Koridor kelas XII sedang sepi-sepinya karena memang saat jam pelajaran. Bima dan Anggi tidak masuk kelas karena mendapat izin dispensasi untuk rapat acara yang akan diadakan unit jurnalistik. Hening menyelimuti atmosfer mereka. Bima dan Anggi sama-sama tidak tahu harus memulai dari mana.
"Hubungan kamu sama Prana gimana?" Akhirnya Bima memulai.
Anggi tentu saja tersentak mendengar kalimat itu. Pasalnya, cewek itu masih belum bisa menerima Prana lagi ke dalam dunianya.
"Masih sama. Aku masih butuh waktu lagi," jawabnya jujur.
"Bukannya mau ikut campur, tapi aku pengin kamu juga jangan terlalu menutup hati gitu. Dari yang aku lihat sih, Prana kayanya bener-bener mau berubah." Bima mengutarakan pendapatnya terang-terangan. Cowok itu ikut mengkhawatirkan hubungan di antara Prana dan Anggi.
Anggi hanya bisa menatap cowok itu dengan heran. Sebaik itukah Bima? Cowok itu juga bisa memahami keadaannya saat ini? Ia pun tersenyum karenanya.
Langkah Anggi tiba-tiba memelan saat pasang matanya menangkap sosok yang enggan ditemuinya saat ini. Mengapa wajah suaminya itu selalu ada di mana-mana? Bahkan, saat Anggi tak mau melihatnya sekali pun. Senyumnya perlahan mengendur saat melihat sosok yang duduk di sebelah suaminya, yaitu Nita.
Mereka terlihat sangat cocok di mata Anggi saat disandingkan. Yang satu pintar dan yang satunya lagi cerdas dan memiliki public speaking yang bagus. Apalah Anggi di antara dua manusia seperti itu?
Ah! Gue panas-panasin aja mereka. Mumpung sama Bima, batin Anggi.
Bima dan Anggi pun melintas di depan mereka. Anggi masih setia lirik-lirik manja, memastikan kalau suaminya melihatnya bersama Bima.
"Aku cantik nggak?" tanya Nita pada Prana sembari menata poninya. Dan pertanyaannya itu justru disambut anggukan kepala oleh Prana.
Cowok itu akhirnya menyadari kehadiran istrinya juga. Prana melirik sebentar pada Anggi dan dengan cepat segera menatap Nita yang duduk di sampingnya lagi.
Bukannya Prana yang panas, justru Anggi yang kalang kabut menyembunyikan rasa pengap yang menyelimuti dadanya. Air mukanya segera berubah menjadi kesal.
"Ih! Kok jadi aku yang cemburu sih?" gerutunya secara tidak sengaja, membuat Anggi refleks menutup mulutnya.
"Kamu ngomong apa, Nggi?"
"Hah? Nggak ada."
***
Dion memberitahu Anggi kalau Prana sedang sakit hari ini. Maka dari itu, suaminya itu tidak masuk sekolah.
Dan di sinilah Anggi kembali. Rumah megah yang dulu pernah ia tempati bersama Prana. Mungkin, inilah saatnya Anggi harus kembali. Ia tak pernah lupa terhadap tanggung jawabnya, yakni menjadi istri yang setia merawat suaminya apa pun yang terjadi.
Sambil membawa nampan berisi segelas susu kunyit hangat yang ia buat barusan, cewek itu membuka pintu kamar Prana dengan perlahan, takut bila saja ia membangunkan suaminya yang tertidur. Wajahnya langsung meringis saat melihat Prana menggigil di ranjang berukuran jumbo miliknya. Kamar itu didominasi dengan warna cokelat muda dan krem, warna kesukaan Prana.
"Mas?" panggilnya ragu sambil mendekati suaminya.
Prana lantas menoleh perlahan. Badannya benar-benar lemas kali ini. Entah apa yang menyerangnya, cowok itu benar-benar tak berdaya di atas ranjangnya. Mungkin saja akibat karena ia terlampau merindukan istrinya.
"Kamu ke sini, Nggi? Makasih ya, kamu mau-"
"Udah, Mas. Jangan bahas itu dulu. Pikirin kesehatan kamu dulu sekarang. Ini aku udah buatin susu kunyit buat Mas. Buruan diminum keburu dingin," suruh Anggi sambil menyodorkan gelas di tangannya pada Prana.
Prana pun langsung meneguknya sampai habis. Beruntung suami Anggi itu doyan jamu tradisional seperti itu. Jadi, Anggi tak perlu repot memanggil dokter. Ia memang sempat bertanya tentang hal tersebut pada Ica sebelum ia kemari tadi.
Anggi mengulurkan tangan kanannya dan menempelkan punggung tangannya pada jidat suaminya. Dan begitu terkejutnya dia saat merasakan panas di sana. "Badan kamu panas banget, Mas. Bentar, aku ambil air sama kain handuk dulu." Anggi cepat-cepat ke dapur dan mengambil alat dan bahan yang ia perlukan di sana.
Kembali dari dapur, cewek itu segera mengompres jidat Prana dengan kain handuk yang sudah ia basahi dengan air sebelumnya. Di sela-sela ia fokus menempelkan beda itu ke dahi suaminya, tangan Prana justru menahan tangan Anggi secara tiba-tiba. "Apa aku harus sakit kaya gini dulu supaya kamu mau perhatian lagi kaya dulu?" tanyanya dengan nada seraknya.
Anggi menatap sendu suaminya. Bibirnya terlihat sangat pucat dan pecah-pecah. Prana benar-benar sakit. Istrinya itu sampai prihatin melihat kondisinya. Anggi seketika merasa gagal menjadi seorang istri untuk suaminya.
