Lagi-lagi pasangan itu menjadi buah bibir seantero sekolah. Prana menggandeng tangan Anggi dan menciumi punggung tangannya. Ia juga sudah berulang kali menoleh dan menatap istrinya sambil mengedipkan sebelah matanya. Entah makhluk apa yang merasuki Prana, cowok itu sudah bukan seperti suami Anggi yang biasanya.
Di sisi lain, Anggi sangat malu atas perlakuan manja suaminya. Entah mengapa cewek itu merasa aneh bila suaminya seperti itu. “Mas, kamu nggak malu apa kaya gini sama aku?” tanya Anggi pada suaminya.
“Ngapain malu? Aku justru bangga banget punya istri sebaik kamu,” balas Prana jujur sejujur-jujurnya. Tidak ada yang ia lebih-lebihkan.
“Ya, tapi kan kamu punya banyak fans. Mana cantik-cantik semua, nggak kaya aku kentang gini.” Anggi mendadak insecure. Benar saja, Prana merupakan cowok paling diminati di kalangan sekolah mereka dan Anggi selalu merasa paling buruk di antaranya.
Prana mendadak berhenti dan menatap manik mata istrinya dengan intens dan penuh arti. “Jangan bilang kaya gitu lagi, Nggi. Kamu itu istri aku yang paling cantik. Dan asal kamu tahu, aku gak butuh wajah atau paras cantik aja, aku juga butuh hati yang cantik kaya hati punya kamu,” katanya sembari menangkup kedua pipinya.
"Itu jujur apa bohong?
"Ya jujur lah, Anggia Soraya Virgo."
"Kok dikasih Virgo di belakang?"
"Emangnya kenapa? Nggak boleh?"
"Anggia Soraya aja deh."
“Cielah, yang baru baikan. Udah mesra-mesraan aja. Pegang terus, jangan sampai lepas. Tapi, inget! Ini di sekolah," tegur Dion yang entah dari mana datang dan berdiri di sela-sela mereka.
“Tau tuh. Yang jomblo-jomblo kaya kita-kita kan jadinya iri.” Jesi menanggapi. Namun, kalau boleh jujur, cewek itu sangat bahagia melihat Prana dan Anggi seperti itu.
Dion menyenggol lengan Jesi sampai membuat cewek itu hampir jatuh. Pasti dia menggunakan tenaga dalam. “Ya udah, makanya lo sama gue aja, Jes," godanya seraya mengedipkan sebelah matanya.
“Ogah banget,” balas Jesi sambil bergidik geli.
“Langgeng ya kalian.” Bima yang baru saja datang ikut nimbrung. Tak lupa ia mengulas senyum tulusnya melihat kedua insan yang jadi bahan pembicaraan itu kembali bersama.
“Nggak panas lo emang liat mereka mesra gitu?” Bukannya mendukung, Dion justru mulai memanas-manasi.
Jesi melotot tajam pada Dion dan menonjok lengan cowok itu dan membuatnya mengeluh kesakitan. “Apaan sih lo, nethink aja. Bima kan udah move on. Ya nggak, Bim?” celetuknya yang langsung disambut anggukan mantap dari Bima.
“Woiya dong," balas Bima.
"Lo cowok apa cewek sih, Jes? Kuat banget ninjunya," cibir Dion sambil mengusap lengannya yang sakit.
"Enak aja, gue cewek tau," pungkas Jesi judes, membuat Dion meringis karenanya.
Sejak pembicaraan tadi, entah mengapa Anggi sulit mencetak garis lengkung di bibirnya. Cewek itu hanya memandangi Prana yang terus terkekeh mendengar pembicaraan teman-temannya. Entah mengapa rasanya ia justru takut akan senyuman itu. Anggi takut itu senyuman palsu. Anggi takut jika senyum itu hanya muncul sementara saja.
***
Bel terdengar tiga kali, tanda bahwa jam sekolah telah usai dan waktunya para murid menarik napas sejenak untuk melepas penat seharian ini.
Nita sudah setia menunggu kedatangan Anggi. Cewek itu bahkan rela tidak ikut jam pelajaran terakhir supaya Anggi tidak lepas darinya. Berulang kali ia melirik jam yang melingkar di tangan kirinya dan ini saatnya cewek itu melancarkan aksinya.
Benar saja sesuai dugaannya, Anggi tidak keluar kelas bersama dengan Prana. Cowok itu sedang latihan futsal tadi.
Hal tersebut langsung membuat Nita melebarkan senyum jahatnya, melihat Anggi seorang diri di sana. Tangannya pun segera menarik paksa pergelangan tangan Anggi dan otomatis membuat cewek itu terperanjat dan hanya bisa menurut karena syok.
Dan sampailah mereka di koridor kelas X yang sudah sangat sepi.
