Tidak Mau Disalahkan

"Iya, kamu itu adik ipar yang enggak tahu diri!"

"Oh ya, kalau aku adik ipar enggak tahu diri, lantas kamu kakak ipar apa? Kakak ipar yang enggak punya harga diri?"

Aku mulai melepaskan tanganku yang sedari tadi menjambak dan mengacak-acak rambutnya kak Riri. Aku berdiri tegak di depannya dengan muka yang mungkin sudah merah padam.

"Berani sekali kamu berkata---"

"Enggak usah dibantah, Kak. Kamu memang enggak punya harga diri. Kamu sudah berstatus sebagai istri orang, tapi masih suka ngedeketin cowok lain. Kamu pikir aku enggak tahu tentang kebusukan kamu ini, hah!? Kamu selingkuh sama bang Zidan, mantanmu itu. Sampai sekarang kalian masih punya hubungan, ngaku aja deh!" aku sedikit menjauh dari kak Riri, takut juga kalau dia ngamuk seperti banteng kesetanan.

Betul seperti dugaanku, dia terlihat sangat marah dengan tangan yang dikepal kuat. Aku menoleh ke belakang, melihat ibu dan bang Arman yang berdiam diri seolah memberikan kesempatan kepada kami untuk adu jotos.

"Bang, kenapa kamu diam aja? Kenapa enggak ngebelain aku sama sekali saat Hanna memfitnah aku?"

Bang Arman menatap kak Riri seketika, wajahnya berubah sangar.

"Apa yang harus aku katakan sama Hanna? Semua orang juga sudah tahu, Ri," ucap bang Arman, dia memalingkan wajahnya ke luar rumah.

"Ri, semua orang di kampung ibu sudah tahu kalau kamu masih suka ketemu sama si Zidan. Kamu itu sudah mencoreng nama baik keluarga kita, kamu pikir ibu enggak tahu sama kelakuan kamu?" ucap ibu, beliau kembali menarik nafas dalam-dalam. "Ibu yang harus menanggung malu karena perbuatan kamu ini, dan kamu Arman, mestinya kamu bisa mendidik istri kamu jadi lebih baik," ucap ibu, bang Arman juga tak boleh terlewatkan.

Bang Arman beralih menatap ibu, dan kak Riri kembali memusatkan perhatiannya kepadaku.

"Hann, kamu lihat kan. Ini semua karena kamu, seharusnya kamu diam aja."

"Diam kamu bilang, Kak. Aku sama ibu udah enggak bisa berdiam diri terus, kalian urus itu hutang-hutang kalian sama pak Anto, dan jangan sampai dia datang lagi menemui aku dan ibu!" ucapku dengan tegas.

"Kamu pikir aku enggak punya uang buat bayar hutang itu, hah!?" kini kak Riri berdiri di depanku dengan berkacak pinggang.

"Oh ya? Kalau memang punya uang, mestinya kalian bayar dong, jangan biarin dia ngemis sama ibu dan aku?" Aku sudah tidak tahan lagi, ingin segera kukeluarkan segala sesuatu yang selama ini ku pendam di hati, mungkin ini saatnya.

"Kamu memang punya uangnya, Kak. Namun sayangnya kamu sulit untuk membayarnya, iya kan?"

"Jangan sembarangan ngomong kamu, Hann!" sambar kak Riri, dia selalu tidak terima dengan setiap omonganku, padahal apa yang aku katakan adalah fakta.

"Loh, apa aku salah? Kamu masih ingat kan uang aku yang dipinjam sama bang Arman untuk bikin acara tujuh bulanannya kamu, Kak? Kalian janji untuk membayarnya, tapi kenyataannya sampai sekarang sama sekali belum kalian bayarin. Kalian bahkan bangun rumah menggunakan sebagian dari uang milik ibu," ucapku gamblang. Lega rasanya sekarang, sudah lama aku ingin mengatakan ini semua.

"Kamu memang dasar pelit ya, uang segitu aja perhitungan sama abang sendiri," balasnya sambil tersenyum sinis ke arahku.

Uang segitu katanya? Menurut dia tujuh juta adalah uang yang sedikit, benar-benar ipar enggak tahu diri. Padahal itu semua adalah uang tabungan aku, tabungan dari uang jajan yang ku sisihkan sedikit demi sedikit. Pada akhirnya harus kuberikan pada mereka karena dipaksa, dan saat aku minta untuk dikembalikan malah jawabannya nanti dan nanti.

