringan pada Luna.
Riana menghampiri Revan lalu mengajak putranya itu untuk segera berangkat. Revan menuruti perintah mamanya dan mengantar ke tempat tujuannya.
Riana melihat kearah Revan sejenak. "Revan, bukankah Luna tadi terlihat baik?"
Revan seketika menatap mamanya datar. Ia sudah tahu arah percakapannya ini. Revan tak menjawabnya dan memilih untuk diam saja.
"Apa yang akan kamu lakukan, jika anak-anak memilih sendiri siapa yang akan menjadi ibu mereka?" Perkataan itu membuat tubuh Revan menegang seketika. Ia langsung mengontrol ekspresi wajahnya.
"Itu tidak akan pernah terjadi!" jawabnya tegas.
"Kenapa kamu yakin begitu?" tanya Riana.
"Karena Revan tahu bahwa anak-anak tidak butuh yang namanya ibu. Anak-anak sudah punya Revan, dan mereka juga punya nenek. Tidak ada yang namanya ibu. Ibu mereka hanyalah Laura. Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Laura untuk menjadi ibu bagi anak-anak." Ucapan Revan membuat Riana tak menjawab ataupun bertanya lagi.
Revan sudah menutup hatinya rapat. Riana hanya bisa menghela napasnya. Ia menatap keluar jendela. Entah sampai kapan akan terus begini. Revan sangat keras kepala. Baginya anak-anak tidak membutuhkan sosok ibu. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, anak-anak sangat membutuhkan kehadiran dari sosok figuran ibu.
Ia keluar dari mobil tanpa berkata apapun pada Revan. Revan juga tak berbicara pada mamanya. Baginya, mamanya terlalu ikut campur dalam hal rumah tangganya. Dia sudah berulang kali mengatakan bahwa tidak akan menikah lagi. Tetapi, lagi dan lagi mamanya selalu membahas hal yang sama, yang membuatnya kesal tiada tara. Baginya Laura tak akan pernah tergantikan oleh siapapun.
...****************...
Hari sudah sore. Riana dan Revan menjemput si kembar di tempat penitipan. Kebetulan Rara dan Keano ditemani oleh Luna.
"Ayah, Nenek!" teriak mereka menghampiri.
"Hati-hati!" Luna juga berteriak melihat si kembar yang sangat aktif. Dia takut bahwa si kembar akan jatuh.
Hal itu tak luput dari pandangan Riana. Ia tersenyum melihat kejadian barusan. Riana berjalan menghampiri Luna.
"Luna," panggilnya.
"Iya, nyonya?"
Riana menggenggam tangan Luna, membuat gadis itu kaget dan menatapnya bingung.
"Terima kasih," ucapnya dengan tulus.
"Ya?" Luna menatapnya bingung.
"Tidak apa-apa. Apa saya bisa meminta nomor ponsel kamu?" tanya Riana.
Luna tak berpikir panjang, ia langsung menyerahkan nomor ponselnya. Menurutnya, tidak apa-apa. Mungkin beliau juga ada keperluan, jika si kembar tak dapat hadir, bisa jadi ia akan menghubunginya.
"Baiklah. Sampai jumpa." Riana pergi meninggalkan Luna dengan kebingungannya.
Riana berjalan dan menegakkan kepalanya dengan anggun. Memang terlihat dari luar, dia seperti wanita yang baik. Namun, tak ada yang tahu isi hatinya bagaimana.
"Nenek, bagaimana? Ibu pengasuh baik, kan?" tanya Rara.
"Hemm, kelihatannya baik." Riana hanya sekedar menjawab saja.
Sesampainya di rumah, Riana langsung membuka ponselnya dan menghubungi nomor yang bernama Luna.
"Hallo? Dengan siapa saya berbicara?"
"Saya Riana, nenek si kembar. Luna, bisakah saya berbicara sebentar dengan kamu?"
"Oh, nyonya Riana. Tentu saja, pembicaraan tentang apa?"
"Bisakah kita bertemu sebentar?"
"Tentu saja, dimana kita akan bertemu, nyonya?"
"Di Cafe xxx, jam 17.00 esok."
"Baiklah."
"Kalau begitu, sampai jumpa besok."
"Iya, nyonya."
Riana memutuskan sambungan teleponnya. Dia ingin melihat, apakah Luna benar-benar seperti yang diceritakan oleh si kembar? Ia tak sabar menanti keesokan harinya.
...****************...
Keesokan harinya
Riana juga ikut mengantarkan si kembar ke tempat penitipan. Kali ini dia mengatakan dengan jujur untuk bertemu dengan Luna. Revan sempat menolaknya, namun dengan kekerasan kepalanya, Revan akhirnya mengalah.
"Oh, anda juga datang, Nyonya. Bukankah janji kita nanti sore?" tanya Luna.
Riana tersenyum menanggapinya. "Iya, tetapi saya ingin melihat-lihat disini, dan ingin berdiskusi sebentar dengan ibu kepala pengasuh disini. Tidak apa-apa, kan?" tanyanya.
"Tentu saja, Nyonya. Tidak ada masalah." Luna kini menatap kearah kembar.
"Rara, Keano, ikutlah dengan ibu pengasuh Tiwi ke dalam, ya. Ibu pengasuh ingin mengantar nenek kalian ke ruang ibu kepala pengasuh," ujar Luna.
"Baiklah, ibu pengasuh."
Rara dan Keano diantar oleh rekan Luna yang bernama Tiwi. Luna mengantar Riana menuju ruang kepala sekolah.
"Ini ruangannya, Nyonya." Mereka sampai dan Luna menunjukkan ruangannya.
"Baiklah, terima kasih telah mengantarkan saya kemari," ujar Riana sambil tersenyum.
"Tidak masalah. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi." Riana mengangguk singkat, kemudian Luna pergi menuju ke tempatnya merawat anak-anak.
Riana mengetuk pintu itu, setelah dipersilahkan masuk, ia pun masuk kedalam.
"Oh? Riana? Silahkan duduk."
Riana tersenyum lalu duduk sesuai tempat yang disediakan ibu kepala pengasuh.
"Tumben kamu kemari, ada apa Riana?"
...To be continue ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
Ternyt Riana udh knl dkt nih dgn kepala pengasuh
2024-05-06
1