16. Worth

Bel pulang sekolah sudah berdering, Hanna segera memasukan pena dan bukunya ke dalam tas. Ia bangkit dari bangkunya, hendak menyusul siswa lainnya yang berhamburan keluar kelas. Namun tak lama, langkahnya terpaku di ambang pintu. Pemandangan di depannya, membuat ego dalam dirinya terguncang hebat. Sesuatu yang melukai hatinya.

Bisa ia lihat dengan jelas bagaimana Matsuo tersenyum dengan begitu tulus pada gadis yang kini berstatus sebagai kekasihnya. Mereka terlihat bahagia.

Hanna segera menggelengkan kepalanya ribut, apa yang baru saja ia pikirkan?! Seharusnya Hanna tak terlalu peduli dengan itu. Lantas ia kembali mengambil langkah dan segera melewati Matsuo serta kekasihnya. Hatinya butuh ditenangkan.

Ia sampai di parkiran, mencari keberadaan motornya dan segera menaikinya. Baru saja memasang helmnya, tiba-tiba hujan bersusulan menimpa tubuhnya. Ia benar-benar tidak menyangka hujannya akan menjadi lebih deras dari itu, namun seketika hujan tak lagi menyentuh tubuhnya. Ia mendongak menatap payung yang menaunginya.

"Turun."

Hanna segera menoleh pada orang di sampingnya, Matsuo. Pria itu sudah kebasahan di berbagai tempat, Refleks Hanna segera turun dan mengarahkan payung yang menaunginya ke arah Matsuo. Namun Matsuo tetap menahan payung itu.

"Kau gila! Kau bisa sakit, bodoh!" Hanna panik.

"Aku tidak lemah sepertimu." Ucap Matsuo sarkas. Pria itu lantas menarik lengan Hanna dan membawanya masuk ke mobilnya.

"Lepas! Aku tidak mau ikut denganmu, aku bawa motor."

"Kau pikir hujan seperti ini tidak akan membahayakan pengendara motor seperti mu?" Matsuo benar-benar tak habis pikir.

"Kenapa kau peduli? Dimana kekasihmu? Urusi saja dia!"

Hanna hendak berbalik dan pergi, namun lagi-lagi lengannya di tarik kuat hingga tubuhnya menubruk dada Matsuo. Kini, ia terpaku dengan wajah Matsuo yang begitu dekat dengannya. Bahkan ia lupa untuk memikirkan jantungnya yang detakannya mungkin akan terdengar Matsuo.

"Masuk."

Seperti terhipnotis, Hanna akhirnya membuka pintu mobil Matsuo dan mendudukan dirinya di samping pria itu.

Pakaian keduanya sama-sama sudah sangat basah. Matsuo melirik Hanna yang hanya diam dan menatap sinis ke depan sana. Ia menoleh ke kursi belakang dan mengambil jaket tebal miliknya.

"...."

"Buka jasmu." Seketika Hanna melotot padanya, hampir saja ia menyemprotkan kata-kata pedas, Matsuo segera menyodorkan jaket miliknya itu. "Pakai ini!"

Gadis itu menghembuskan nafas lega, ia kemudian menurut dan meraih jaket itu.

"Padahal baru saja aku melihatmu berduaan di depan kelas dengan kekasihmu itu. Kemana dia sekarang?" Ujar Hanna, sembari memakai jaket tebal itu. Beruntung, ia bisa merasa lebih hangat dari sebelumnya.

"Dia sudah di jemput oleh ayahnya." Matsuo, sembari menyalakan mesin dan membawa mereka menjauhi pekarangan sekolah. "Motormu, kau bisa membawanya besok."

"Ck, lalu aku akan ke sekolah menggunakan apa?" Tanya Hanna jengkel.

"Aku bisa mengantarmu."

Hanna segera menoleh dan menatap Matsuo tak percaya, kemudian dia terkekeh sinis, "Kupikir, kau sudah membenciku."

"Aku sudah membencimu, ini hanya sebatas rasa kasihan. Jangan terlalu percaya diri."

Senyuman kecil yang sebelumnya membingkai raut cantik Hanna, kini perlahan menghilang. Degupan jantungnya kian tak lagi berirama, "Aku tidak butuh dikasihani."

"Hm, yang aku tahu kau hanyalah gadis yang lemah. Jika kau suka Akihiko, kenapa tidak mengungkapkannya lebih dulu? Agar hari ini, kau tidak perlu merusak kebahagiaan orang lain."

Hanna kembali tertawa sarkas, "Kau pikir apa yang akan terjadi dengan Band kita jika aku melakukan itu? Aku tidak gegabah sepertimu."

Matsuo masih dengan santai membawa mobilnya membelah hujan. Ia tersenyum kecil memandang jalanan yang tak banyak di lalui kendaraan, sudah hampir memasuki daerah perumahan Hanna.

"Setahuku, kita sama-sama gegabah. Bedanya, aku sadar dan kau tidak." Mobil itu ia hentikan saat tepat sampai di depan rumah Hanna, "Kau tahu? Akihiko tidak akan membiarkan miliknya lenyap begitu saja. Jadi, kau tidak memiliki kesempatan apapun."