“Lo sengaja ya pamer kemesraan di sekolah supaya mancing gue kaya gini ke lo?” Emosi Nita langsung meluap sebelum waktunya. Cewek itu amat muak melihat wajah Anggi di hadapannya. Ia pun mendorong bahunya hingga terbentur ke dinding di belakangnya.
“Lo gak tau gue itu udah cinta sama Prana sebelum lo cinta sama dia?” Kini Nita juga mencengkeram pergelangan tangan Anggi, membuatnya merintih kesakitan.
Namun, Anggi tidak dapat melakukan apa-apa kali ini. Ia hanya bisa menitihkan air matanya tanpa ada perlawanan. "Maksud lo apa, sih Nit? Gue nggak paham sama sekali," responnya di sela-sela aksi Nita yang masih setia mencengkeram tangannya.
Nita berdecih. Kedua bola matanya membulat dan melotot pada Anggi. “Lo masih tanya? Makanya, ngaca! Kegatelan banget sih, lo! Cewek kaya lo itu gak pantes buat Prana," celanya. Ia masih belum puas dengan tindakannya.
"Apa sih yang dicari Prana dari lo? Cantik aja enggak, apalagi otak. Punya emang? Prana itu multitalenta, Anggi. Lo sadar diri, dong. Cowok kaya dia itu pantesnya buat gue, bukan sama lo yang sama sekali nggak guna dan jadi sampah di hidupnya." Nita tak mau berhenti dan tak memberi kesempatan pada Anggi untuk membela diri.
Anggi yang mendengar semua kata-kata celaan yang terlontar dari mulut Nita semakin tak kuat untuk tidak mengeluarkan air matanya. Hatinya tersayat-sayat mendengar setiap kata itu. Anggi semakin merasa tidak berguna. Semua kalimat Nita terasa tidak salah bagi Anggi. Cewek itu justru membenarkan semuanya. Harusnya ia memang sadar diri dari dulu.
"Kalau kelakuan lo tetep kaya gitu, gue gak segan untuk buat perhitungan yang lebih dari ini."
Satu kalimat itulah yang ditinggalkan Nita di telinga Anggi sebelum cewek itu benar-benar pergi dari hadapannya. Anggi meniup pergelangan tangannya yang mengeluarkan darah segar. Cengkeraman Nita tadi memang sangat kuat. Namun, rasa sakit karena luka di pergelangan tangannya tak lebih menyakitkan dari rasa perih di hatinya karena semua kata Nita.
Tak lama setelahnya, Prana datang di saat Nita sudah pergi. Andai saja cowok itu datang tepat waktu, mungkin Nita tidak akan berani menyakiti Anggi luar dan dalam. Anggi yang melihat kedatangan suaminya pun segera menghapus air mata yang berhasil membasahi kedua pipinya.
“Kamu kenapa, Nggi?” Prana mendekati Anggi, membuat istrinya jadi kalang kabut menyembunyikan mata sembabnya.
Anggi lantas tersenyum tipis. “Nggak papa kok, Mas. Yuk pulang!” ajaknya segera.
Prana mengacak rambut istrinya dengan gemas. Cowok itu tak henti mencetak senyum khasnya saat berada di dekat Anggi. Sepertinya, Prana memang sedang dilanda kasmaran saat ini. Toh, tidak ada salahnya kasmaran dengan istrinya sendiri, kan? Namun, ini memang bukan seperti Prana yang dulu. Prana benar-benar berubah.
Tanpa aba-aba, cowok itu menyelipkan jari-jemarinya di sela-sela jari-jari mungil milik Anggi. Hal itu langsung membuatnya terperangah. Tidak bisakah suaminya menghentikan itu di saat perasaannya tak keruan seperti sekarang ini?
"Aku tadi kangen banget sama kamu, Nggi. Padahal, kita nggak ketemu cuma dua jam loh. Kayanya kamu bener-bener buat aku jadi gila deh." Prana terus mengoceh, membuat Anggi semakin risih karenanya.
Bukan apa-apa, tapi Anggi benar-benar tidak selera untuk diajak mengobrol saat ini. Cewek itu merasa kehilangan arah setelah kejadian bersama Nita tadi.
Prana yang melihat keanehan pada diri Anggi langsung menciut. Cowok itu merasa ada yang janggal dengan istrinya. Ada apa sebenarnya? Tidak mau ceritakah Anggi pada suaminya sendiri?
Apa bener kalau nggak papanya cewek itu sebenernya ada apa-apa? batin Prana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Wahyu Fatmawati
mampir lagi bawa 6 like. semangat thor 😁
2020-10-12
1
🔵🍁⃟𐍹 𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆 ⬪ᷢ♛⃝꙰ ❤
haii thor ceritamu kerenn aku dah kasih like yang banyak sampe di bab ini semangat teruss
jangan lupa mampir juga di ceritaku ya
salam dari "Terbukanya Mata Batin"
2020-10-11
1
rin's
iya gak apapa itu berarti ada apaap pra
2020-09-09
2