Bab 8

"Astaghfirullah hal adzim," pekik Mama Ratih saat membuka pintu kamar Kimmy. Dini hari, dia dan suami baru sampai di rumah, pas lagi capek-capeknya, malah lihat pemandangan seperti ini. Anak gadisnya tidur seranjang dengan cowok yang diamanahi untuk menjaganya dengan posisi pelukan.

Alih-alih terbangun karena suara Mamanya, Kimmy malah hanya menggeliat sebentar lalu kembali memeluk Alfath lagi, seperti sangat menikmati tidurnya.

Dengan hari remuk, Mama Ratih berjalan cepat menghampiri mereka.

"Bangun, bangun!" teriaknya sambil memukuli keduanya dengan guling.

Alfath yang kesadarannya belum pulih benar akibat obat tidur, berusaha menepis hantaman guling Mama Ratih. Dia masih belum ngeh apa yang sebenarnya terjadi. Beda dengan Kimmy, gadis itu syok melihat Mamanya ada di dalam kamar, dan lebih syok saat sadar posisinya sedang seranjang dengan Alfath.

"Ada apa sih, Ma, ribut-ribut?" tanya Pak Bram yang baru datang. Sama seperti istrinya, pria itu juga terkejut melihat Alfath berada di ranjang Kimmy. Meski keduanya masih berpakaian lengkap, tapi fikiran semua orang akan langsung mengarah ke hal negatif jika ada laki-laki dan perempuan tidur seranjang.

"Kurang ajar kamu," Mama Ratih menarik kaos Alfath hingga cowok itu terduduk.

Plakkk.

Sebuah tamparan dia hadiahnya untuk cowok itu.

Saat itu juga, kesadaran Alfath kembali. Dia mengedarkan pandangan, dan yakin jika ini bukan kamarnya. Betapa terkejutnya dia saat sadar, posisinya ada diatas ranjang bersama Kimmy. Sepertinya, dia berada dalam masalah besar.

"Kamu apain anak saya?" bentak Mama Ratih.

"Sa-saya gak ngapa-ngapain, Tante."

Pak Bram mendekat, dia masih bisa mengendalikan diri, tak seperti istrinya.

"Katakan Al, kenapa kamu bisa ada disini?" tanya pria itu.

"Sa-saya gak tahu, Om." Alfath berusaha mengingat-ingat kejadian terakhir, tapi yang bisa dia ingat, hanya sampai Kimmy membawanya ke kamar tamu. Iya, kamar tamu, bukan kamar gadis itu.

"Kimmy, jelaskan apa yang terjadi?" Pak Bram menatap Kimmy penuh intimidasi.

"Gak ter_"

"Astaghfirullah," ucapan Bu Ratih membuat kalimat Kimmy terputus. "Apa ini, Kim?" Dia mendekatkan wajah kearah leher putrinya, memperhatikan bercak merah yang ada disana.

"Bu-bukan apa-apa, Mah," Kimmy menutupi lehernya dengan telapak tangan. Bekas kissmark kemarin memang belum hilang sepenuhnya, hanya warnanya saja yang sedikit memudar. Dia juga kesal kenapa bercak merah itu susah sekali dihilangkan.

"Bu-bukan saya," Alfath menggeleng cepat. Jangan sampai Farel yang berbuat, dia yang jadi tersangka. Dia jadi teringat kasus Lula, abangnya yang bikin, eh... dia yang kena getah.

"Bukti sudah jelas, kamu masih mau berkelit, Hah!" bentak Mama Ratih. "Saya kecewa sama kamu, Al. Saya fikir kamu pria baik-baik, makanya kami percayakan Kimmy sama kamu. Ternyata kamu pagar makan tanaman."

"Saya berani bersumpah, Tante, kami gak ngapa-ngapain."

"Iya, Mah, Pah, kita gak ngapa-ngapain," Kimmy ikut menjelaskan.

"Jika tidak ngapa-ngapain, kenapa kalian tidur seranjang sambil pelukan?"

Mata Alfath membulat sempurna, pelukan? Perasaan dia gak meluk. Jangan-jangan....Dia menatap Kimmy, tapi gadis itu buru-buru menunduk, seperti menolak kontak mata.

"Dan tanda merah di leher kamu, gak mungkin tiba-tiba ada jika kalian gak ngapa-ngapain," lanjut Mama Ratih.

"Sekali lagi, itu bukan saya yang buat," Alfath kembali menyangkal.

"Lalu siapa kalau bukan kamu?" tanya Pak Bram.

"Fa_"

"Al, Pah," potong Kimmy cepat. "Ini Al yang bikin," takut kelakuannya dengan Farel ketahuan, dia mengkambing hitamkan Alfath. Lebih baik Alfath yang kena marah daripada dia ketahuan cipo kan dengan Farel. Bisa-bisa, detik ini juga, dia dikirim ke pesantren. Kalau Alfath jadi tersangka, dia tak akan terlalu kena marah, karena orang tuanya pasti merasa bersalah karena terlalu percaya pada cowok itu.