Cewek itu akhirnya menghela napasnya. "Kamu kenapa pengin aku pulang ke sini? Bukannya kamu udah cari pengganti?" tanya Anggi masih berusaha merendahkan nada suaranya. Takut bila kesehatan suaminya memburuk, cewek itu tidak mau memulai pertengkaran.
"Maksudnya?"
"Nita."
"Oh, jadi ceritanya istriku ini lagi cemburu?"
"Ih, siapa yang cemburu? Enggak kok."
"Ngaku deh kamu. Tuh lihat pipi kamu udah kaya kepiting rebus."
Anggi spontan menangkup kedua pipinya cepat. Cewek itu tidak bisa menahan semburat merah yang keluar dari kedua pipinya. "A-aku mau ke kamar dulu," ujar Anggi lalu dengan cepat kabur dari suaminya.
Sementara, Prana hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah lucu istrinya. "Makasih ya, istriku. Maaf aku suka mengabaikanmu selama ini," gumamnya kemudian.
***
Anggi terperangah saat tiba-tiba tangan seseorang memeluknya dari belakang. Ia lantas menoleh dan ternyata Pranalah yang melingkarkan kedua tangannya di perutnya.
"Mas! Kaget tau," pekiknya lirih tepat di telinga Prana. Namun, bukannya melepas pelukannya, cowok itu justru semakin mengeratkan kedua tangannya.
"Udah, Mas. Nanti kalau Mbak Ijah lihat gimana?" bisik Anggi lagi. Cewek itu semakin panik saat mendengar suara langkah seseorang dari arah tangga. Bisa saja itu Ijah.
Prana tersenyum di atas pundak istrinya. "Biarin. Emangnya aku nggak boleh, ya mesra-mesraan sama istriku sendiri?" Prana turut berbisik tepat di telinga istrinya, membuat Anggi jadi merinding karena embusan napas suaminya amat terasa di telinga dan lehernya.
Anggi tak mau meneruskan lagi, takut bila ada yang melihat mereka seperti itu. Ia lantas menepis kedua tangan Prana secara perlahan sambil malu-malu kucing.
"Duduk sana kamu," suruh Anggi dan langsung dipatuhi oleh Prana.
Cowok itu duduk di meja makan sembari mengamati istrinya yang sedang berkutat dengan bumbu dapur dari belakang.
"Aku itu rindu banget tau sama kamu," ujar Prana di sela-sela kegiatannya memandangi punggung Anggi itu.
"Kata Dilan rindu itu berat loh, Mas." Anggi menanggapi sambil terus fokus dengan bumbu-bumbu dapur.
"Nggi, aku emang bukan Dilan di film yang kamu lihat. Tapi, aku yakin aku bisa jadi sosok Dilan dengan versi yang berbeda buat kamu," ucapnya penuh dengan nada penekanan di setiap katanya. Dan ucapan itu langsung dibalas senyuman lebar dari Anggi.
"Aku mau dimasakin nasi goreng, dong." Prana merengek, persis seperti bocah umur lima tahun. Nadanya terdengar menggelikan di telinga Anggi. Ternyata suaminya bisa manja seperti itu.
"Serius? Katanya nggak suka sarapan yang berat-berat?" Anggi menoleh pada suaminya.
Prana lantas menyengir mendengar kalimat dari istrinya. "Sekarang udah nggak. Pokoknya kalau yang masakin kamu, apa aja itu, aku bakal suka. Soalnya kan kamu buatnya pakai cinta," kata Prana sambil menunjukkan senyum lucunya, menambah porsi ketampanannya.
Anggi yang mendengar itu hanya bisa terkekeh geli. "Pinter ngegombal ya, kamu sekarang," ejeknya dan segera memasak nasi goreng untuk mereka.
Usai memasak, Anggi segera menyajikan nasi goreng buatannya di meja makan. Cewek itu terlihat sangat bersemangat kali ini karena ini kali pertama suaminya mau memakan masakannya.
Tanpa menunggu lama, Prana segera melahap masakan istrinya. "Enak banget, Nggi," ucapnya jujur dan dengan sumringah, tak hanya ingin menyenangkan hati istrinya.
"Jujur aja, Mas. Nggak usah pura-pura karena mau nyenengin hati aku doang," protes Anggi merasa suaminya berbohong.
"Beneran."
"Badan kamu udah enakan?"
"Udah. Makasih, Nggi. Maaf jadi ngerepotin kamu semaleman."
Anggi benar-benar mengurus suaminya dengan sabar dan telaten. Ia sampai tak bisa tidur semalaman karena bolak-balik dapur untuk mengompres suaminya.
"Jangan makasih. Kan, itu udah tugasku," kata Anggi sambil mengulas senyum manisnya membuat Prana yang melihatnya jadi berdebar.
"Semoga kita bisa kaya gini terus, ya Mas."
Prana dan Anggi saling melempar senyum. Namun, senyum Prana yang terlihat lebih lebar di sini. Mungkin, karena Anggi masih mengingat kejadian tempo hari. Cewek itu jadi lebih hati-hati untuk tidak terbawa perasaan kali ini. Prana pun mengacak rambut istrinya dengan gemas di sela-sela kegiatan sarapannya. Ia juga tak lupa menyuapi Anggi. Mereka jadi pasangan paling bahagia waktu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
ayyona
judul na nano nano 😎
2020-09-29
1
Sept September
sukaa
2020-09-26
1
Risty_Antiq
lanjut.,.....
2020-09-05
1