Dengan serangan yang mengarah ke jantung, Evan dan Henry berhasil mengalahkan orc diikuti oleh Hugo dan Shopia. Tak lama kemudian, dua orc lainnya juga ikut tumbang berkat kerjasama para siswa dan Aurora, yang membuat para siswa bersorak.
"Hehe, sepertinya kita adalah yang pertama mengalahkan orc!"
Henry menyombongkan diri.
"Sialan kau Henry! kau hanya beruntung karena bisa bisa bekerja sama dengan Evan!"
"Benar. Jika tidak, aku yakin kau tidak akan menjadi yang pertama mengalahkan orc!"
"Lalu apa? Intinya aku adalah yang pertama."
"Huh! Kata seseorang yang kalah melawan seorang gadis!" Hugo mengejek.
"Apa katamu! Bukankah kau juga kalah melawan Evan!"
"Hah? Apa kau menantangku?"
"Majulah! Aku tidak takut padamu..."
"Oh, apakah mereka berdua akan bertarung?" Salah satu siswa melihat dengan penuh minat, yang memicu siswa lainnya.
"Aku penasaran siapa yang akan menang!"
"Aku bertaruh pada Hugo."
"Aku juga..."
"Tenanglah, Henry, Hugo dan kalian juga! Kita masih ada di dalam dungeon!"
Melihat temannya yang ribut, Evan menenangkan mereka sebelum suara Roland terdengar, "Evan benar! Jika kalian ingin bertarung, maka bertarung lah setelah kita kembali kita kembali ke kerajaan Velgia!"
"Kalau begitu, aku akan menjadi wasitnya!" Aurora mendekat sambil tersenyum.
"Aurora..."
Melihat Aurora ikut campur, Henry dan Hugo mendengus sambil memalingkan wajahnya dan berhenti berdebat. Bagaimanapun, mereka tidak ingin mendapat sisi buruk dari gadis tercantik di sekolah.
"Itu bagus." Aurora mengangguk dengan ekspresi puas sebelum dia menoleh ke arah Roland dan berkata, "Tuan kesatria, aku-!"
"Tunggu..." Roland mengangkat tangannya dan menyuruh muridnya untuk diam, yang membuat para murid bingung.
Namun, kebingungan mereka terjawab saat suara langkah kaki tersebut dari salah satu lorong, yang membuat semua orang menatap dengan penasaran dan waspada.
Saat langkah kaki semakin dekat, wajah tiga orang yang berjalan melalui lorong itu akhirnya menjadi semakin jelas, yang membuat beberapa siswa terlihat terkejut.
"Siapa itu? Entah kenapa wajahnya terlihat familiar!" Salah satu siswa berbisik.
"Benar, aku juga! Aku merasa pernah melihat wajah orang itu."
"Hati-hati, jangan lengah!"
"Hm?" Melihat wajah-wajah yang tampak akrab didepannya, Leo berhenti berjalan dan menatap sekelompok orang di depannya dalam diam.
[Ups, aku tidak menyangka kau akan bertemu teman sekelasmu di tempat ini!]
'Mungkin lebih tepat jika disebut mantan teman sekelas!' Leo mengoreksi.
Eve menghela nafas, [Bukankah itu sama saja!] Tapi, 'Itu tidak sama.' Leo bersikeras.
[Terserah...]
"Kau... Apa kau Leo?" Evan menatap salah satu orang didepannya dengan terkejut.
"Oh, lama tak bertemu, aku senang kalian baik-baik saja! Dan..." Leo tersenyum dan menyapa mantan teman sekelasnya dengan ramah sebelum matanya mendarat pada Hugo, "Sepertinya kau baik-baik, Hugo!"
Mengetahui bahwa Leo masih hidup, para siswa merasa terkejut.
"Apa dia... Leo?" Eliana terlihat terkejut, "Penampilannya sedikit berbeda!"
"Benar. Wajahnya terlihat lebih cantik." Henry berkata saat dia mengamati wajah Leo.
Mendengar mantan teman sekelasnya menyebutkannya cantik, urat nadi muncul di dahi Leo. Tapi dia tetap tersenyum.
[Ya ampun, ya ampun~! Leo, sepertinya dia terpesona dengan kecantikanmu!] Eve menambah bahan bakar ke dalam api, yang membuat urat nadi di dahi Leo bertambah.
Melihat reuni yang tampak akrab ini, Ragna menoleh ke arah Leo dan berkata, "Haruskah aku pergi?"
"Tidak perlu." Leo menggelengkan kepalanya.
"Kau... Kenapa kau masih hidup?" Hugo mundur selangkah dengan ekspresi pucat.
"Kenapa aku harus mati?" Leo tersenyum dingin, "Kuharap kau tidak melupakan apa yang telah kau lakukan padaku!"