"Oh ya? Kau hanya tidak tahu, aku bisa membuat Akihiko melepaskan Aihara dengan percuma." Hanna mendekat dan menepuk bahu Matsuo pelan, "Terimakasih, dan hati-hati di jalan." Bisiknya tepat di daun telingan Matsuo. Lantas setelah itu ia turun dari mobilnya dan segera menghilang di balik hujan.

Meninggalkan Matsuo yang kini terdiam di mobilnya. Lantas secara tiba-tiba ia terkekeh pelan, menertawakan segenap harapan yang gagal ia runtuhkan itu yang ternyata kembali menjadi pisau yang siap mencabik-cabik hatinya. Benar, ia gegabah dengan menerima gadis lain untuk menjadi kekasihnya disaat ia tak mampu melupakan perasaan yang belum usang meski terkubur lama.

Karena sebesar apapun ia membenci Hanna, Matsuo tetap tak bisa berhenti untuk mencintainya. Sedangkan Matsuo tahu, Hanna tidak akan pernah membalas perasaannya dan akan terus mengejar Akihiko. Mungkin keduanya akan berhenti ketika mereka sudah merasa lelah.

...****...

Aihara dan Akihiko memutuskan untuk pulang ke kediaman Akihiko. Ini untuk pertama kalinya ia berkunjung ke sana, jadi tak heran jika Aihara begitu gelisah selama diperjalanan.

Mereka keluar dari mobil milik Akihiko dengan sebuah payung yang menaungi keduanya. Pria yang memiliki lekukan wajah yang tegas namun indah itu segera menautkan jemarinya diantara jemari lentik Aihara. Ia tentu mengerti, bahwa kekasihnya kini tengah merasa gugup.

Akihiko menarik senyum tulus, meyakinkan Aihara bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi. "Tenang saja, hanya ada ibu dan adikku di rumah."

Gadis itu segera mengangguk dan bergerak cepat memasuki rumah Akihiko sebelum tubuh keduanya dilahap habis oleh air hujan.

"Aku khawatir kau akan sakit lagi, bahumu basah sekali." Ucap Aihara setelah memasuki rumah Akihiko, ia menatap cemas pada Akihiko yang sebenarnya baik-baik saja dengan keadaannya.

"Aku baik-baik saja, Ayo." Ia membawa Aihara untuk menemui ibunya, "Ibu, Aku pulang!"

"Ibu ada di dapur, Kio!"

"Tenang saja," Akihiko terkekeh dengan Aihara yang begitu terlihat gugup, itu sangat lucu di matanya.

Slash!

"Akh!!"

"Kau sudah terkepung penjahat!!"

Seorang bocah tiba-tiba membekuk punggungnya hingga ia membungkuk kemudian mengarahkan pedang mainan itu ke lehernya. Sontak saja, Aihara panik melihat itu namun itu tak tahu harus melakukan apa.

"Hei! hentikan Yahiko! Kau tidak lihat siapa orang di sebelahmu, hah?!" Masih dengan posisi itu, Akihiko berusaha untuk bengun tapi tekanan tubuh adiknya itu begitu kuat.

"Siapa kau?" Tanya Yahiko sinis, membuat Aihara gelagapan.

"A-Aku-"

"Aish!" Dengan segenap tenaganya, Akihiko berhasil menyerang balik Yahiko, dan mengamankannya di ketiaknya. "Kau harus berlaku sopan padanya."

"Aakkh! Lepaskan, kak!! IBUU, KAK KIO MEMBAWA WANITA!! MEREKA MAU BERBUAT MESUM!!"

Apa?!

Keduanya sontak membulatkan mata, lantas Akihiko melepaskan pertahannya dan balas berteriak, "Yahiko tukang berbohong Bu!! jangan percaya!"

"Astaga, kalian ini selalu membuat keributan!!"

Tanpa sadar Aihara tertawa pelan, setidaknya ia bisa melihat hubungan adik-kakak yang terjalin manis di depannya. Akihiko yang melihat itu seketika salah tingkah, ia kemudian menarik Aihara ke dapur, mengabaikan adiknya yang juga mengikutinya ke arah yang sama.

"Ah, putraku sudah datang! Kemari dan-" Ibunya tersadar dengan gadis yang berada di samping Akihiko, kemudian tersenyum padanya, "Dan siapa ini? Cantik sekali. Ayo duduk dan makan bersama!"

Akihiko membawa Aihara untuk duduk di sampingnya, dan beruntung gadisnya itu sudah sedikit lebih tenang.

"Aku Aihara, Kekasi-eh temannya-"

"Dia kekasihku, Bu." Akihiko berujar cepat, lantas tersenyum pada Aihara. Ia pikir gadisnya itu sudah lebih tenang, ternyata masih segugup itu.

"Kekasihmu aneh."

Astaga, sepertinya Akihiko akan menjual adiknya setelah ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!