"Kim, kamu ngomong apa sih?" seru Alfath sambil menatap Kimmy. Dia tak menyangka jika gadis itu malah menjebaknya seperti ini.

"Maafin Kimmy, Pah, Mah, Kimmy khilaf. Tapi kita gak sampai ngelakuin itu kok, cuma sebatas_"

"Udah gak usah kamu jelasin," potong Pak Bram. "Om kecewa sama kamu, Al. Om akan telepon Dokter Raka untuk membicarakan tentang ini." Dengan dada bergemuruh, Pak Bram meninggalkan kamar Kimmy. Mungkin memang salahnya, meminta laki-laki muda untuk menjaga Kimmy, padahal jelas-jelas, itu tidak boleh.

"Keluar kamu dari kamar anak saya," bentak Mama Ratih sambil menunjuk pintu keluar.

Alfath membuang nafas kasar lalu meraup wajah dengan kedua telapak tangan, sebelum pergi, dia menoleh ke arah Kimmy, tapi gadis itu memalingkan wajah.

"Tunggu di bawah, jangan pulang dulu, urusan kita belum selesai," pesan Mama Ratih sebelum Alfath keluar.

Dengan langkah lunglai, Alfath menuruni tangga, namun tiba-tiba, dia teringat teh semalam. Ya, dia yakin, ada sesuatu di dalam tersebut. Tak mungkin dia yang awalnya tak ngantuk sama sekali, bisa tiba-tiba ngantuk berat. Dia berlari menuju ruang keluarga, tapi sial, sisa teh semalam sudah tidak ada disana. Dan saat dia bertanya pada Bi Nana, ternyata sudah dicuci, musnah sudah harapan Alfath untuk menyelamatkan diri dari fitnah.

...----------------...

Beberapa jam kemudian, Om Raka dan Tante Kinan datang. Dua orang yang merupakan wali Alfath saat berada di Bandara tersebut, menatap keponakan mereka tak percaya. Selain tak percaya, ada juga sorot kekecewaan di mata keduanya, dan itu membuat Alfath merasa bersalah.

Om Raka benar-benar dibuat tak punya muka, selain teman yang lumayan dekat, Pak Bram adalah seniornya di rumah sakit.

"Silakan duduk," Pak Bram mempersilakan.

Om Raka dan Tante Kinan duduk di sebelah Alfath. Sebenarnya Alfath ingin bicara dulu pada mereka, tapi dia tak ada kesempatan. Sekarang, di ruangan itu selain mereka bertiga berempat, ada juga Kimmy dan Mama Ratih.

Om Raka berdiri, "Sebagai pengganti orang tua Alfath, saya dan istri meminta maaf sebesar-besarnya pada keluarga Dokter Bramantyo," dia menunduk sopan, lalu duduk kembali. Tadi di telepon, Pak Bram sudah menceritakan secara garis besar pada pria itu.

Terdengar suara helaan nafas berat Pak Bram. Pria paruh baya itu menatap Alfath yang sejak tadi hanya menunduk. "Saya ingin, Alfath bertanggung jawab."

Jeder

Bagai tersambar petir, Alfath langsung mengangkat wajah menatap Pak Bram. Dia menggeleng cepat, untuk apa bertanggung jawab jika dia tak melakukan apa-apa.

"ALFATH," bentak Om Raka. Dia malu melihat keponakannya menolak tanggung jawab.

Reaksi Kimmy tak jauh beda dengan Alfath, dia juga tak menyangka kalau ujungnya akan seperti ini. Padahal dia fikir, Alfath hanya akan dipecat, bukan malah disuruh tanggung jawab.

"Tapi Al gak ngapa-ngapain, Om," Alfath membela diri.

Tante Kinan menghela nafas panjang sambil menggenggam tangan Alfath. "Jangan jadi pecundang, Al," ucapnya lembut tapi penuh penekanan.

Alfath berdecak pelan lalu melemparkan tatapan pada Kimmy. Rasanya, ingin sekali di mencabik-cabik mulut sialan gadis itu.

Terpopuler

Comments

mom's Abyan

mom's Abyan

dari sekian novel karyamu yg aku baca,, baru kali ini Q mnemukan tokoh cewek dlm karyamu yg gk Q suka... udh pmbangkang, gampangan tukang pitnah lagi☹️

2024-04-19

25

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

kasihan ya si alfath harus kena fitnah gimana tanggapan orang tuanya ya tentang kasus ini dulu kakaknya sekarang alfath meski mereka hanya tidur pelukan aja sih tapi orang udah berpikiran negativ karna g adanya bukti

2024-05-17

1

Ety Nadhif

Ety Nadhif

huhhh,,,lawan al,,,suruh tuh bpnya si kimmy liat cctv,,ktnya orang cerdas tp ujung" nya menikahkan anaknya😡

2024-05-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!