"Ini... Apa yang sebenarnya terjadi? Kata Hugo, kau sudah..." Roland berjalan mendekat dengan wajah bingung.
"Oh! Apa yang dikatakan Hugo?" Leo bertanya dengan penasaran.
"Kau mengorbankan dirimu sendiri untuk menyelamatkannya... Itulah yang dikatakan Hugo." Sophia berkata dengan ekspresi dingin seperti biasa.
Leo terdiam sejenak.
"Itu bohong. Aku tidak mengorbankan diriku untuk menyelamatkannya, tapi dia yang mengkhianatiku karena menganggapku sebagai beban." Leo menoleh ke arah Hugo dan menatapnya dengan tatapan kosong.
"Bukankah begitu, Hugo!"
Mendengarkan perkataan kakaknya, Alice merasa sangat marah.
Tapi saat dia hendak melangkah maju untuk membalas Hugo, Ragna menghentikannya dengan menepuk bahunya.
"Ragna, kenapa kau menghentikanku?" Alice menatap Ragna dengan kesal.
"Tidak perlu ikut campur. Ini adalah balas dendam Leo." Ragna berkata dengan santai.
Mendengar ini, Alice menoleh untuk melihat kakaknya sebelum dia menghela nafas, "Baik."
Sementara itu, mendengar perkataan Leo, para siswa mulai berbicara dengan pelan.
"Aku tidak menyangka Hugo akan melakukan hal seperti itu."
"Apakah ini berarti selama ini kita telah dibohongi Hugo?"
"Itu kejam..."
"DIAM!" Hugo berteriak, yang membuat teman sekelasnya terdiam.
Hugo ingin menyangkal kata-kata Leo. Tapi, dia tidak tau harus berkata apa karena semua yang dikatakan Leo adalah kebenaran. Pada akhirnya, dia hanya bisa menatap Leo dengan penuh kebencian.
[Dia yang meninggalkanmu di dalam Dungeon Verinus Kah? Dia tidak terlihat kuat.]
'Ya.' Jawab Leo singkat.
"Hugo, aku tidak menyangka kau akan melakukan hal seperti itu!" Aurora menatap Hugo dengan penuh kecewa.
"Aurora, Ti-tidak... Aku... Aku tidak..." Wajah Hugo panik dan dia mencoba menyangkal sementara wajahnya semakin pucat.
"Tidak ada yang perlu dikatakan. Wajahmu sudah menunjukkan kebenarannya."
Mendengar suara kekecewaan Aurora, Hugo menggertakkan giginya dengan wajah pucat sebelum dia menatap Leo dengan marah.
"Hm? Kenapa kau menatapku seperti itu?" Leo bertanya dengan nada tanpa emosi.
"LEO..." Hugo tiba-tiba menerjang ke arah Leo dan mencoba menyerangnya menggunakan pedangnya. Ekspresinya sangat marah.
"Berhenti!" Roland mencoba menghentikannya, tapi itu sudah terlambat.
Namun, saat semua orang berpikir kalau Leo akan terkena tebasan pedang Hugo, Leo tiba-tiba bergerak sedikit ke samping dan menghindari serangan Hugo dengan santai.
Kemudian, Flame Sword muncul di tangan Leo sebelum dia menebas tangan Hugo yang memegang pedang hingga terpotong, yang membuat semua orang terkejut.
"AAARRGGH!""Hugo menjerit kesakitan sambil memegangi lengannya yang dipotong.
Melihat ini, beberapa orang terlihat ketakutan saat keringat dingin mengalir di punggung mereka. Mereka tidak menyangka, Leo yang dulunya adalah yang paling lemah sekarang menjadi sangat kuat.
Hanya dalam konfrontasi singkat itu, sudah jelas kalau kekuatan Leo saat ini jauh lebih kuat daripada kekuatan Hugo.
Tanpa memberikan kesempatan, Leo menendang perut Hugo hingga dia terpental dan menabrak tembok hingga retak.
BRUK!
"Ugh!" Hugo jatuh ke tanah dan memuntahkan seteguk darah dari mulutnya.
'Kenapa? Kenapa sampah itu bisa menjadi sekuat ini?' Hugo berpikir dengan frustasi. Tidak hanya kekuatannya di bawah Evan, tapi sekarang kekuatannya juga berada jauh di bawah Leo, orang yang pernah dia remehkan.
Ini membuatnya sangat frustasi.
[Apa kau akan membunuhnya?] Eve bertanya dengan penasaran sebelum Leo menjawab, 'Tidak! Aku tidak akan merasa puas hanya dengan membunuhnya. Karena itu, aku akan membuatnya merasakan sesuatu yang lebih menyakitkan daripada kematian.'
Kemudian, Leo melangkah maju dan mendekat ke arah Hugo.
Tapi...
Sebelum dia dapat mencapai Hugo, seseorang berdiri di depannya dan menghentikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments