Anggi mengucek kedua matanya. Ia lalu mengerjap dan matanya mulai terbuka secara perlahan. Cewek itu merasakan sesuatu yang mengganjal dan segera melirik ke arah bawah. Dan betapa terperangahnya Anggi saat melihat tangan seseorang melingkar di pinggulnya.
“Astaghfirullah, Mas. Bangun!”
“Ada apa sih, istriku?”
“Bangun, Mas!” Anggi terus mengguncang lengan Prana.
Namun, cowok itu tak kunjung melepaskan pelukannya. Beberapa detik setelahnya, Prana baru menjauhkan tangannya dari pinggul Anggi dan menggeliat di tempatnya. Ia lantas membuka matanya perlahan.
“Kok kamu tidur di sini sih, Mas?” Sambil bangun, Anggi terus melempar pertanyaan itu dan menutup tubuhnya dengan selimut. Seolah ada sesuatu yang baru saja terjadi. Padahal, baju tidur yang ia kenakan semalam masih lengkap menempel di badannya.
"Astaghfirullah! Maaf-maaf, Nggi. Aku beneran ketiduran semalem." Cowok itu berdiri cepat dan menatap istrinya dengan perasaan campur aduk. Bagaimana bisa ia ketiduran di kamar istrinya tadi malam?
"Padahal, aku sempet pasang alarm tadi malem. Tapi, kenapa nggak bunyi ya?" Prana bermonolog.
Ia melirik selimut yang digunakan istrinya untuk menutupi badannya. Prana takut istrinya memikirkan macam-macam. "Aku berani sumpah kalau aku nggak ngapa-ngapain kamu, Nggi. Suwer.” Raut wajahnya berubah panik dan ia spontan mengangkat kedua tangannya.
Anggi tertawa terbahak di detik berikutnya. Cewek itu merasa gemas sendiri saat melihat suaminya panik seperti itu. “Udah, mandi sana!” suruhnya kemudian.
Prana kalang kabut keluar dari kamar Anggi. Di perjalanan menuju kamarnya, ia hanya bisa melontarkan sumpah serapah pada dirinya sendiri.
"****** banget sih, lo Prana! Kenapa ada acara ketiduran segala?" gerutunya sendiri.
"Gue beneran gak ngapa-ngapain Anggi kan, ya semalem?" Prana malah jadi ragu sendiri. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Sepertinya, cowok itu memang tidak melakukan apa-apa.
***
Prana baru saja turun dari tangga setelah bersiap-siap di atas. Cowok itu mencium aroma bumbu-bumbu dapur yang sangat harum, menggugah seleranya dan menariknya untuk segera pergi menuju dapur.
Senyumnya mengembang saat melihat seseorang berdiri di sana. Siapa lagi kalau bukan istrinya, Anggi. Ia lantas berjalan mengendap-endap mendekati Anggi.
Cup!
Cowok itu mencium pipi Anggi dari samping. Prana juga tak lupa memeluknya dari belakang. Momen yang akan selalu ia rindukan bersama istrinya. Sepertinya, Rena benar-benar telah pergi dari hati dan pikirannya. Hanya Anggi yang tersisa dan menempati seluruh ruang di hatinya sekarang ini.
Anggi yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu tersentak. "Mas hobi banget, ya ngagetin aku?” celetuknya sambil tersenyum malu.
Prana menoleh untuk menatap wajah cantik istrinya. Cowok itu jadi sangat menyukai hidung mungil milik Anggi. “Tapi, kamu seneng kan?” godanya sembari terus menciumi pipi istrinya.
Anggi hanya bisa mengangguk samar. Pipinya kian bersemu. Degup jantungnya selalu tidak bisa ia kontrol saat embusan napas Prana sangat terasa di pipi dan telinganya.
“Sini, biar aku yang masak.” Prana melepas pelukannya tadi dan dengan cepat mengambil alih semua pekerjaan istrinya.
Anggi sedikit memundurkan langkahnya. “Emangnya kamu bisa?” cibirnya sambil menarik salah satu ujung bibirnya.
“Bisa lah, jangan ngeremehin seorang Mahaprana Virgo, ya Nyonya Virgo.” Prana menoleh pada istrinya sambil tersenyum sok-sokan, membuat Anggi jadi ikut tersenyum.
“Iya-iya, percaya. Btw, kok Nyonya Virgo lagi?" protesnya.
"Nggak apa, kan? Kamu, kan emang istriku," balas Prana.
"Tapi, kan aneh dengernya, Mas. Gimana, ya jelasinnya? Ah, susah."
Prana terkekeh geli mendengarnya. “Ya udah, pangeran mau bikin sarapan nih. Tuan Puteri duduk aja di sana," suruh Prana sambil menunjuk ke arah meja makan dengan dagunya.
“Beneran, Mas? Biar aku bantu sini.” Baru saja Anggi hendak mengambil bumbu, Prana sudah mencekal pergelangan tangannya. Hal itu berhasil membuat pasang mata mereka saling bertemu.
“Tuan Puteri nggak boleh membantah perintah pangerannya," peringat Prana seolah-oleh dengan nada serius.
“Siap, Pangeran!” Anggi lantas menurut dan mengangkat tangan kanannya, membentuk gerakan hormat.
***
"Kamu semalem kok bisa ketiduran di kamar aku sih, Mas?" Anggi masih terus mengingat kejadian tadi pagi. Rasanya sangat mengganjal di kepalanya.
"Aku juga nggak tau, Nggi. Sumpah deh aku nggak ngapa-ngapain kamu kok." Lagi-lagi Prana memasang wajah menggemaskannya, membuat Anggi mencetak senyumnya.
"Iya-iya, Mas. Aku percaya." Anggi kembali melepas tawanya melihat respon Prana yang seperti itu.
"Lagian kamu juga sih, ngangenin. Jadinya, aku ketiduran di samping kamu, kan." Prana mencubit kedua pipi istrinya dengan gemas.
Anggi pun melepas paksa cubitan yang didaratkan di kedua pipinya. "Kamu kalau nyubit nggak bisa biasa aja ya, Mas? Sakit tau." Cewek itu menggembungkan pipi-pipinya, membuat Prana semakin gemas dibuatnya.
"Enak juga, ya masakan kamu."
"Iya, dong. Siapa dulu?"
"Siapa?"
"Suaminya Tuan Puteri Anggia Soraya," bisiknya tepat di telinga istrinya.
Detik itu juga, mereka jadi pasangan paling bahagia. Prana sangat mencintai Anggi. Namun, Anggi justru sulit mendefinisikan perasaannya saat ini. Di satu sisi, ia memang mencintai suaminya. Akan tetapi, di sisi lain, keraguan selalu datang di lubuk hatinya. Mengingat bagaimana suaminya yang dulu.
Mereka berjalan melewati koridor gedung utama. Pasang mata Anggi dan Prana sama-sama memicing melihat segerombolan murid yang beramai-ramai menyerbu mading sekolah. Sementara, anak-anak yang lain sibuk memandangi keduanya dengan tatapan aneh dan tidak dapat didefiniskan.
“Ada apa ya, Mas kok rame banget? Tumbenan, biasanya aja gak ada yang tertarik nontonin mading.” Anggi terheran-heran menatap sekelompok murid yang bergerombol tepat di depan mading.
Prana hanya bisa mengedikkan bahu. Pasalnya, ia juga sama sekali tak tahu-menahu soal itu. Karena rasa penasarannya, Anggi segera mendekati mading dan berusaha masuk ke dalam gerombolan para murid.
Kedua mata Anggi perlahan mengikuti pandangan orang-orang di sekitarnya. Betapa terkejutnya dia saat pandangannya jatuh tepat pada artikel dengan judul yang diketik sangat besar beserta foto-foto di dalam isi artikelnya. Foto-foto itu tak lain menampilkan potret dirinya saat mengenakan gaun pengantin bersama dengan Prana yang bersanding di sebelahnya.
Cewek itu melirik ke sekitarnya. Benar saja, murid-murid sudah melempar tatapan sinis mereka padanya. Jantungnya seketika berdebar hebat saat melihat pemandangan itu.
Dengan cepat Anggi keluar dari kerumunan dan menjauh dari sana. Ia lantas berlari kecil menuju suaminya yang masih setia menantinya di ujung koridor.
"Mas, gawat!" pekiknya spontan di hadapan Prana.
Cowok itu segera mengerutkan kening, membuat kedua alis tebalnya terpaut. "Gawat apanya, Nggi?"
"Foto kita." Anggi sudah kehabisan kata-kata. Bagaimana ia harus memberitahu suaminya?
"Foto? Foto kita yang mana, Anggi? Foto apa?" Prana mendadak kebingungan sendiri. Cowok itu terus mendesak istrinya untuk mengatakan apa maksud dari perkataannya tadi.
Dari arah lain, Dion terlihat berlari dengan raut panik menghiasi wajahnya. Pun dengan Jesi yang mengikutinya dari belakang.
"Pra!" Dion masih berusaha mengendalikan napasnya yang tak tersengal karena habis berlari tadi. Ia sempat melirik Anggi dan setelahnya segera menatap Prana kembali.
"Kepala sekolah manggil lo di ruangannya sekarang," lapor Dion yang baru saja disuruh guru BK, yakni Pak Farel untuk memberitahukan perintah kepala sekolah mereka, yakni Pak Brama.
Prana semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Tapi, kenapa? Gue salah apa sampai dipanggil kepala sekolah?" desak Prana meminta penjelasan. Cowok itu juga sempat melihat seisi sekolah menjadikan mereka pusat tontonan.
"Lo juga, Nggi. Kalian berdua disuruh menghadap Pak Brama sekarang juga," tambah Jesi yang ikutan panik dengan apa yang terjadi.
Ada apa ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Al Aros Iris Afa
ketauan deh
2020-10-11
1
Yhu Nitha
like3
2020-08-29
1
🦖 Aniedaa
Selamat Siang!! Semangat terus untuk menulis dan berimajinasi.🌻
2020-08-27
1