"Aku enggak perhitungan sama bang Arman, kalau saja uang itu memang benar untuk dia, tapi ini untuk kamu, Kak. Kamu itu sama aku aja pelitnya minta ampun," balasku menohok.

"Hanna!" sentak bang Arman, dia bangun dari duduknya dan berjalan menghampiriku. Tangannya terkepal kuat, urat lehernya juga tampak jelas, emosinya mungkin sudah tak bisa ditahan lagi karena mendengar pertengkaran aku dan istrinya dari tadi.

"Kenapa? Abang mau marahin Hanna?"

"Jelas abang akan marah sama kamu, sudah cukup dari tadi abang denger kamu ngehina istri abang. Baik buruknya Riri, dia tetap istri abang. Jadi, aku tidak terima kalau kamu terus menjelek-jelekkan dia. Uang yang kamu kasih buat kami, itu juga tidak seberapa. Kamu juga jangan lupa kalau dulu saat masih kerja di luar kota, abang yang ngirimin uang buat kamu belajar," ucap bang Arman, dia malah mengungkit tentang uang yang pernah dia kirim untuk aku dulu. Saat itu ayah sudah tiada, aku hanya hidup pas-pasan sama ibu untuk biaya hidup sehari-hari, hasil dari kebun tidak menentu. Kami juga membayar hutang-hutangnya ayah, banyak pengeluaran saat itu, membuat aku dan ibu sangat kesulitan bahkan ibu juga harus menjual perhiasannya.

Kak Yuni juga baru merintis usahanya, dia baru menikah dan toko yang didirikan belum sebesar saat ini.

Alhamdulillah sekarang hidup kami sudah jauh lebih baik, ekonomi keluargaku juga sudah membaik, namun bang Arman dan bang Andi malah kembali masuk dalam lubang yang sama.

Sekarang aku dan ibu yang harus menanggungnya.

Aku yang tadinya begitu bersemangat saat memojokkan istri bang Arman, kini giliran aku yang harus terdiam membisu. Kenapa bang Arman tidak bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah.

Ibu ikutan bangun dan meraih tanganku, melihat aku terpaku diam, ibu segera mengajak aku pulang. "Sayang, ayo kita pulang! Omongan abang kamu tidak usah diambil hati, dia anak lelaki, memang sudah seharusnya untuk dia menafkahi kamu dan ibu, saat itu dia juga belum berkeluarga. Salah besar jika dia mengungkit apa yang sudah dia berikan untuk kamu, ayo kita pulang!" ajak ibu, beliau menarik tanganku. Matanya berembun menatap bang Arman yang berdiri di sisi kak Riri.

Ibu menuntun aku, kami berjalan beriringan. Tiba di ambang pintu, bang Arman kembali memanggil dan ibu menoleh ke belakang.

"Apa ada hal yang ingin kamu sampaikan lagi sama ibu, Man? Apa kamu juga mau mengungkit apa yang pernah kamu berikan sama ibu?" tanya ibu.

"Bu, aku minta maaf jika apa yang aku lakukan salah. Tapi aku mohon untuk tidak terus menyalahkan Riri, dia cuma punya aku, Ibu jangan pernah membenci dia, Bu. Riri tidak punya ibu lagi, beda sama Hanna, dia masih punya Ibu sebagai tempat berkeluh-kesah," ucap bang Arman. Ternyata dia menyusul kami hanya untuk mengatakan ini saja, tidak penting banget.

"Man, ibu tidak pernah membenci istri kamu, ibu juga sayang sama dia. Ibu cuma tidak suka sama kelakuannya saja, kamu juga tidak becus menjaga istrimu sendiri. Seharusnya kamu larang dia bertemu dengan lelaki lain, lelaki yang bukan mahramnya. Kamu ini suami, Man. Kamu kepala keluarga, kamu imamnya, kamu punya hak untuk bicara, kamu harus tegas dalam mendidik istri kamu! Memangnya kamu sanggup menanggung semua dosa dia?"

Setelah membuat bang Arman bungkam, aku dan ibu langsung pergi tanpa memperdulikan tatapan tajam kak Riri. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu di kediaman mereka, yang kulihat hanya motor kak Yuni yang masuk dalam pekarangan rumah mereka. Kak Yuni dan bang Imran, mungkin mereka hendak menagih hutang sama bang Arman.

Terpopuler

Comments

P 417 0

P 417 0

duit LGI😪

2024-06-09

0

lihat semua
Episodes
1 Ipar menyebalkan
2 Bagas menggila
3 Meninggalnya Bu Sumi
4 Ipar pelit
5 Kemunculan Mantan Kak Riri
6 Kenyataan Memang Begitu
7 Awal Semua Masalah Bermula
8 Pov Author
9 Tawaran Kerja
10 Tidak Semua Menjadi Hak Mereka
11 Mimpi Serasa Nyata
12 Ada Apa Di antara mereka?
13 Pov Author
14 Hutang
15 Marahnya Ibu
16 Tidak Mau Disalahkan
17 Pov Arman.
18 Pov Author. Bertengkar Lagi.
19 Kasih Sayang Ibu
20 Terima Atau Tidak
21 Malam Penuh Kejutan
22 Kado Ulang Tahun
23 Ibu Sakit
24 Bertengkar Lagi
25 Malam Terakhir Bersama Ibu
26 Pov Author Menyesal
27 Keributan Di Malam pertama Tahlilan
28 Surat Dalam Lemari
29 Ada Sesuatu Di Antara Mereka
30 Keputusan Terbaik
31 Pov Author. Aya Tidak Mau Pulang.
32 Kedatangan Rian
33 Dituduh Selingkuh
34 Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi
35 Sakit Apa
36 Pov Author. Detik Mendebarkan
37 Berpisah
38 Jangan Dekati Aku Lagi
39 Pov. Esih
40 Pov Author. Bertamu Ke Rumah Zidan
41 Harus Tegas
42 Bertemu orang-orang yang memuakkan
43 Pov Author. Bukan sekedar Suka
44 Awal Yang Baru
45 Ada Apa Dengan Mantan Kakak Ipar?
46 Pov. Riri
47 Pov Author. Diikuti
48 Penyesalan Riri
49 Mimpi buruk
50 Ternyata Riri
51 Pov Author. Zidan Selingkuh
52 Siapa Dia
53 Diteror
54 Mulai Beraksi
55 Jebakan
56 Melarikan Diri
57 Melawan
58 Kita Berhak Bahagia (Akhir)
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Ipar menyebalkan
2
Bagas menggila
3
Meninggalnya Bu Sumi
4
Ipar pelit
5
Kemunculan Mantan Kak Riri
6
Kenyataan Memang Begitu
7
Awal Semua Masalah Bermula
8
Pov Author
9
Tawaran Kerja
10
Tidak Semua Menjadi Hak Mereka
11
Mimpi Serasa Nyata
12
Ada Apa Di antara mereka?
13
Pov Author
14
Hutang
15
Marahnya Ibu
16
Tidak Mau Disalahkan
17
Pov Arman.
18
Pov Author. Bertengkar Lagi.
19
Kasih Sayang Ibu
20
Terima Atau Tidak
21
Malam Penuh Kejutan
22
Kado Ulang Tahun
23
Ibu Sakit
24
Bertengkar Lagi
25
Malam Terakhir Bersama Ibu
26
Pov Author Menyesal
27
Keributan Di Malam pertama Tahlilan
28
Surat Dalam Lemari
29
Ada Sesuatu Di Antara Mereka
30
Keputusan Terbaik
31
Pov Author. Aya Tidak Mau Pulang.
32
Kedatangan Rian
33
Dituduh Selingkuh
34
Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi
35
Sakit Apa
36
Pov Author. Detik Mendebarkan
37
Berpisah
38
Jangan Dekati Aku Lagi
39
Pov. Esih
40
Pov Author. Bertamu Ke Rumah Zidan
41
Harus Tegas
42
Bertemu orang-orang yang memuakkan
43
Pov Author. Bukan sekedar Suka
44
Awal Yang Baru
45
Ada Apa Dengan Mantan Kakak Ipar?
46
Pov. Riri
47
Pov Author. Diikuti
48
Penyesalan Riri
49
Mimpi buruk
50
Ternyata Riri
51
Pov Author. Zidan Selingkuh
52
Siapa Dia
53
Diteror
54
Mulai Beraksi
55
Jebakan
56
Melarikan Diri
57
Melawan
58
Kita Berhak Bahagia (Akhir)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!