Lima belas menit telah berlalu, saat keadaan sudah tampak tenang dan Bagas tidak ada lagi di sana, aku dan bu Sumi pun keluar dari tempat persembunyian.
"Bu, dia udah masuk lagi dalam rumah, apa Ibu yakin mau langsung pulang?" tanyaku pada bu Sumi. Perasaanku tiba-tiba aja khawatir, hatiku tidak ingin beliau pulang dalam keadaan Bagas masih ngamuk-ngamuk.
"Ibu yakin, Han. Nanti Bagas juga baikan sendiri, dia memang gitu kalau kepalanya sudah oleng," tutur bu Sumi.
"Bu, apa enggak sebaiknya Ibu nginap di rumah Hanna aja untuk malam ini?" aku bertanya, takutnya bu Sumi benar-benar dicelakai sama anaknya sendiri."
"Enggak usah, Hanna. Sudah sore juga ini, mending kamu segera pulang! Nanti dicariin sama ibu kamu," ucap bu Sumi memintaku untuk segera pulang ke rumah.
Dengan berat hati aku pun meninggalkan beliau, pikiran ini tak pernah lepas dari masalah yang dihadapi bu Sumi.
"Lagi mikirin apa, Hann? Kok ibu lihatin dari tadi muka kamu gelisah terus?" tanya ibu sambil mengambil posisi duduk tepat di sebelah aku.
"Kepikiran bu Sumi, Bu."
"Kenapa lagi bu Sumi? Apa dia dipukul lagi sama Bagas?" tanya ibu yang tampak khawatir.
"Ini lebih mengerikan daripada itu, Bu."
"Iya, tapi apa? Apa yang dilakukan Bagas terhadap ibunya?" tanya ibu sedikit geram dengan jawaban aku yang bertele-tele.
"Tadi Bagas terlihat begitu emosi, karena bu Sumi tidak bisa memberikan apa yang diminta oleh Bagas, sampe beliau didorong hingga terjatuh, dan aku pun datang untuk melerai. Namun siapa sangka kalau bagas malah masuk ke dalam dan mengambil golok, beruntung banget waktu itu karena aku dan bu Sumi sudah bersembunyi dari cowok gila itu," tuturku panjang lebar. Aku duduk di sisi ibu sambil merebahkan kepalaku di pangkuannya.
"Hanna, kamu enggak ada rencana untuk pergi ke acara rewang anaknya bu Tuti?" tanya ibu sambil mengusap kepalaku.
"Males, Bu. Palingan remaja di sana sibuk pacaran," jawabku sedikit kesal.
"Lah, kan enggak semuanya, Han."
"Enggak ah, Bu. Aku di rumah aja, kalau Ibu mau pergi, ya pergi aja! Biar Hanna di rumah." Aku bangkit dan berjalan menuju dapur, perutku sudah bunyi dari tadi.
"Han, Hanna!" tiba-tiba ibu berlari dari ruang tengah menuju dapur dengan tergopoh-gopoh.
Aku menoleh menatap ibu dengan raut wajah kebingungan, lekas ku letakkan kembali piring nasi di dekat kompor.
"Ada apa, Bu?"
"Han, si Bagas ada di depan! Dia ngamuk-ngamuk nyari ibunya, dia bilang kamu sudah menyembunyikan ibunya dari dia," ucap ibu panik.
"Loh, kok jadi kek gini masalahnya." Aku berjalan menuju ruang depan. Berjalan lebih dekat dengan jendela, dan kemudian aku sedikit mengintip dari jendela. Di luar sana terlihat Bagas yang ngamuk-ngamuk sambil membawa kayu di tangannya.
"Hanna, keluar kamu! Cepat suruh ibu aku pulang!" teriak Bagas.
Suara ribut cowok itu membuat para warga ikut berkumpul di depan rumahku yang halamannya tidak luas itu.
Dalam keadaan seperti ini aku harus tetap tenang, pasti sesuatu telah terjadi dengan bu Sumi hingga beliau tidak keluar menemui putranya.
"Duh, bener enggak sih bu Sumi tadi pulang ke rumahnya," ucapku lirih. Ibu yang melihat keadaanku juga jadi kesusahan, beliau tahu aku sangat kesulitan dengan masalah bu Sumi dan Bagas.
"Han, kok warga kampung kita pada diem aja ya. Apa mereka enggak punya inisiatif buat nelpon polisi gitu, laporin kejahatan si Bagas. Tingkah dia itu udah bener-bener bikin semua orang enggak nyaman," ujar ibu. Nah, ibu sendiri malah ngeluhnya sama aku. Lah aku bisa apa?
Aku begitu gelisah, yang bisa aku lakukan hanya mondar-mandir di ruang tengah sambil terus mengirim pesan untuk kak Yuni. Aku nyuruh kakak untuk mengusir anak enggak tahu diri itu dari halaman rumahku.
"Keluar kamu, Han!" seru Bagas dari luar.
Aku kembali mengintip, kini sudah ada para warga yang menyuruh Bagas agar berhenti berkoar-koar di depan rumahku. Terlihat pak Darto dan bu Kasmi yang juga mulai mendekati Bagas, suami istri itu adalah paman dan bibinya.
"Bagas, ngapain kamu cari ibu kamu di sini? Ayo pulang! Jangan bikin heboh di depan rumah orang malem-malem gini," ucap bu Kasmi.
Aku masih di dalam rumah, menunggu dengan harap-harap cemas sama seperti ibu.
"Bu, sebaiknya kita keluar aja deh. Biar si Bagas itu pulang, kelamaan kalau nunggu kak Yuni sama suaminya," ucapku pada ibu yang juga tidak kalah gelisahnya.
Apa yang harus aku takutkan? Di luar banyak para warga yang sedang mencoba untuk menenangkan si cowok berandalan itu.
Ceklek...
Aku mulai membuka pintu, ku lihat mata Bagas yang sudah memerah dan urat-urat lehernya terlihat jelas. Amarahnya sangat menggebu-gebu, aku tahu kalau dia ingin memukulku saat itu juga.
"Ngapain kamu cari aku? Percuma kamu ke sini, ibu kamu enggak ada di sini," ucapku ketus.
"Jangan bohong kamu! Tadi siang kamu bersama ibu aku." Bagas semakin meronta dari cengkraman tangan pak Darto. Secepat kilat dia layangkan tangannya dan meninju wajahku, aku tersentak kaget. Tidak ku sangka cowok itu berani memukulku di depan para warga, tindakannya tersebut rupanya membuat bapak-bapak di depan rumahku naik pitam. Mereka segera menarik Bagas menjauh, tidak hanya itu, mereka juga ikut memukul Bagas.
Mungkin para warga juga sudah muak dengan tingkahnya, di tengah keadaan yang begitu genting. Kak Yuni dan suaminya baru datang, dia menangis dan berlari ke arahku.
Aku dan ibu bingung apa yang sedang terjadi sama kak Yuni.
"Kamu kenapa, Kak?" tanyaku heran.
"Han, bu--- Bu Sumi, bu Sumi---" kak Yuni kembali menangis.
"Bu Sumi kenapa, Yun?" tanya ibu.
Warga yang lain juga pada kebingungan dibuatnya, lalu bang Imran datang dan menyampaikan berita duka.
"Bu Sumi sudah meninggal, Han."
Tak terasa air mataku tumpah begitu saja, hampir saja tubuhku limbung kalau ibu tidak buru-buru memelukku.
"Bu, gimana ceritanya bu Sumi bisa meninggal? Tadi siang dia sehat-sehat aja," ucapku di sela tangis.
"Kak, ngomong apa kamu? Jangan sembarangan ngomong ibu aku sudah mati, ibu aku masih hidup!" teriak Bagas, wajahnya sudah pada lebam-lebam kena bogem mentah dari warga.
"Kamu enggak usah pura-pura enggak tahu, ini semua karena kamu, Bagas!" bentak bang Imran. Tidak pernah aku lihat bang Imran semarah ini, mungkin dia sudah tidak sanggup lagi melihat kelakuan anaknya bu Sumi.
Begitu mendengar kabar duka dari bang Imran, para warga gegas pergi menuju tempat bu Sumi meninggal. Bang Imran menemukan jasad bu Sumi di belakang masjid kampung kami, Bagas terpaku mendengar kabar tentang ibunya.
Aku jadi curiga sama cowok itu, mungkin saja dia sendiri yang sudah membunuh ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
P 417 0
kira2 busumi meninggl karena apa🤔
2024-05-29
1